Selasa, 31 Maret 2009

Saya adalah Kader PKS


Betul, saya sudah memilih afiliasi politik saya pada Partai Keadilan Sejahtera. PKS merupakan ijtihad dakwah yang berusaha menawarkan pendekatan berbeda dalam memandang politik dan membangun bangsa. Politik dipandang sebagai alat memaksimalkan kemanfaatan setiap manusia bagi manusia lain, dalam rangka mencapai kemuliaan sebagai seorang manusia, yaitu "manusia yang paling bermanfaat bagi manusia lain." Kami diajar dan dididik oleh guru-guru kami bahwa menjadi pelayan ummat adalah sebuah jabatan yang mulia, maka berpolitik bukan menjadi sesuatu yang dihindari. Politik dengan wajah PKS menjadi salah satu jalan dakwah Islam.
Perjuangan PKS sejatinya perjuangan Islam, seruan PKS bukanlah seruan pada partai, tetapi pada Islam, pada keselamatan, pada perbaikan yang sejati di atas nilai-nilai ketuhanan. Oleh sebab itu disadari oleh setiap punggawa PKS, bahwa siapa saja yang memiliki visi, misi dan kerja yang sama dengan PKS, maka ia adalah keluarga PKS, tanpa perlu ia secara fisik ada diantara anggota partai ini. Bahkan jikapun mereka yang memiliki karakteristik itu ada di partai lain, maka tidak segan-segan PKS mengaku saudara dengan mereka, karena batasan sejati itu hanyalah Islam.
Dalam membangun bangsa, pada hakikatnya PKS bukan datang untuk membangun gedung-gedung yang megah nan mewah, jalan-jalan yang mulus atau jembatan-jembatan yang panjang, tetapi PKS bermisi membangun manusia yang berada di balik gedung-gedung itu, yang berlalu lalang di jalan dan jembatan itu, agar mereka betul-betul menjadi manusia. manusia yang dekat dan selalu dekat dengan Tuhannya.
Namun begitu PKS sadar bahwa mereka adalah kumpulan manusia, jamaah makhluk yang lemah, sehingga kesalahan dan kealpaan sudah pasti tidak bebas dari diri mereka. Jikapun mereka tidak pantas dikatakan kumpulan manusia shaleh, maka rasanya sudah lebih dari cukup bagi mereka dinisbahkan sebagai kumpulan anak manusia yang berusaha menjadi shaleh.

Senin, 30 Maret 2009

People Need People

Dear Ali Sakti,

Philanthropy is a well-entrenched component of Islamic finance. This week’s 2nd World Congress of Muslim Philanthropists in Abu Dhabi brought together people who understand that collaboration across the lines of faith and race is a necessity and not merely a choice. It was expected that the major Muslim philanthropic organizations would be there, such as the Organization of the Islamic Conference, the Islamic Development Bank, Emirates Foundation, King Khalid Foundation and Al-Waleed bin Talal Foundation.

However, also present were renowned industry experts and senior representatives of the United Nations, World Bank, Malaria No More, Reach Out to Asia, Religions for Peace and the Tony Blair Faith Foundation. They discussed global challenges, accountability and partnership building. It was an excellent opportunity for bridge building between participants, and it was reported that a series of high-level negotiations took place that are likely to foster partnerships for effective development.

The reality that organizations need to work more closely together to address challenges was underlined. In examining the global economic slowdown’s effect on Muslim philanthropy, speakers underlined the harmful effect that economic troubles have on the poorest members of society, but pointed out the encouraging fact that as needs increase during a recession so does giving. As this amount of giving increases, it was stressed that the onus should be on spending more efficiently, creating strategic partnerships and reducing non-developmental spending.

The congress also launched the Academy of Philanthropy to provide donor education with an emphasis on how to give strategically and safely. The academy will also partner with the Human Development Foundation to establish a Human Development Institute that will enhance the capacity of service delivery at the grassroots level.

Philanthropy is one facet of Islamic finance that hardly makes the news, but is a thriving activity. At the basic level, every Muslim who can afford it pays zakat or tithe to the religious authorities to aid the poor and needy. It’s a basic requirement for Muslims, and this fact alone should propagate a more acceptable impression of Islamic finance.

Much has been said recently about now being the best time to drive Islamic finance forward. People are disgusted with the avarice and crookedness of financiers and are seeking a prudent and ethical financial system that offers good governance and promotes only the productive use of money.

But it appears that the main stumbling block will be the people to manage Islamic finance. The growth trend of the sector indicates that its global employment needs will jump from 91,995 in 2007 to almost two million in 2020. This is an average of 135,000 new employees a year. With investment and asset management firm JPMorgan expecting GCC economies and other emerging markets to outpace developed countries this year, this forecast seems realistic.

As Muslims make up a quarter of the world’s population, practitioners of Islamic finance already have a strong platform to make their business vibrant enough to break the glass ceiling of race and religion and make it more than just a niche alternative. But they need human resource. In other words, people need people, just as in philanthropy.

Best regards,
IFN team

hubungan moneter dan riil dalam konsep makroekonomi dalam perspektif Islam

secara sederhana moneter dengan definisi konvensional muncul dalam perekonomian sebagai implikasi logis dari keberadaan bunga dalam praktek ekonomi. bunga kemudian menempatkan uang menjadi komoditas yang bisa di perdagangkan dengan berbagai macam bentuk dan cara. akhirnya produk-produk jual beli (sewa menyewa) uang memiliki pasarnya sendiri dengan karakter dan sekeranjang aturannya sendiri. dan pasar itu kini disebut dengan pasar moneter atau secara sektoral dikenal dengan sektor moneter.

pasar barang dan jasa atau sektor riil yang lebih dulu dikenal dalam ekonomi kemudian memiliki partner dalam memenuhi "kebutuhan" manusia sebagai pelaku ekonomi. maka terbangunlah kerangka bangunan ekonomi yang dianggap sebagai bangunan yang final. yaitu bangunan yang secara sektoral terbagi menjadi dua jenis aktifitas, yakni sektor riil dan moneter.

dalam Islam dengan absensinya bunga dalam ekonomi, tentu kesimpulan yang langsung mengemuka adalah tidak adanya sektor moneter dalam ruang lingkup pemahaman konvensional diatas. tidak ada bunga berarti uang tidak menjadi komoditi, berarti tidak ada pasar keuangan dengan segala macam bentuk dan cara transaksinya, tidak ada produk yang menempatkan uang sebagai objek transaksi (jual beli, sewa menyewa dan lain sebagainya).

dengan demikian untuk sementara dapat disimpulkan menggunakan logika-logika sederhana diatas: menjadi tidak relevan, instrumen-instrumen kebijakan moneter syariah menggunakan pola, karakter dan ruang lingkup logika kebijakan moneter konvensional. meskipun sebelumnya harus diperjelas apa itu moneter dalam syariah, dan apa yang menjadi tujuan, logika atau bahkan instrumen moneter untuk mencapai sasaran-sasaran kebijakan moneter dalam syariah. (bersambung).

Rabu, 25 Maret 2009

Kebijakan Moneter dalam Dual Monetary System

banyak yang bertanya seperti apa bentuk kebijakan moneter dalam sebuah perekonomian yang menganut dual monetary system. seperti apa instrumennya? dapatkah instrumen tersebut memuaskan kedua jenis praktek keuangan? masalah ini mengemuka di negara-negara yang secara terbuka memiliki landasan hukup pada kedua jenis praktek keuangan; konvensional dan syariah.

sebelum sampai pada perumusan bentuk kebijakan moneter dengan instrumen konkritnya, sebaiknya beberapa isu harus diperjelas terlebih dahulu kedudukannya. isu-isu tersebut diantaranya:

1. hubungan moneter dan riil dalam konsep makroekonomi dalam perspektif Islam
2. definisi dan posisi moneter dalam Islam
3. logika, rasionalitas dan transmisi moneter dalam Islam
4. tujuan moneter dalam Islam
5. asumsi inflasi dan money supply

kejelasan pemahaman pada sedikitnya 5 hal di atas akan semakin memberikan gambaran yang utuh tentang moneter dalam Islam itu seperti apa sepatutnya menjadi. kejelasan inilah yang akan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah diidentifikasi di atas. (bersambung)

Kamis, 19 Maret 2009

The UK Goes Right, the US Goes Wrong

Dear Ali Sakti,

When a financier lends money, he wants to know exactly what it’s going to be used for. He then determines the prospects of getting not only his money back but also some profit. When he does decide to lend the money, he lays down conditions on its use and the repayment mode. The larger the loan, the more concerned the financier will be over the proper use of the money.

Barack Obama rode into Washington with a posse of what he claimed were the smartest guys to rescue hapless America — and the rest of the world — from the financial crisis and wrangled astronomical amounts out of Congress. But it looks like the Wall Street gang has outwitted the neophyte in the White House.

Last fall, financial conglomerate AIG (“too huge to be allowed to fail”) had last fall already demonstrated it had no qualms about using the taxpayers’ bailout money for anything but productive purposes. So, why didn’t treasury secretary Timothy Geithner set out the rules for how this money was to be used? To top it off, the US government, which has an 80% stake in AIG, couldn’t impose on the latter’s managers how to use the public funds.

Baying for Geithner’s blood aside, this episode, which is the news of the week, serves to underline the urgency for ethics, good governance and aboveboard practices. This, at least, seems to be the train of thought across the Atlantic as the UK busily organizes the agenda for the G-20 summit in London on the 2nd April to fashion a new financial world order.

To set the pace, the UK’s Financial Services Authority (FSA) has begun working on a banking overhaul which could lead to, among others, a ban on the complex financial products blamed for triggering the credit crunch. These include instruments such as collateralized debt obligations. The FSA feels that some sophisticated financial instruments are simply too complicated to be used without unacceptable financial risks.

Also expected are much tighter rules on mortgage lending to prevent the lax credit conditions that preceded the current crisis. In the FSA’s crosshairs, too, are an overhaul of the bonus culture of banks and other financial institutions.

The FSA has promised a “revolution” that will lead to simpler banks and tougher regulation. Chairman Adair Turner sees less profitable banks taking fewer risks. The FSA’s faith in market forces and reliance on management’s scruples was “a mistaken philosophy”, he said, suggesting that a heavy hand will instead guide banks’ choices on what they invest in and how they account for them, whom they appoint to senior management and their remuneration.

The FSA said its new regime will likely cause banks “to pursue strategies which are primarily focused on classic commercial and retail banking activity”. There will be “fewer resources — in terms of people or total balance sheet — devoted to the complex and risky trading ctivities.”

With the FSA also having set the lead in nurturing and promoting Islamic finance, the UK could well be the role model Obama ought to be looking to. For the well-being of the global economy, he needs to succeed.

Best regards,
IFN team

Rabu, 18 Maret 2009

Sumber Bailout & Paket Stimulus US

Isu bahwa pemerintah Amerika Serikat (US) tidak memiliki cukup dana dalam menjalankan program bailout dan paket stimulus, mungkin dijawab oleh berita tentang The Fed yang akan membeli obligasi pemerintah sebesar lebih dari USD 1 triliun. Pembelian itu akan dilakukan bertahap, pertama sebesar USD 300 billion dan selanjutnya sekitar USD 750 billion.

Tindakan the Fed ini tentu menjadi angin segar bagi pelaku di sektor keuangan US. tapi apakah akan sustain dan bermanfaat secara makro. Bukankah ini hanya mencerminkan ketidak mampuan perekonomian menjaga stabilitas dan sustainabilitas ekonomi, atau bahkan merefleksikan tidak efisiennya ekonomi.

Karena dana sebesar itu sepatutnya bermanfaat memberikan kesejahteraan dan meningkatkan kualitas ekonomi masyarakat US, bukan untuk membayar dosa kesalahan sistem keuangan dan salah laku CEO industri keuangan. lihat saja ditengah upaya keras mengembalikan kepercayaan pasar dan membeli belas kasihan masyarakat yang uang pajak mereka terpakai dalam program pemulihan ini, AIG sebagai salah satu pasien pemerintah, berani-beraninya memberikan bonus sebesar USD 165 million (padahal AIG sedang diinfus di unit gawat darurat).

Jika tidak ada perubahan yang mendasar dalam mekanisme ekonomi US, maka kalaupun perekonomian mereka selamat kali ini, bahaya seperti ini akan terus mengancam mereka. Dan jika mereka jujur dalam keilmuan dan wawasan, sepatutnya sistem keuangan Islam akan mereka adopsi dalam waktu yang tidak lama.

Selasa, 17 Maret 2009

Optimisme Ben Bernanke

Ben Bernanke optimis krisis keuangan yang saat ini masih menampar negaranya akan berakhir pada akhir tahun 2009 ini. Mungkin ia mulai percaya diri dengan menanjaknya Dow dalama beberapa hari ini, meskipun sampai detik ini secara makro variabel ekonomi masih bergerak negatif. perkiraan pengangguran saja diakhir tahun ini akan mencapai angka dua digit, sekitar 10%. sementara akhir tahun lalu sudah menyentuh 8%.

penurunan angka pekerja, bermakna penurunan konsumsi (purchasing power), lebih dari sekedar program stimulus fiskal yang dibutuhkan US untuk menyelematkan kondisi buruk sektor riilnya. yang mungkin juga dilupakan adalah sentimen sosio-ekonomi-politik dunia yang dapat saja menjadi katalis penghancuran ekonomi mereka.

Minggu, 15 Maret 2009

Things To Ponder: Hakikat Ekonomi

lucu ya, lihat berita di majalah Forbes tentang orang-orang terkaya sejagat, Bill Gates menjadi yang terkaya mengalahkan Warren Buffe, karena Bill Gates menjadi lebih kaya bukan karena penambahan kekayaannya melebihi Warren, tetapi karena Bill Gates lebih sedikit menyusut kekayaannya dibanding Warren. Dengan tidak melakukan banyak aktifitas bisnis, karena pensiun dari Microsoft, Bill bisa menjadi lebih kaya dalam situasi krisis keuangan global ini.

Moral for Warren: if you want to earn something, please produce something, do not gambling all around hehehe...

Jumat, 13 Maret 2009

Inggris...ck...ck...ck...

Jreng! rekor kembali dibukukan negerinya Adam Smith, cetak duit! krisis memaksa mereka untuk mencetak uang baru. Alasannya menutupi kebutuhan dana untuk membeli obligasi pemerintah dan utang swasta. Artinya krisis memaksa mereka menambah uang beredar seperti yang biasa dilakukan oleh traditional economy (developing country).

Duh, Inggris yang katanya konservatif dalam kebijakan-kebijakan ekonomi, negara yang pernah menguasai 75% cadangan emas dunia pada masa kolonial, kini harus terpuruk jauh dalam kubang krisis. Kebijakan ini boleh jadi akan diikuti oleh negara lain di Eropa dan Amerika Serikat. we will see...

Untuk sementara, saat ini waktu yang tepat bagi kita Indonesia, untuk membusungkan dada bahwa kita memiliki ekonomi yang lebih baik, bukan hanya diantara negara-negara maju itu, tetapi utamanya dibandingkan dengan negara serantau; Malaysia, Thailand dan Singapura. Meskipun angin resesi mulai berhembus di atmosfer ekonomi Indonesia. all the best Indonesia!!!

Resesi Memburuk, Inggris Cetak Uang

Jumat, 13 Maret 2009 15:25 WIB
LONDON, KOMPAS.com — Pemangku kebijakan Bank of England, Kate Barker, menegaskan bahwa keputusan bank untuk membeli aset dengan uang yang baru dicetak sangatlah dibutuhkan untuk mencegah deflasi. Pasalnya, perekonomian di Inggris terlihat semakin memburuk. "Bukti sejak bulan lalu semakin menunjukkan lemahnya perekonomian dan rapuhnya pasar finansial. Outlook perekonomian juga telihat semakin suram," katanya dalam pidatonya di London, kemarin. Menurutnya, mencetak uang adalah langkah yang paling baik untuk menjaga target inflasi jangka menengah.

Bank of England menganggarkan 75 miliar pounds atau setara dengan 103 miliar dollar AS untuk membeli obligasi pemerintah dan utang perusahaan. Tujuannya untuk membantu perekonomian setelah bank sentral memangkas suku bunganya ke level yang cukup rendah.

Para pemangku kebijakan memprediksi, inflasi Inggris akan melambat seiring dengan resesi yang kian mencekik negeri Harry Potter itu. PDB Inggris terjungkal 1,5 persen pada kuartal keempat, paling besar sejak 1980. Prediksi bank sentral menunjukkan bahwa pertumbuhan perekonomian akan mulai bangkit pada kuartal kedua tahun depan, sementara inflasi akan menjadi 0,3 persen pada awal 2011.

Bank sentral memutuskan untuk memangkas suku bunganya menjadi 0,5 persen pada minggu lalu. Inilah level terendah sejak bank sentral didirikan pada tahun 1694. Bank sentral akan membeli 5 miliar pounds aset dengan uang yang baru dicetak minggu depan. (Femi Adi Soempeno/Kontan)

Rabu, 11 Maret 2009

Job Losses Worldwide

According to International Labour Organisation predictions, as many as 230 million people could be out of work by the end of 2009.

see: http://english.aljazeera.net/focus/outofwork/2009/02/200929131058678415.html

Senin, 09 Maret 2009

World Bank: Economy worst since (Great) Depression

World Bank says global economy to shrink for first time since World War II, dragged down by sharp decline in industry, trade.

NEW YORK (CNN) -- The world economy is on track to post its worst performance since the Great Depression, with developing countries bearing much of the economic pain, the World Bank said Monday.

Those countries face a credit shortfall of up to $700 billion, the bank said.
"The global economy is likely to shrink this year for the first time since World War II," the bank said, noting that global industrial production, by the middle of 2009, could be as much as 15% lower than in 2008.

Based on those projections, world trade is on track to record its largest decline in 80 years, with the sharpest losses expected in East Asia.

The World Bank, which helps finance the debt of developing nations, says the financial crisis will have long-term implications for them.

"Many institutions that have provided financial intermediation for developing country clients have virtually disappeared. Developing countries that can still access financial markets face higher borrowing costs, and lower capital flows, leading to weaker investment and slower growth in the future," the bank said.

"When this crisis began, people in developing countries, especially those in Africa, were the innocent bystanders in this crisis, yet they have no choice but to bear its harsh consequences," World Bank Managing Director Ngozi Okonjo-Iweala said in remarks prepared for a development conference in London on Monday.

According to the World Bank: "The most affected sectors are those that were the most dynamic, typically urban-based exporters, construction, mining and manufacturing. Cambodia, for example, has lost 30,000 jobs in the garment industry, its only significant export industry. More than half a million jobs have been lost in the last three months of 2008 in India, including in gems and jewelry, autos and textiles."

The World Bank says stimulus packages for the major economic powers will limit money for the developing world, hindering their economic growth.

"Clearly, fiscal resources do have to be injected in rich countries that are at the epicenter of the crisis. But channeling infrastructure investment to the developing world, where it can release bottlenecks to growth and quickly restore demand, can have an even bigger bang for the buck and should be a key element to recovery," Justin Yifu Lin, World Bank chief economist and senior vice president, said in remarks prepared for Monday's development conference in London.

Yin thinks developed countries will enhance their own recoveries if they spend some of their fiscal stimulus in developing countries.

Sabtu, 07 Maret 2009

kasian ya amerika... bodo ah...


mau kemana Amerika? beban ekonomi dari program bailout dan stimulus yang diperkirakan mencapai lebih dari USD 1000 billion, ditambah dengan beban 2 perang; Iraq dan Afghanistan, serta beban politik akibat kebijakan dual standard pada isu HAM, timur tengah, dunia Islam dan lain-lain, telah menguras ekonomi dan konsentrasi Amerika.


oleh sebab itu untuk amannya dalam beberapa tahun kedepan diperkirakan Amerika akan melunak pada kebijakan luar negerinya dalam rangka mendapatkan simpati dunia agar perekonomian dalam negerinya terbantu. saya sendiri tidak yakin Amerika memiliki dana penuh untuk program bailout dan stimulus fiskal. jika benar seperti itu Obama harus pandai-pandai mengambil hati sekutu-sekutunya untuk "ikut" membiayai program pemulihan ekonomi dalam negeri US melalui surat-surat utang negara atau obligasi.


atau setidak-tidaknya ia harus erbaik-baik dengan sentimen dan persepsi domestik amerika, karena minimal 2 tahun kedepan Obama akan banyak mengambil porsi dana taxpayers untuk program-program pemulihan ekonomi US. padahal pada satu perspektif program bailout dan stimulus fiskal akan mengambil dana rakyat yang ditujukan untuk menanggulangi prilaku salah urus para CEO-CEO "ngga" becus Amerika. Obama harus banyak-banyak memahami psikologi masa, baik masa domestik US maupun dunia internasional.


so, ga usah sungkan-sungkan lah Bos Obama, kalo butuh konsultan krisis, Indonesia punya pengalaman kok, hehehehe...

Amerika hancur kali ye...


eng ing eng..... duh ga sabar banget nih pengen lihat ending-nya...


Amerika Serikat; hancur..., engga..., hancur...., engga...., hancur kali ye....

US Unemployment Hits 25-year High


US unemployment has risen to 8.1 per cent, the highest level since December 1983, according to a US government report.

The US labour department report said on Friday that 651,000 jobs were lost from the struggling US economy in February.

Al Jazeera's John Terrett in New York said the figures were worse than many analysts had been expecting.

The US labour department's monthly report is seen as one of the best indicators of the state of the world's largest economy, which has struggled amid a global downturn and financial crisis.
Unemployment in US has now reached the highest level since December 1983, when the jobless rate was 8.3 per cent.

There are now 12.5 million people unemployed in the US, the highest number since record keeping began in 1940. Despite the news US stocks closed slightly up on Friday, with the Dow Jones Industrial Average rising 35.84 points, or 0.54 per cent, to 6,630.28 points. The US economy also lost 681,000 jobs in December and another 655,000 in January, the report said, revising earlier figures upward.

The figures put December's job losses as the worst on record since October 1949, officials said. In addition, the number of people forced to work part time for "economic reasons'' rose by 787,000 in February to 8.6 million, the report said.
Barack Obama, the US president, pledged to take action following the release of the report.
"It brings the total number of jobs lost in the recession to an astounding 4.4 million," Obama said, at a graduation ceremony for police cadets in Ohio who had their jobs saved by investment from Obama's $787bn economic stimulus plan.
"We have a responsbility to act and that is what I intend to do as President of the United States of America."

'Long-term threat'

Stephen Overall, an analyst from the London-based Work Foundation policy group, told Al Jazeera the global economic crisis was likely to get a lot worse in the coming months.
"We can rest assured that as the recession deepens, unemployment figures are likely to mount up.

"It is also important to remember that when economies return to growth, it can take a number of years for employment to bounce back again to pre-recession levels.

"For example, it took the UK six or seven years to return to what it was to the recession of the early 1990s, so it's quite a long-term threat until we see things return back to normal again".

Stimulus package

US companies are struggling with falling revenues, leading them to cut jobs in huge numbers, a step that is forcing households to further cut spending, creating a vicious cycle for the economy.
The Obama administration has introduced a massive economic stimulus package, in an attempt to boost the economy through government spending and tax cuts.

The news comes at the end of another bad week for the US economy, in which AIG, the insurance giant, reported $61.7bn quarterly losses, the worst ever for a US company.

On Thursday, auditors also reported "substantial doubts" over the future of General Motors, the US vehicle manufacturer, which is also struggling with huge losses following a sales slump.


Source: Al Jazeera and agencies

Kamis, 05 Maret 2009

Amerika Serikat Semakin Tenggelam

Mayday...mayday... mungkin ini kalimat-kalimat yang tidak putus-putus diteriakkan secara implisit oleh para CEO perusahaan US sejak akhir tahun lalu. Dan detik-detik terakhir ini para pemimpin politik US mulai satu-persatu meneriakkan kata-kata SOS yang sama.

Entah kalimat-kalimat seperti apalagi yang mampu menggambarkan kehancuran ekonomi US saat ini. Setiap hari tiada berita tanpa informasi PHK, bangkrut, bailout dan rekor kerugian. Indeks Dowjones terjun bebas di bawah angka 7000. AIG sebagai perusahaan asuransi terbesar di US mengalami kerugian hingga lebih dari USD 100 billion (dalam 5 triwulan ini) atau kurang lebih sebesar GDP negara Kuwait. GM dan Chrysler akan mem-PHK 50.000 pegawainya. Bahkan untuk membayangkan atau memprediksikan saja apa yang akan terjadi 3 atau 6 bulan kedepan, para pakar ekonomi mungkin sudah tidak tega melihat angka-angka ekonomi US. satu kata: mengerikan!

Ekonomi US mengkerut, artinya ekonomi mereka mundur beberapa tahun kebelakang. Bahkan ada yang mengatakan sudah mundur belasan tahun kebelakang. Ekonomi mereka telah mengalami resesi atau pertumbuhan negatif. Implikasinya pengangguran bertambah, kemiskinan, kesenjangan, atau menuju kerusuhan sosial? Bayangkan negara sebesar US akan mengalami social unrest seperti yang Indonesia alami tahun 1998, mungkinkah?

Seperti yang pernah saya tulis beberapa waktu lalu, skenario kehancuran ekonomi dari sektor keuangan akan berujung pada sektor riil. Jika kondisi ini tidak diperbaiki, maka tidak tertutup kemungkinan ia akan melewati tahap yang fatal yaitu ketika krisis ekonomi berubah menjadi krisis sosial. Kalau sampai krisis ekonomi memburuk menjadi krisis sosial, sendi-sendi bermasyarakat US akan hancur sehancur-hancurnya. Bom waktu di sektor sosial US seperti masalah kesenjangan dan sentimen rasial tentu akan meledak dan menghancurkan Amerika Serikat pada skala yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.

Dan jika krisis sosial inipun tidak dapat teratasi, tentu ia akan berujung pada krisis politik. Dan jika itu terjadi, tentu anomali krisis ekonomi, sosial dan politik akan membawa Amerika Serikat ke "Ground Zero", "Square One", mulai dari NOL!!! So, sangat-sangat menarik tahun 2009 ini untuk menyaksikan segala drama ekonomi ini berakhir pada kondisi seperti apa. Mari jangan anda sampai luput menyaksikan adegan peradegan dari drama terhebat awal abad 21 ini.

The Internationalization of Islamic Finance

Dear Ali Sakti,

Backing for greater use of Islamic finance to overcome the present financial woes has come from an unexpected source — the Vatican. An article in its newspaper says: “The ethical principles on which Islamic finance is based may bring banks closer to their clients and to the true spirit which should mark every financial service.”

Sukuk could be used to even fund the “car industry or the next Olympic Games in London”, it says. The newspaper had previously criticized the free market model for having “grown too much and badly in the past two decades”. The Vatican’s stand is that “the great religions have always had a common attention to the human dimension of the economy”.

This piece of news came just as the World Islamic Economic Forum (WIEF) wrapped up its meeting in Indonesia with a call for Islamic finance and banking to be developed as an alternative to the Wall Street model of doing business. The gathering of more than 1,550 delegates from 38 countries urged the Islamic Development Bank to take the lead in promoting Islamic finance.

Malaysian prime minister Abdullah Ahmad Badawi said the Islamic financial system’s ability to remain largely unscathed by the difficulties affecting the conventional international financial system is testament to its integrity and validity, and he expects to see Islamic finance play a more prominent role in the international financial system.

Hong Kong Monetary Authority chief executive Joseph Yam echoed Abdullah’s view on Islamic finance, saying it is being increasingly recognized as an alternative channel of financial intermediation not only within Islamic communities. “Islamic finance encourages business activities and generates legitimate profits and rests on principles of fairness, shared risk and ethical practices. There is much for us all to reflect on when considering how badly things have gone wrong recently in what might be called traditional finance.”

Efforts are indeed being stepped up to “internationalize” Islamic finance. Malaysia’s central bank recently signed a memorandum of understanding (MoU) with UK Trade and Investment to promote the mutual development of Islamic finance and business linkages. Islamic financial institutions in Malaysia are being encouraged to leverage on this MoU platform to build strategic partnerships with their counterparts to develop new value-added activities and to expand the market.

But even as it spreads its wings, Islamic finance should embrace the values of justice and fairness that benefit society and the system, says Bank Negara Malaysia governor Zeti Akhtar Aziz. “It is important for Islamic finance to transcend beyond just the pursuit of growth and monetary performance and emphasize ethical market conduct practices,” she stresses. These values, she points out, are similar to those found in ethical finance and socially responsible investment.

The close link between financial and productive flows shields the Islamic financial system from excessive leveraging, imprudent risk taking and speculative activities. This aspect ought to grab the attention of policy makers as they attempt to fashion a new and improved international financial system.

One of the essentials for Islamic finance to qualify is a well-functioning liquidity management framework in the form of a well-developed money market. Malaysia claims to have an efficient Islamic money market and now wants it to take on an international dimension and to allow for greater participation from a wider international financial community in this market.

Best regards,
IFN team