Paradigma dan motif kebutuhan dan keinginan akan memiliki perbedaan bentuk dan implikasinya dalam penyikapan terhadap harta. Dua paradigma ini menjadi titik tekan yang sangat krusial dalam memahami prilaku ekonomi Islam. Bahkan pada skala agregat akan nampak sebuah prilaku sistem yang membedakan ekonomi Islam dengan ekonomi tradisional. Prilaku ekonomi Islam yang terlihat pada personal-personal pelaku dan sistem ekonomi pada dasarnya merupakan refleksi urgensinya nilai-nilai moral Islam (akidah dan akhlak). Pada skala sistem (makro) dukungan ketentuan hukum Islam (syariah) semakin menguatkan perbedaan implikasi akibat dua sudut pandang (motif); kebutuhan dan keinginan.
Motivasi kebutuhan akan mengarahkan pelaku ekonomi memandang penyikapan terhadap harta dalam konsep ”pemanfaatan”. Sementara motivasi keinginan akan cenderung membuat pelaku ekonomi memandang penyikapan terhadap harta dalam konsep ”penikmatan”. Pada akhirnya dua konsep ini akan memiliki dua implikasi yang secara segnifikan berbeda. Pelaku yang mengelola harta dalam konsep pemanfaatan akan memandang harta hanya sekedar alat untuk mencapai tujuan puncaknya sebagai manusia, dalam Islam tujuan puncak itu adalah kebahagiaan akhirat. Oleh sebab itu, segala pre-requisite untuk menjadi manusia yang bahagia di akhirat melalui harta akan sebanyak mungkin dipenuhi. Jika disebutkan . Disamping itu, norma (pertama) yang menyebutkan sebaik-baik harta adalah harta yang ada di tangan orang shaleh, secara tak langsung mensyaratkan suatu pribadi manusia yang shaleh untuk kemudian manusia tersebut mampu mendapatkan sebesar mungkin kemanfaatan hartanya. Dengan kesalehan, akan diperoleh kemanfaatan pada tingkat yang maksimum. Hal ini juga didorong oleh norma (kedua) sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi manusia lain. Norma pertama dan kedua pada dasarnya saling melengkapi dalam konteks sejajar. Maksudnya manusia yang mau bermanfaat maksimal sebaiknya menjadi shaleh terlebih dahulu, atau manusia yang shaleh adalah manusia yang ditunjukkan oleh kemanfaatan dirinya yang tinggi.
Sedangkan konsep penikmatan cenderung membuat manusia menjadikan kondisi memperoleh harta sebagai tujuan puncak. Dengan konsep penikmatan, manusia akan meletakkan perhatian penuh pada segala upaya untuk mendapatkan harta. Akhirnya dengan konsep ini manusia tidak lagi memperhatikan apakah proses mendapatkan harta itu baik atau tidak. Kesalehan tidak diperlukan dalam konsep ini, karena penyikapan harta terhenti pada prilaku penikmatan oleh manusia pemilik harta. Pada konsep ini kesalehan tidak menjadi isu, bahkan norma atau nilai-nilai agama menjadi tidak relevan. Orientasi menikmati sebanyak-banyaknya harta itulah yang kemudian menjadi norma.
Nah, apa yang menjadi konsep kita dalam menyikapi harta? Pemanfaatan atau penikmatan?