Jumat, 05 November 2010

Mari berhaji...

Haji menjadi ibadah wajib yang sempurna, karena ia membutuhkan semua yang kita miliki. Kita harus mengerahkan semua kemampuan, dari waktu, komitmen, tenaga, stamina, harta sampai emosi. Mungkin shalat hanya membutuhkan waktu dan komitmen, mungkin puasa membutuhkan tenaga, mungkin zakat membutuhkan harta, tetapi haji membutuhkan semuanya. Mungkin karena itu ia diletakkan diakhir dari rukun Islam. Ia menjadi simbol ibadah pamungkas yang menghimpun semua kemampuan manusia yang akan menunaikannya.

Nah, pada saya tibalah prosesi ibadah pamungkas ini saya tunaikan tahun ini. Meski ibadah ini hakikatnya adalah kehendak Allah, terlaksana atas panggilan Beliau, sehingga mereka yang hadir nanti di tanah haram sejatinya merupakan tamu-tamu yang memang dipanggil "menghadap", namun tetap saja dibutuhkan niat yang sungguh-sungguh dari semua manusia Islam untuk siap "dipanggil" secepatnya. Tidak ada konsep kebetulan dalam ibadah ini, tidak pula ada konsep kemampuan. Itu mengapa seruan manusia yang menuju kesana berbunyi; "Labbaik Allahumma Labbaik.." Intinya memenuhi panggilan Allah.

Ketika menulis paragraf ini ada lintasan fikiran menarik di benak saya. Boleh jadi renungan ini tidak berdasar apalagi benar, tetapi saya tertarik untuk berbagi dengan anda. Maaf ya kalau memaksa anda. Fikiran saya saya mengatakan, mungkin konsep inilah yang menjadi dasar anjuran orang menunaikan haji satu kali saja seumur hidupnya. Dengan harapan dipanggil satu kali saja oleh Allah menghadap, cukup baginya untuk berubah menjadi manusia yang lebih baik. Tidak perlu dipanggil berkali-kali menghadap, karena boleh jadi orang yang dipanggil berkali-kali itu memang orang yang bermasalah, sehingga sampai perlu dipanggil berkali-kali menghadap.

Diantara anda mungkin menolak logika berfikir saya ini, ya saya maklum, namanya juga lintasan fikiran. Tapi entah kenapa ingin sekali saya ungkapkan logika ini. Jadi maaf ya. Saya sangat mahfum jika ada logika bantahannya, bahwa orang yang dipanggil berkali-kali menghadap boleh jadi karena Allah yang memanggil itu sangat sayang pada hambanya itu, sehingga selalu diberikan kemampuan untuk dapat selalu hadir setiap kali perjamuan akbar itu dilangsungkan. Wallahu a'lam.

Kembali pada inti pesan yang ingin saya tulis pada artikel kali ini, bahwa haji merupakan ibadah spesial, dimana semua dimensi prosesi penghambaan melekat padanya. Haji merupakan ibadah penyadaran yang tidak putus yang dihadirkan dan diskenariokan Allah pada seluruh manusia. Sejak pengakuan manusia pada Tuhan di dalam rahim ibunya, hingga reguler melisankan syahadat, mendirikan shalat, menunaikan puasa sampai membayar zakat, maka haji menjadi pengikat kesadaran. Dengan haji manusia diberikan pengalaman menyeluruh, bukan hanya bathin tetapi juga fisik, seperti mengenalkan matanya dengan Baitullah, mengenalkan kakinya dengan tanah suci, kulitnya merasakan atmosfir tanah haram pada dingin dan panasnya, jasadnya bertemu dengan saudara seiman dari segenap penjuru dunia; bersatu shaf menghadap Tuhan yang memanggil mereka, kalbunya menyatu dengan satu harapan yaitu ingin terbebas dari semua dosa dan keluar dari tanah suci itu bak bayi yang baru terlahir kembali.

Nah, jika betul takdir ibadah haji ini terjadi pada saya dalam beberapa hari lagi, maka tidak ada respon yang pantas dari diri saya kecuali bersyukur, karena telah diberikan kesempatan oleh Allah untuk membasuh dosa dari sekujur badan dan jiwa, diberikan kesempatan untuk menjadi tamu di pelataran rumah-Nya, diberikan kesempatan untuk merasakan puncak dari prosesi peribadahan yang telah ditetapkan sejak moyang kami Nabi Ibrahim, diberikan kesempatan untuk ikut dalam ritual sejarah yang selalu dilakukan oleh para Nabi, para manusia shaleh, para manusia pencari ridha dan taubat.

Oleh karenanya, saya serukan pada saudara seiman dimana saja, terobsesilah untuk menginjakkan kaki disana, usahakanlah kesiapan-kesiapannya, setelah itu tunggulah panggilan Tuhan berseru atas namamu, seruan yang memintamu hadir dalam barisan-barisan haji di tanah suci. Dan semoga haji menjadi perekat ummat kembali, karena hakikatnya pula haji merupakan rapat akbar manusia Islam di dunia. Semakin banyak ummat Islam yang hadir disana, sepatutnya semakin terbangun ikatan persaudaraan Islam yang memutuskan batas-batas negara, suku, bangsa, bahasa atau batas-batas dunia lainnya. Haji semakin mengukuhkan ikatan akidah, ikatan tauhidiyah yang menjadi inspirasi berbangsa, perjuangan dan kebersamaan, dimana diatasnya akan dibangun kehormatan dan kemuliaan Islam.

Khusus untuk saya juga istri, semoga haji yang akan kami jalani ini menjadi ibadah pembeda bagi kami, ibadah yang merubah diri secara permanen, menjadi pribadi yang baik yang tidak lagi mudah diombang-ambing oleh irama dunia. Haji menjadi ibadah pematangan diri yang mampu menyiapkan diri menyambut semua konsekuensi hidup, dan akhirnya siap untuk menyambut mati. wallahu a'lam...

Rabu, 03 November 2010

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Dalam beberapa hari kedepan, ada episod hidup yang cukup penting yang akan saya lewati, memenuhi panggilan Allah ke tanah suci, ibadah haji. Ibadah yang menjadi pamungkas dari sekian ibadah wajib yang harus ditunaikan seorang manusia Islam. Jujur, dalam hati saya karuan perasaan yang ada, antara siap dan tidak siap, gelisah dan bahagia, harapan dan kenyataan. Allah yang memanggil tahu betul siapa hamba-Nya yang satu ini. oleh sebab itulah karuan rasa yang ada di dada ini. Namun di akhir rasa saya menyerahkan sepenuhnya diri dan jiwa, karena ini bukan keinginan, ibadah yang satu ini adalah ibadah panggilan. Saya tidak memiliki kuasa untuk menentukan skenarionya. Bahkan meski tinggal beberapa hari lagi, bisa saja saya batal ke tanah suci, karena Allah tidak berkenan tanah sucinya diinjak oleh hamba-Nya yang satu ini.

Namun jika memang menapakkan kaki di tanah haram itu nanti menjadi kehendak-Nya, maka sayapun tak akan menyia-nyiakan kepercayaan Allah untuk memperkenankan saya hadir pada perjamuan akbar ibadah suci di lembah yang suci itu. Sempat mampir dalam renungan siang tadi, jikalau Allah memperkenankan saya mengenakan pakaian ihram, berkeliling dalam lingkaran thawaf, berlari kecil antara bukit shafa dan marwa, memanjatkan doa di padang arafah dan melempar jumrah, maka seakan-akan saya dipanggil menghadap, seperti Nabi yang dipanggil menghadap saat Beliau menunaikan Isra’ dan Mi’raj. Ternyata pengalaman Nabi menghadap Allah, dialami oleh manusia Islam dalam bentuk berhaji.

Nah Insya Allah, dalam beberapa hari ini tiba giliran saya bersama istri “menghadap” Allah di rumah-Nya yang paling mulia. Sekali lagi karuan perasaan saya. Ingin rasanya menata kata yang terindah untuk mengungkapkan rasa syukur yang tak terkira dari kesempatan ini. tetapi sepertinya kata-kata itu tak dapat tersusun, karena hati saya yang belum mampu keluar dari rasa karuan ini. saya ingin bilang bahwa ini kemuliaan yang Allah berikan kepada saya dan istri, tetapi hati saya masih juga bertanya sinis: iyakah? Bukannya ini dapat menjadi pengkhianatanmu yang kesekian kali kepada Allah, karena kamu tidak memiliki kesiapan hati, kesiapan jiwa dan kerinduan yang tinggi?

Ibadah haji sepatutnya menjadi puncak penghambaan zahir, puncak kesadaran, puncak pengorbanan, dimana veterannya, alumninya, akan keluar dari lembah suci itu dengan wajah bersinar, menyandang derajat manusia yang lebih tinggi, namun kenapa masih ada bimbang dalam hati saya. Sampai tulisan ini saya tulispun saya belum menemukan alasan yang pas ada apa dengan kebimbangan itu. Yang saya tahu, kebimbangan itu muncul dari noktah-noktah hitam yang selama ini bersemayam dihati. Hasil dari kelakuan maksiat saya dari dulu hingga kini.

Sebelum semua itu saya akan bawa kesana, saya ingin dapatkan keikhlasan dari semua manusia yang mengenal saya atau pernah mengenal saya, terutama yang pernah berinteraksi dengan saya. Tolong buka pintu maaf saudara untuk saya, beri saya belas kasihan, berupa maaf yang saudara punya. Sekali lagi maafkan saya. Setelah ini saya akan menghiba ampunan dari Dzat Yang Maha Pengampun. Saya tidak ingin permohonan ampun saya pada Allah sia-sia karena belum dapat ikhlas dari manusia.

Maafkan saya...


sejak tanggal 8 November 2010 sampai dengan 19 Desember 2010, saya bersama istri akan menunaikan ibadah haji. jikalau ada utang atau muamalah lain yang belum kami tunaikan pada saudara-saudara yang membaca pesan ini, mohon kiranya dapat segera disampaikan kepada kami, agar kami dapat tunaikan kewajiban kami...

sekali lagi mohon maaf dari saudara semua...