Senin, 31 Agustus 2009

Ekonomi Islam dan Ketauladanan


Perhatian pada praktek-praktek teknis ekonomi dan keuangan sedikit banyak telah melalaikan banyak pihak terhadap pentingnya pemahaman akhlak dalam berekonomi. Padahal pemahaman akhlak menjadi kesadaran awal yang paling penting dari wujudnya praktek-praktek teknis ekonomi dan keuangan Islam. Dan boleh jadi kekurang pahaman pada akhlak membuat praktek ekonomi dan keuangan Islam cenderung kehilangan “ruh”-nya. Praktek ekonomi dan keuangan Islam cenderung hanya meng-copy apa yang menjadi kelaziman ekonomi dan keuangan konvensional modern.

Akhlak ekonomi dan keuangan Islam merupakan hasil dari pemahaman akidah dan akhlak Islam. Penghambaan diri yang total kepada Allah SWT dengan semua konsekwensinya dan tata-kelola prilaku yang ter-sibghoh dengan nilai dan norma Islam membuat akhlak ekonomi dan keuangan menjadi luhur dan santun. Dan dengannya pelaksanaan syariat berupa praktek teknis ekonomi dan keuangan Islam menjadi tidak begitu sulit dilakukan. Dengannya pula bentuk-bentuk praktek-praktek teknis ekonomi dan keuangan Islam akan terpelihara ruhiyah-nya, deferensiasinya, keunggulannya dan kemanfaatannya.

Pembelajaran yang paling mudah dari akhlak ekonomi Islam ini adalah melalui ketauladanan Nabi, para Sahabat dan salafushaleh lainnya. Bagaimana Nabi memperlakukan hartanya yang terlihat pada kemurahan sedekahnya, kesederhanaannya, penahanan dirinya terhadap kemegahan dan lain sebagainya, menjadi ketauladanan ekonomi Islam yang utama. Para Sahabat pun tak kalah kayanya menyuguhkan ketauladanan, bahkan dari beliau-beliau kita mampu melihat sekaligus mencontoh transformasi seorang manusia dari jahiliyah menjadi Islam. Transformasi dari prilaku ekonomi jahiliyah menjadi Islami. Sedangkan para salafushaleh memberikan referensi yang lebih modern dan lebih bervariatif seiring dengan semakin kompleksnya kehidupan ekonomi manusia.

Ketauladanan menjadi sumber ilmu yang lebih efektif dan efisien dalam mengambil hikmah dibandingkan teori-teori yang masih membutuhkan keahlian menerjemahkan dalam praktek. Ketauladanan mereduksi salah tafsir sehingga penting bagi pemerhati ekonomi dan keuangan Islam untuk menggali ilmu melalui cerita-cerita ketauladanan manusia-manusia mulia terdahulu. Literatur tentang kisah-kisah hidup manusia-manusia shaleh sepatutnya menjadi referensi wajib menemani literatur-literatur utama dalam pembelajaran ekonomi dan keuangan Islam.

Kitab-kitab seperti Riyadhushalihin dan kitab-kitab sejenis lainnya sangat penting untuk kembali dibuka, dipelajari dan dicontohi. Dan kitab-kita baru tentang ketauladanan sebaiknya mulai pula ditulis, yaitu kitab-kitab ketauladanan yang lebih sesuai dengan perkembangan dan kompleksitas ekonomi modern saat ini. sehingga buku-buku ketauladanan menjadi handbook bagi mereka pecinta dan pejuang amal. Sehingga masyarakat tahu ketauladanan utuh dari Islam dan kemuliaan-kemuliaannya.

Begitu pula kita yang katanya telah memproklamirkan diri sebagai pemerhati ekonomi dan keuangan Islam apalagi sebagai praktisi, sudah sewajarnya telah menjalankan ketauladanan-ketauladanan ekonomi dan keuangan Islam tersebut. Kebiasaan sedekah, tidak bermewah-mewah, menjaga diri dari hal-hal yang subhat apalagi yang haram, kesederhanaan hidup sepatutnya telah menjadi kebiasaan atau bahkan karakter kita. Dengan begitu, kita inilah yang menjadi cermin bagi semua masyarakat (sebagai objek dakwah kita) dari ketauladanan Islam dalam ekonomi dan keuangan dari para manusia shaleh terdahulu.

Mari suguhkan kembali pada dunia ketauladanan-ketauladanan Islam yang suci, yang akan memuliakan manusia dan semua penghuni alam semesta. Bismillah.

Minggu, 30 Agustus 2009

Komunitas Kebaikan


Setiap Sabtu pagi-sore atau Ahad pagi-sore saya lihat dijalanan beragam komunitas yang menunjukkan kebanggaan hobby mereka. Ada komunitas sepeda ontel, komunitas sepeda “bike to work”, komunitas sepeda motor berdasarkan merek atau lokasi pergaulan, begitu juga komunitas mobil tertentu, komunitas jantung sehat atau komunitas memancing. Di dunia maya juga “bergentayangan” komunitas penulis, komunitas blogers, komunitas penggiat ilmu dan lain sebagainya.

Sepulang saya dari pengajarkan pelatihan Ahad lalu, saya kembali merenungkan sesuatu, “lantas setelah ini apa yang harus aku lakukan?” Antusiasme masyarakat terhadap berbagai kebaikan begitu tingginya, kenapa Islam ini belum memberikan keteduhan dan kenyamanan bagi kehidupan. Hhmmm... mungkin sebuah komunitas kebaikan dari sebuah pembinaan dakwah Islam belum terbentuk dia masih berproses. Tarbiyah Islamiyah dalam pembentukan komunitas Islam masih ada pada tahapan sosialisasi (kembali). Sosialisasi tentang apa itu Islam. Ya harus diakui. Dakwah sedang menyadarkan pemiliknya, yaitu ummat Islam itu sendiri.

Tetapi kalau dipikir-pikir, diskusi keislaman pada semua aspek kehidupan telah sangat lama dilakukan, apa tidak sebaiknya tahapan dakwah kini dinaikkan derajatnya menjadi bukan lagi tahapan sosialisasi tetapi tahapan amal. Berbuat! Semua nilai, norma, teori dan pengetahuan tentang kebaikan pada semua aspek Islam harus ditransformasi menjadi amal. Semua manusia harus melihat ketauladanan Islam. Sehingga keteduhan dan ketentraman Islam akan dirasakan oleh kehidupan.

Mari hidupkan komunitas-komunitas amal shaleh! Komunitas amal ekonomi Islam, komunitas amal pecinta infak dan sedekah, komunitas amal pecinta hidup sederhana, komunitas amal pembebas riba dan judi, komunitas amal amar ma’ruf nahi munkar, komunitas amal pecinta shalat jamaah, komunitas amal pecinta bank syariah, komunitas amal pejuang budaya bersih, komunitas amal anti korupsi, komunitas amal pecinta anak yatim, komunitas amal pecinta masjid, komunitas amal pecinta sedekah pagi, komunitas amal...

Ya mari hidupkan komunitas Islam yang akan menjadi anugrah bagi seluruh alam semesta.

Jumat, 28 Agustus 2009

HIKMAH RAMADHAN: DAKWAH!




Strategi dakwah itu banyak bentuk dan cukup variatif latar belakang alasannya. Namun yang perlu sama-sama disepakati adalah tujuannya, yang kurang lebih adalah Islahul Ummah (perbaikan masyarakat) menuju pada Al Mujtama’ Al Islamiyah (Masyarakat Islam) yang diidam-idamkan.

Strategi Dakwah memang punya ijtihadnya masing-masing, saya secara pribadi meyakini bahwa sumber dan modal dakwahitu tunggal yaitu Islam yang bersumber dari Qur’an dan Sunnah. Namun malangnya, terdapat banyak versi interpretasi Islam di akhir zaman ini. Sehingga sangat dibutuhkan kehati-hatian dan kesungguhan dalam memahami Islam. Apalagi jika kemudian ingin menyampaikan risalah Islam melalui dakwah.

Dakwah sepatutnya menjadi bagian dari Harokatul Inqod (gerakan penyelamatan), sehingga salah memilih strategi dan salah menyampaikan isinya, alih-alih menyelamatkan malah mungkin melemahkan atau bahkan menyesatkan.

Dengan pemikiran diatas, kita lihat medan dakwah saat ini, masyarakat kita tenggelam dalam penyakit wahn (cinta dunia takut mati) yang kronis. Namun yang menyenangkan adalah mulai bangkitnya semangat (hamasah) keislaman yang terus membesar pada masyarakat kita. Tetapi kerikil dakwah dan tipu daya syetan membuat semangat itu tenggelam dalam forum-forum diskusi saja, pengajian-pengajian yang memuaskan ruhani tanpa berbuah pada amal-amal perbaikan ummat. Orang-orang kaya semangat keislamannya disalurkan pada pengajian-pengajian tasawuf yang sifatnya menjadi ajang penunaian kewajiban ruhani, tanpa pernah berakhir pada perubahan sifat, sikap dan kebiasaan (amal). Pengajian-pengajian yang menjamur tidak kemudian berujung pada penyatuan gerakan perbaikan, penyatuan langkah dakwah.

Kalau sudah seperti ini, bukankah sangat wajar kita kemudian mempertanyakan apakah ada yang salah dalam dakwah, strateginya, materinya. Pernahkah dakwah disusun perencanaannya secara sistematis dan terukur? Pernahkah pula dilakukan evaluasinya? Sehingga kerja dakwah bukanlah pengulangan tetapi perbaikan yang berujung pada kondisi ummat yang semakin baik, semakin baik dan semakin baik. Membuat umat yang tidak tahu menjadi tahu, yang tahu menjadi paham, dan yang paham menjadi beramal, akhirnya yang beramal kemudian mengajak manusia lain untuk tahu, paham dan beramal. Dan harapannya akan ada gelombang amal yang kemudian merubah ummat.

Kalau ternyata dakwah hanya dilakukan tanpa perencanaan, tidak berkesinambungan, tidak sistematis dan terukur, dakwah akan kehilangan fungsinya. Atau mungkin kita memperlakukan dakwah hanya sekedar seperti kita berdagang, dimana dakwah berikut strategi dan isinya diperlakukan seperti produk, yang kemunculannya tergantung kekuatan demand dan supply.

Kalau kita masih perlakukan dakwah seperti berniaga, yakin deh kita tidak kemana-mana dan kita tidak merubah apa-apa.


Dakwah itu bukanlah tetesan air yang tak teratur yang tidak memberikan perubahan apa-apa tetapi ia ibarat tetesan air yang banyak yang turun pada satu tempat dan waktu yang sama, yang kemudian namanya berubah menjadi hujan, dimana tetesan-tetesan air itu membuat tak ada sejengkal tanahpun yang tak basah, menyuburkannya dan membuat udara menjadi lebih bersih.

Kamis, 27 Agustus 2009

hancurkan aku sebelum semua hancur karenaku!


ya Allah...
kalau saja aku tidak peduli dengan Engkau,
kalau saja aku tidak takut pada neraka,
kalau saja aku tidak berharap-harap pada syurga,
pasti aku sudah tunaikan semua mauku...

jika tidak kutahu dunia ini hanya sementara,
jika tidak kupahami bahwa ada kematian di ujung sana,
jika tidak kumengerti ada siksa yang abadi dibalik mati,
mungkin aku tidak di sini berdiri dengan bimbang
antara harapan dan harapan

ya Allah...

aku masih di sudut sempit ruangan-Mu
masih menggaruk-garuk dinding menghiba pada-Mu
sesekali kubuka kitab-kitab kebajikan dan kebenaran
tetapi sering kali menatap kosong
bermimpi dapatkan hidangan dunia

ya Allah...
seandainya aku tak ingat Engkau...
hancurkan aku sebelum semua hancur karenaku!

Rabu, 2009 Februari 11

Islamic Finance News: Conquering the West

Dear Ali Sakti,

This issue’s focus includes an in-depth look at developments related to Islamic finance in France and Luxembourg. The outlook for this sector continues to be encouraging in the rest of Europe too, with advances being made in the Netherlands, Germany, Italy and Spain, and Malta wanting to be the Mediterranean’s Islamic finance center.

While London is trying to brand itself as the industry’s hub for Europe, Paris is determined to challenge this. It has been tinkering with its legal lattice to facilitate this; as our reports note, French law is based on principles that are similar to those of Shariah.

Luxembourg, one of the world’s leading financial centers, is also positioning itself to be the premier European center for Islamic finance. Islamic finance in Luxembourg has seen remarkable growth, and can lay claim to the fact that it hosted the first Islamic financial institution in a non-Muslim country, way back in 1978.

Paving the way in Europe are domestic and Middle East Islamic finance institutions and their focus is almost entirely on asset management. That could change in the coming months, should the initiatives being pursued in the conventional finance sphere come through.

President Nicolas Sarkozy of France has outlined plans for a national loan to rebuild and redesign French industry, forming a blue ribbon panel to work out how best to spend the money. The bond is speculated to raise between EUR80 billion (US$114.1 billion) and EUR100 billion (US$142.6 billion).

The funding will go towards the advancement of a knowledge economy, competitiveness and industrial innovation. Sarkozy said the money would be used to set France’s industrial focus in a high-tech direction, such as “nanotechnology, biotechnology and energy storage”. Aren’t projects in these fields right up the alley of the Islamic finance practitioners?

While the conventional finance sector will most likely get the lion’s share of the financing, it would be good to see Islamic finance institutions also making a case for their involvement. For instance, part of the bond issue could be in the form of Sukuk, which could draw participation from the Middle East and Asia. The Islamic finance players could also be competitive in bidding for the various “real economy” projects and activities.

The conventional sector is providing other opportunities as well, mainly due to its stubbornness to stick to its old ways, showing that it refuses to learn from the global financial crisis. The talk is once more of "flexibility" and "innovation", of "liquidity" and "competitiveness". These are among the seductive words the conventional players had used to lure clients in the “good old days” and these words are being more frequently used now.

Conventional finance, going by the trend it is sticking to, is in fact on a “beggar thy neighbor” strategy as opposed to the “prosper thy neighbor” approach of Islamic finance.With Europe continuing to be plagued by problems caused by conventional finance, it is developing into a land of plentiful opportunities for Islamic finance practitioners. However, for them to establish a gainful presence, they need to show not only initiative but also out-of-the-box thinking.


Best regards,
IFN team

Rabu, 26 Agustus 2009

Handbook Kampanye Hidup Sederhana

Ingat pada prinsip

1. Orientasi hidup adalah syurga
2. Hakikat hidup adalah beribadah kepada Allah SWT
3. Sukses hidup adalah bermanfaat bagi manusia lain & lingkungan
4. Allah SWT tidak melihat hasil usaha tetapi melihat apakah usaha dilakukan atau tidak
5. Usaha itu berdasarkan kemampuan masing-masing manusia


Amal hidup sederhana:

  1. Hindari utang
  2. Beli apa yang menjadi kebutuhan
  3. Belanja makanan pokokmu sepatutnya lebih besar dari belanja cemilanmu; cek daftar belanjamu lebih banyak makanan yang melayani kemalasan atau kebutuhan untuk beraktifitas, yang akhirnya memangkas potensi infak dan sedekahmu.
  4. Pakaianmu betul-betul pakaian yang dipakai bukan hanya jadi hiasan dan pelengkap lemari; cek lemarimu lebih banyak pakaian yang kau pakai atau pakaian yang abadi terlipat di lemari. Cek juga apakah pakaianmu melayani kebutuhan menutup auratmu atau melayani kesombonganmu.
  5. Rumahmu adalah rumah yang ditinggali bukan menjadi gudang tak terpakai; cek rumah dan tanahmu lebih banyak yang dimanfaatkan atau melompong terbengkalai.
  6. Perlengkapan rumah adalah alat melancarkan aktifitas rumah; cek perlengkapan rumahmu lebih banyak yang terpakai atau menjadi penghuni gudang atau sekedar dipandang-pandang.
  7. Handphonemu adalah alat yang melancarkan komunikasi dan silaturahmi; cek HP-mu dari sekian jumlahnya berapa banyak yang telah melalaikanmu dan menyita waktu ibadahmu.
  8. Mobil dan motormu adalah alat transportasi yang melancarkan mobilitasmu; cek motormu lebih melayani kebutuhanmu atau sekedar melayani hobby dan gaya hidupmu, yang membuat harga mobil/motor harus kalah dengan asesorisnya.
Sekedar muhasabah pada diri dan harta kita...

UMKM dan LKMS Indonesia: Nasi atau Sekedar Gula-Gula Ekonomi?


Beberapa hari lalu tanggal 13 sampai dengan tanggal 20 Agustus 2009 saya berkesempatan menemani bekas dosen saya di program Master of Economic IIU Malaysia Dr. Mohammed Obaidullah, untuk menggali informasi terkait pelaksanaan BMT dan Koperasi Syariah di Indonesia. Penelitian pada BMT dan Koperasi Syariah Indonesia merupakan kelanjutan dari penelitian sebelumnya tentang keuangan mikro di negeri-negeri muslim termasuk Indonesia yang Beliau selesaikan tahun lalu.

Beliau ternyata mengaku menemukan sistem keuangan mikro di Indonesia termasuk keuangan mikro syariah, sebagai sistem keuangan mikro yang paling lengkap. Di Indonesia keuangan mikro secara formal diatur dan menjadi bagian integral sistem keuangan nasional. Lembaga keuangan mikronya paling variatif, infrastrukturnya pun terbilang telah berjalan dengan baik. Khusus untuk keuangan mikro syariah BMT memainkan peran yang cukup signifikan dalam pengembangan usaha mikro Indonesia.

Keuangan mikro syariah Indonesia telah menjadi nafas lain dalam gegap-gempita pengembangan sistem keuangan syariah nasional. Bahkan keuangan mikro syariah ini telah mewarnai bangunan sistem keuangan syariah nasional, terlebih lagi secara formal sektor perbankan memiliki lembaga bank yang fokus pada keuangan mikro syariah yaitu BPRS. Dan pada sisi perbankan umum, portfolio pembiayaannya didominasi oleh pembiayaan UMKM (lebih dari 70%).

Kondisi ini membuat corak keuangan syariah Indonesia memiliki karakteristik yang kuat dalam mendukung perkembangan sektor produktif (sektor riil) sekaligus menjaga tingkat kepatuhan pada prinsip syariah pada level yang diatas rata-rata negara lain. Karakteristik ini yang diyakini mampu menjaga daya tahan industri keuangan syariah terhadap badai keuangan eksternal.

Dr. Obaidullah bahkan menyinggung inkonsistensi dan ketidakjelasan arah pengembangan sistem keuangan syariah di Malaysia. Malaysia menggunakan strategi duplikasi keuangan konvensional untuk mengembangkan industri keuangan syariah mereka. Tetapi menurut beliau, at the end of the day, sistem keuangan syariah kehilangan identitasnya, kehilangan diferensiasinya, kehilangan keunggulannya, kehilangan relevansinya, dan akhirnya kehilangan kemafaatannya. Akibat tidak memiliki diferensiasi kata Beliau, pakar di Malaysia sudah berpendapat disiplin ilmu ikutan dari keuangan syariah seperti Akuntansi Syariah menjadi tidak dibutuhkan. Karena esensi prakteknya keuangan syariah tidak beda dengan keuangan konvensional.

Pengakuan pada dinamika keuangan mikro Indonesia, pada hakikatnya mencerminkan perkembangan yang baik pula pada sektor mikro atau UMKM Indonesia. Besarnya labor force yang terserap di sektor UMKM dan dominasi struktur perekonomian serta dengan besarnya pasar Indonesia, UMKM menjadi tambang emas bagi sektor usaha Indonesia. UMKM seharusnya menjadi industri yang dipelihara, dipertahankan dan akhirnya menjadi kebijakan formal yang dominan dalam pembangunan ekonomi nasional. UMKM tidak sepatutnya menjadi sektor yang dimarginalkan secara politik, hukum, sosial-budaya dan pendidikan.

Secara politik, UMKM tidak menjadi perhatian para politisi sehingga minim sekali kita lihat produk-produk hukum semacam UU yang mendukung pengembangan sektor ini. UU untuk sektor ini baru saja muncul tahun lalu yaitu UU No. 20 tahun 2008 setelah lama ditunggu, sementara UU Lembaga Keuangan Mikro yang sangat ditunggu masih terkatung-katung entah dimana. Sedangkan dari sisi hukum, usaha UMKM paling minim pelindungan hukumnya, terlebih lagi sektor mikro-kecil informal yang selalu terusir dari tempat mereka berusaha dengan dalih ketertiban dan keindahan.

Dari sisi sosial-budaya UMKM dikelompokkan pada usaha yang rendah, tidak berkualitas dan murahan, terlebih lagi usaha mikro-kecil-informal. Kesan-kesan tersebut kemudian membuat dunia pendidikan tidak memberi tempat sedikitpun untuk lahirnya sarjana-sarjana UMKM dan keuangan mikro. Sektor-sektor UMKM dan keuangan mikro hanya akan mendapatkan SDM residu yang memang tidak diterima sektor usaha besar –formal. SDM UMKM dan keuangan mikro cenderung SDM berkualitas second best (kecuali mereka yang memiliki idealisme).

Namun dengan sempitnya ruang gerak di sektor keuangan buntut krisis keuangan global, lembaga keuangan besar khususnya perbankan mencoba mencari terobosan baru dengan melirik sektor usaha riil mikro di pasar-pasar potensial seperti Indonesia. Potensi pasar indonesia yang begitu besar membuat banyak lambaga keuangan termasuk lembaga keuangan asing mulai fokus berstrategi menggarap usaha mikro tanah air. Namun tidak semua mereka mampu mengulang sukses BRI unit, meskipun BRI unit relatif hanya berfokus pada sektor pertanian dan daerah pedesaan. Banyak kendala yang mereka hadapi.

Salah satu kendala yang serius yang dihadapi oleh perbankan umum (komersil) dalam melayani UMKM, adalah prosedur atau birokrasi perbankan yang tidak cocok dengan karakteristik UMKM. Kondisi dan budaya bisnis yang beragam dan tradisional membuat UMKM relatif tidak sesuai dengan birokrasi bank umum yang biasanya lebih rapih, sistematis dan terukur. Itu mengapa, lembaga keuangan mikro non-perbankan relatif lebih mampu memainkan perannya melayani sektor ini.

Lihat saja bagaimana Koperasi dan BMT mampu menjamur dan berkembang di sudut-sudut pasar atau sentra- sentra ekonomi kecil. Koperasi sudah mencapai lebih dari 149.793 unit dimana didalamnya terdapat lebih dari 3200 BMT. Disamping itu telah ada 4000 lebih BRI unit, 500 lebih lembaga dana sosial yang juga melayani kebutuhan keuangan mikro. Atau cermati strategi beberapa bank asing masuk ke sektor mikro ini melalui bentuk lembaga pembiayaan.
Agar tidak kehilangan kekuatan ekonomi domestiknya, pemerintah harus secara serius menata sektor UMKM sekaligus keuangan mikro dan mengkoreksi kebijakan pembangunan ekonominya agar lebih memperhatikan sektor UMKM domestik. UMKM dengan keuangan mikronya sudah sangat layak menjadi jatidiri perekonomian nasional.

Selasa, 25 Agustus 2009

Tidak Tahu, Tahu, Sadar dan Berbuat

Sepanjang perjalanan menggunakan kereta ekonomi dari pondok ranji menuju tanah abang saya melihat pemandangan yang kurang meng-enak-kan, baik pada mata maupun hati. Pemandangan pemukiman kumuh yang dikepung oleh gundukan-gundukan sampah dibantaran rel kereta api yang aku naiki. Setelah itu kulihat beberapa perempuan dan laki-laki meriung di sebuah meja, saling tertawa sambil nyeruput kopi dan tak lupa rokok ditangan-tangan mereka. Duh, bukankah Ramadhan baru saja dimulai? Bukannya semangat Ramadhan masih besar dan ada penghormatan padanya? Dan tak lama berselang, pandanganku terpesona pada satu pemandangan hingga membuatku tersenyum, pemandangan beberapa ibu yang duduk melingkar bukan tadarus sebagai sisa-sisa subuh Ramadhan, tetapi sedang main kartu remi!!!

Apa yang anda fikirkan jika berjumpa dengan pemandangan yang sama dengan yang saya pandang?

Ramadhan: Ini Saatnya Dirimu Bersama Allah


Ramadhan adalah tempat dan waktu yang sangat pribadi antara seorang manusia dengan Tuhannya. Sifat. Tuhan sendiri yang mengatakan kalau pahala puasa itu persoalan pribadi antara Dia dengan hambanya yang berpuasa. Tuhan langsung yang akan memberikan ganjaran puasa. Dan Ramadhan ini adalah saat-saat pribadi itu.

Waktu-waktu bersama Tuhan dibuka setiap saat pada Ramadhan ini, di waktu paginya, siangnya apalagi malamnya. Padahal Ramadhan boleh jadi sebuah sinyal bahwa Tuhan ingin bercengkrama dengan kita. Tuhan rindu dengan makhluk ciptaan-nya yang bernama manusia ini. Makhluk yang Ia sayang-sayang, sampai-sampai mekhluk terdahulunya diperintahkan sujud pada manusia. Tuhan sisihkan waktu berupa Ramadhan untuk bercengkrama melepas rindu. Bahkan Ramadhan menjadi seruan kepada semua makhluk kesayangannya yang lama berkelana jauh dari-Nya untuk kembali pada “pelukan” hangat-Nya.

Tidakkah kau dengar azan Ramadhan lebih syahdu seruannya, tidakkah kau rasakan tartil tilawah Qur’an Ramadhan lebih mendayu merdu nadanya, tidakkah kau kau sadari mejelis-majelis ilmu Ramadhan lebih teduh kumpulannya, tidakkah kau pahami amal-amal shaleh Ramadhan lebih membangkitkan selera dan semangat kehidupan, tidakkah Ramadhan membuat kita lebih tentram dan tersenyum. Duhai diri.. Tuhan sudah menunggu di sudut-sudut waktu Ramadhan, ya menantimu, menanti aku, menanti kita semua pada ruang-ruang pribadi-Nya.

Pernahkah sedikit kita mencari hikmah dari semua yang pernah kita alami? Ternyata Tuhan sudah mencoba mendekat pada kita, tetapi kita mengacuhkan-Nya. Pagi-pagi sekali Tuhan mencoba mendekat melalui kehadiran pengemis yang meminta sedikit receh yang tersisa di saku kita, tetapi dengan dalih buru-buru, keluar kalimat “lain kali ya bu”. Menjelang siang telephone kita berdering dari seorang famili yang terdesak keadaan mengharapkan pinjaman. Namun setelah berbasa-basi panjang lagi-lagi kita tolak permohonannya dengan alasan sisa tabungan kita hanya cukup untuk berjaga-jaga. Padahal kita pun belum tahu pasti berjaga-jaga untuk apa.

Siang harinya selesai kita tunaikan kewajiban dzuhur, seorang kawan meminta waktumu untuk sekedar mendengarkan keluh kesahnya dari sederet masalah yang menderanya, tetapi dengan halus kita katakan “lewat sms aja ya, aku mau ke ATM, harus bayar kartu kreditku yang jatuh tempo”. Padahal kita tahu kawan itu tidak punya handphone. Menjelang sore, email kita kedap-kedip, kita terima email dari seorang kawan yang butuh dana untuk membantu pengobatan anaknya. Entah sengaja atau tidak akhirnya kita perlakukan email itu seperti emal biasa lainnya; baca kemudian lupakan. Sore hari, menjelang senja, malam hari, kita dihadapkan momen-momen serupa tetapi respon kita tetap sama, acuh.

Kita sedikit insyafi diri. Bukankah Tuhan setiap saat ingin dekat? Ingin memberikan kasih sayang-Nya? Menumpahkan semua hidayah yang Dia punya hanya untuk kita. Tetapi kitalah yang kemudian membuat “pertemuan” cinta itu tidak terjadi. Kita lari menjauh dari uluran tangan dan pelukan-Nya.

Ramadhan, saat dimana Tuhan bentangkan tangan-Nya di semua sudut waktu, di setiap ruang dan setiap peristiwa. Bahkan jalan menuju-Nya, Tuhan berikan banyak cahaya, agar kita tahu arah kemana kita menuju. Ramadhan, waktu khusus kita dengan Dia.

Senin, 24 Agustus 2009

Ramadhan Laboratorium Ekonomi Islam


Dalam banyak tulisan dan kesempatan saya selalu mengungkapkan argumen bahwa Ekonomi Islam secara umum “bermain” pada dua area, yaitu prilaku manusia dan sistem aplikasi. Akidah dan akhlak Islam menjadi inspirasi utama terbentuknya prilaku ekonomi masif dalam sebuah perekonomian. sementara syariat Islam memberikan warna dan bentuk operasional ekonomi yang harus dipatuhi oleh setiap pihak.

Ramadhan sebagai sebuah bulan spesial yang memberikan peluang manusia untuk baik dihadapan Tuhan, memiliki berbagai kriteria khusus dalam Ramadhan yang membuat manusia berprilaku khusus pula, seperti prilaku yang lebih dermawan, lebih menahan diri untuk konsumtif, menjaga diri dari konsumsi yang sia-sia, dan lain sebagainya. Ramadhan memberikan atmosfer yang berbeda yang membuat orang berprilaku “beda”. Dengan begitu, mudah bagi perekonomian Islam mendapatkan “pembeli”-nya, mudah menjalankan sendi-sendi sistemnya.

Oleh sebab itu, sangat tepat jika Ramadhan menjadi laboratorium ekonomi syariah. Bagi pemerhati, Ramadhan bermanfaat menemukan hipotesa-hipotesa teori ekonomi Islam, karena prilaku kebaikan muncul di permukaan berupa aktifitas ekonomi masyarakat. Bagi praktisi, Ramadhan menjadi bulan yang bersahabat untuk menjalankan propagandanya memperbesar pasar dan volume usaha mereka. Bagi ulama dan regulator, Ramadhan menjadi momen yang paling tepat untuk meng-upgrade pengetahuan, pemahaman sekaligus militansi masyarakat terhadap aktifitas-aktifitas ekonomi Islam. Bahkan Ramadhan harus bisa memunculkan tingkat penerimaan dan keberpihakan semua pihak terhadap perekonomian Islam.

Semoga jejak Ramadhan selalu ada pada bulan-bulan setelahnya, sehingga Ramadhan selanjutnya kita tidak mengulang-ulang kerja-kerja yang sama dalam pengembangan ekonomi Islam di tanah air. Amin.

Minggu, 23 Agustus 2009

Alam Semesta yang Kutelan


Kutimang-timang dunia dengan seluruh isinya
Sesekali kupeluk dan rasakan kelembutannya dengan pipiku
Tapi setiap kali pula ada rasa tak nyaman di dada ini
Akhirnya, kutelan ia sekaligus dengan jagat raya

Kutelan alam semesta berikut ruang-ruang tak terhingganya
Kutelan dunia agar tak ada lagi yang ditimang dan mengganggu
Kutelan ia agar tak ada ingin dan mau yang tersisa
Karena kutahu hanya dunia yang membuatku memiliki ingin dan mau

Akhirnya aku menjadi makhluk tunggal dihadapan Tuhanku
Menjadi satu-satunya dzat yang diperhatikan dan disayangi

Ramadhan: Kemerdekaan Jiwa dan Kemerdekaan Bangsa





Pelaksanaan ibadah puasa ramadhan tahun ini bertepatan pada bulan perayaan kemerdekaan tanah air tercinta. Dua momen yang sebenarnya memeiliki satu pesan positif, yaitu pembebasan. Pembebasan pada momen kemerdekaan intinya adalah pembebasan bangsa dari penjajahan secara fisik. Sedangkan pada momen Ramadhan hakikatnya adalah pembebasan jiwa dari penjajahan kurungan budaya/rutinitas dosa.

Seorang pejuang kemerdekaan pernah dengan semangat melantangkan pekikan “merdeka atau mati”. Sebuah pekikan yang sangat jelas menunjukkan sebuah semangat perjuangan dan kesediaan berkorban. Pejuang itu seakan ingin menyampaikan pesan bahwa kebebasan bangsa tidak berasal dari pemberian sukarela. Pembebasan bangsa harus diperjuangkan dengan kesungguhan, harus diupayakan dengan segenap tenaga. Meskipun begitu disela-sela perjuangan, pejuang dituntut untuk siap sedia berkorban apa saja dan berapapun harganya. Tetapi mungkin semua perjuangan dan pengorbanan menjadi sangat layak karena imbalannya adalah sebuah bangsa yang merdeka.

Sama halnya dengan pembebasan bangsa, Ramadhan juga menjadi momen yang tepat untuk memulai upaya pembebasan jiwa. Jiwa yang bebas dari budaya dosa. Sehingga diakhir Ramadhan manusia akan kemudian menjadi manusia berjiwa bersih. Namun selayaknya perjuangan kemerdekaan pejuang tadi, upaya pembebasan jiwa juga membutuhkan perjuangan dan kesungguhan serta pengorbanan yang tak terkira.

Perjuangan dan kesungguhan membebaskan jiwa dari kemaksiatan dilakukan dengan mengucilkan diri dari pusat-pusat dosa, memenjara hawa nafsu dan keinginan yang kotor lagi busuk. Di samping itu, pembebasan jiwa juga harus ditempuh melalui pembersihan dosa dengan prosesi-prosesi ibadah dan doa-doa mengharap ampunan. Itu mengapa Ramadhan menjadi bulan spesial bagi setiap pribadi untuk “bercengkrama”, berakrab-akrab dengan Tuhan, agar kasih sayang-Nya tercurah bagi pembersihan dosa dari jiwa mereka.

Pejuang Ramadhan akan dengan efisien memanfaatkan detik demi detik waktu yang dimiliki oleh Ramadhan. Dengan semua fasilitas yang dimiliki Ramadhan, seperti pelipatan ganda amal shaleh, doa yang mudah didengar dan dikabulkan, penghapusan dosa, kasih sayang Tuhan yang deras tercurah, pejuang Ramadhan memiliki peluang yang besar untuk membebsakan jiwanya dari belenggu dan kotornya dosa. Baginya Ramadhan adalah waktu yang tepat untuk melakukan “penyerangan” untuk membebaskan dirinya, menebus diringa dengan serangan mematikan ke jantung belenggu dosa.

Kepada semua pejuang Ramadhan yang telah menunggu sepanjang tahun, inilah waktumu! Waktu menebus dirimu! Waktu membebaskan jiwamu! Waktu yang tepat untuk bersatu baris dengan mereka yang telah bershaf rapi, bergerak menuju gerbang cahaya yang terang benderang, yang didalamnya ada keteduhan dahsyat yang tiada tara. Barisan manusia bercahaya karena Ramadhan-Ramadhan mereka, barisan yang bersiap menjadi penghuni Syurga! Ya kita menuju syurga, Majuuuu!

Rabu, 19 Agustus 2009

...satu peristiwa positif ternyata mampu membawa banyak peristiwa positif berikutnya, meskipun seringkali awalnya kita melihat peristiwa itu begitu negatif...

Senin, 17 Agustus 2009

...sensitiflah terhadap hak orang lain, perhatikan dan tunaikan segera hak mereka. sementara kita tinggalkan hak kita pada pemeliharaan Allah SWT...

Jumat, 14 Agustus 2009

Ujian dalam Kerja Dakwah


Riuh rendah pembicaraan tentang terorisme di tanah air ternyata pengaruhnya sampai pada kerja-kerja Dakwah yang selama ini sudah menjadi pilihan banyak orang. Saya sendiri akhirnya harus tersenyum kecut menyikapi perkembangan akhir-akhir ini.

Kecenderungan agar berhati-hati terhadap forum-forum pengajian, berhati-hati pada orang-orang yang aktif berbuat baik dan mengajak berbuat baik, berhati-hati pada ustadz dan kehati-hatian yang lain. Kehati-hatian ini merupakan himbauan positif yang mencoba memecahkan masalah yang dihadapi saat ini. Tetapi harus diakui bahwa kehati-hatian yang berlebihan membuat kecurigaan yang tidak kondusif bagi interaksi kemasyarakatan.

Bahkan disalah satu website berita nasional memberikan opini bahwa “teroris” memiliki kebiasaan mengontrak rumah, bergaul aktif di masjid-masjid serta rajin membuka pengajian pemuda dan remaja. Masya Allah, sejauh itukah kecurigaan harus dibangun. Akhirnya kerja-kerja kebaikan (dakwah) harus berhadapan dengan gosip, hasutan, kecurigaan yang berlebihan.

Saya sempat bercanda dengan teman, ciri-ciri yang dituliskan oleh opini website di atas itu “gue banget”; ngontrak rumah, dapat amanah menjadi pengurus masjid dan berusaha menghidupkan pengajian-pengajian mahasiswa, pemuda dan remaja.

Ada segelintir manusia yang frustasi melihat keadaan ummat Islam, dan dengan semangat yang berlebihan mengambil jalan yang tidak ahsan (baik) dalam kelaziman dakwah. Melakukan pembelaan ummat dengan cara yang tidak tepat. Terkadang saya berdoa meminta Allah SWT memberikan petunjuk kepada semua pihak, yang benar itu tampak kebenarannya dan yang salah betul-betul kelihatan kesalahannya, dan Allah SWT berikan kemudahan kami menjalani masa-masa fitnah sebelum dan sesudahnya.

Kami yang mengambil jalan “pembelaan” ummat dengan mencoba membumikan Islam dan mensosialisasikan Islam pada ummat yang saat ini jauh dari Islam, akhirnya harus juga menanggung “hukuman” sosial. Hukuman yang tercipta oleh opini, ketakutan, kecurigaan atau bahkan hasutan.

Saya kemudian hanya menginsyafi diri saja, coba meyakinkan diri, bahwa ini salah satu ujian dakwah. Yang sudah menjadi kefitrahan jalan ini. Jalan ini tidaklah mulus, lancar dan lengkap dengan banyaknya fasilitas. Jalan ini adalah jalan perjuangan, sekaligus jalan yang menuntut pengorbanan.

Saya sadar saya jauh dari pantas untuk disebut orang yang shaleh apalagi beriman. Tetapi setidaknya saya adalah orang yang mencoba dan berusaha keras untuk menjadi orang shaleh dan beriman. Saya tidak peduli apakah nanti saya akan menjadi beriman atau shaleh, tetapi saya akan dan selalu pastikan kalau saya ada di jalan menuju kesana. Sampai sejauh ini, jalan inilah yang saya pilih.

Selasa, 11 Agustus 2009

Indonesia adalah Raksasa Ekonomi Asia Tenggara

Perlahan-lahan aset perbankan nasional beralih tangan kepada perusahaan asing. Dan beberapa kawan mengomentari kecenderungan ini. Sayapun terusik untuk sedikit “mempermasalahkan” fenomena ini. Analisa saya secara sederhana seperti ini; masuknya kapitalis asing boleh jadi mencerminkan beberapa indikasi:

1. pasar ekonomi domestik yang besar masih menjanjikan keuntungan abnormal profit. perlu diingat besarnya pasar dapat terjadi akibat semakin konsumtifnya pelaku pasar atau karena memang jumlah populasi pelaku pasar yang besar. Indonesia memiliki populasi yang besar dan sangat berpotensi untuk "memperdalam" pasar melalui rangsangan preferensi konsumsi dari pelaku yang ada. bayangkan populasi Malaysia yang "cuma" 24 juta dibandingkan populasi Indonesia yang 230 juta. pembesaran volume ekonomi Malaysia yang paling realistis saat ini hanyalah ekspor, tapi dengan kondisi ekonomi global yang krisis, yang membuat semua negara menahan belanja impor, jalan yang memungkinkan bagi Malaysia untuk menjaga volume ekonominya adalah meningkatkan perekonomian domestik. tapi apa yang diharapkan dari 24 juta populasi ketika perekonomian mendekati kapasitas terpasang (full employment), paling-paling memaksa warga negara semakin konsumtif (kalo ga mau dibilang semakin rakus). akhirnya masuk akal jika strategi yang ditempuh Malaysia untuk memperluas pasar, sekaligus menyalurkan capital idle dalam negeri mereka berupa ekspansi ekonomi berupa pembelian aset negara lain/swasta di negara lain. pembelian itu hakikatnya hanyalah memperluas pasar.

2. margin profit sektor riil kita tergolong paling tinggi rate-nya, khususnya di sektor UMKM. ga heran makin banyak capitalist raksasa asing terjun "total football" di sektor tersebut. lihat saja langkah-langkah citifinance dan DBS yang merambah hingga tingkat kecamatan dalam melayani kebutuhan pembiayaan UMKM, dimana sebelumnya Danamon dengan DSP-nya mencoba menantang pemain lama yaitu BRI unit. kecenderungan ini hakikatnya tidaklah memakan pangsa pasar LKM/S (lembaga keuangan mikro/syariah) mengingat kebutuhan modal usaha yang masih besar di sektor ini, sementara existing lembaga keuangan mikro kapasitasnya sangatlah minim. beberapa sumber menyebutkan potensi UMKM itu sampai mencapai Rp3000 triliun sementara kapasitas LKM/S maksimal paling-paling hanya Rp30 triliun.

bagaimana konsekwensi dari kecenderungan ini? bisa plus bisa minus tergantung kita menggunakan kaca mata apa. tapi saat ini saya hanya ingin menggunakan kaca mata nasionalisme saja, sehingga konsekwensi minus yang akhirnya muncul dibenak saya.

Kamis, 06 Agustus 2009

Seperti Apa Kematianmu: Merenungi Kematian Michael Jackson, Mbah Surip & WS Rendra


Ada yang mengatakan salah satu indikator kesuksesan hidup adalah kematian. Mungkin ada benarnya. Karena kematian adalah saat dimana orang akan dikenang buruk atau dikenang baik. Mungkin yang luput, kenangan itu sifatnya penilaian bumi dan dunia, bagaimana dengan penilaian langit dan akhirat?

Dalam Islam kesuksesan adalah keharuman nama di bumi dan keharuman nama di langit. Ada manusia yang reputasinya begitu megah di dunia, tetapi terpuruk di akhirat. Sebaliknya, ada yang hancur di dunia tetapi begitu dihormati kelak di akhirat. Namun ada juga yang rusak dikeduanya atau harum dikeduanya.

Baru-baru ini kita lihat prosesi kematian beruntun dari orang-orang yang dikenal luas, Michael Jackson, Mbak Surip dan malam tadi WS Rendra. Semoga mereka dapatkan akhirat yang terbaik.

Tapi jika ingin berkaca, lihat kematian Sahabat Rasulullah Barra bin Malik, yang sebelumnya berdoa dengan penuh harap agar kematiannya dengan cara yang terhormat dan mulia, yaitu syahid. Beliau ditemukan para sahabatnya terbaring di medan jihad dalam keadaan saling menusuk dengan musuhnya. Allah kabulkan doa dari lisan yang sudah dimohonkan oleh Rasulullah, bahwa setiap doa dari lisan Barra akan diijabah Allah SWT. Beliau tidak minta harta, kuasa atau bahkan wanita, beliau hanya minta kematian dengan cara yang mulia.

Lihat kematian Salman al Farisi, yang menangis tersedu-sedu dalam sakaratul mautnya, karena merasa memiliki harta melimpah yang beliau khawatir tidak sanggup mempertanggung jawabkannya. Padahal harta yang melimpah itu hanya berupa tongkat, sorban dan bejana air. Ketika detik-detik menjelang ajal, beliau sempat meminta istrinya untuk membuka semua pintu dan jendela di rumahnya, dengan alasan dia ingin menyambut malaikat pencabut nyawa, Izrail dengan sukacita.

Lihat kematian Ahmad Yasin, pemimpin spiritual Gerakan Pembebas Palestina Hamas, yang harus menghadap Penciptanya dengan cara dirudal oleh helikopter apache Israel sekeluarnya beliau dari masjid usai menunaikan shalat subuh. Meskipun tewas, jasad beliau ditemukan utuh sedang bersandar di dinding masjid.

Nah sekarang lihat kematian Kemal al Taturk, manusia yang digelari Bapak Modern Turki. Prosesi kematiannya ternyata menyedihkan. Setelah sekian lama dihinggapi penyakit yang tak kunjung sembuh dan menyakitkan; penyakit kulit dan kelamin, akhirnya kematian menjemputnya. Tetapi jasad jenazahnya tak diinginkan oleh bumi ketika hendak ditanam, sehingga jenazah Al taturk harus ditindih berton marmer agar dapat dikuburkan.

Atau lihat prosesi kematian mantan pemimpin Ariel Sharon yang saat ini masih berlangsung. Sharon yang dikenal sebagai Penjagal dari Shatila, harus menderita dengan penyakit yang tidak diketahui sebabnya. Organ perutnya telah membusuk namun nyawa masih terus ada dalam jasadnya.

Bercermin dengan itu semua, sudahkah kita rencanakan, kematian seperti apa yang kita ingin dapatkan? Ingatlah saudaraku, masa depan yang sudah pasti kita temui hanyalah kematian!

Rabu, 05 Agustus 2009

melegakan semua penghuni bumi...

Pertanyaan masa depan bukanlah mau menjadi siapa, tetapi mau menjadi apa. Karena memang setiap pribadi istimewa, setiap manusia memiliki peran tak tergantikan di alam semesta. Jadi jangan mengeluh. Menjadilah seperti apa kamu sepatutnya menjadi. Menjadi manusia yang melegakan semua penghuni bumi.

Senin, 03 Agustus 2009

Strategi Pemerataan Ekonomi: Mutualisma Kota dan Desa


Beberapa tahun lalu masyarakat sedikit dibuat tersenyum dengan kebijakan pemberlakuan cuti bersama yang sempat membuat hari libur cukup banyak dinikmati para pekerja Indonesia. Semangat kebijakan tersebut adalah efisiensi kerja dan penataan irama kerja. Tetapi ternyata ada implikasi ekonomi yang dari perspektif tertentu memberikan pengaruh positif bagi kualitas pertumbuhan ekonomi, yaitu implikasi pada pemerataan ekonomi.

Masa libur cenderung membuat masyarakat perkotaan untuk menghabiskan cutinya di tempat-tempat rekreasi, kampung halaman, wisata di pedesaan berudara bersih, belanja, wisata kuliner bersama keluarga dan lain sebagainya. Kecenderungan ini membuat ada aliran yang dana yang cukup signifikan dari daerah urban kedaerah pedesaan atau satelit kota. Alokasi sumberdaya akan menjadi lebih merata dan efisien. Perkotaan sebagai pusat industri dan kapital dapat melakukan saluran sumberdayanya ke pedesaan dengan cukup efektif.

Kecenderungan ini pula sebaiknya dimanfaatkan pemerintah-pemerintah daerah dalam mengembangkan potensi pedesaannya menjadi tempat-tempat tujuan liburan dengan berbagai bentuk kelebihan pelayanannya. Dari wisata desa yang menjual gaya hidup desa dengan aktifitas bertani, menggembala hewan atau membuat tembikar sampai dengan menjadi tempat rehat dengan nuansa desa yang menarik bagi penduduk urban, atau sekedar menjadi tempat transit menarik sekedar merasakan kuliner-kuliner unik pedesaan.

Disamping itu, konsep “menjual” pedesaan kepada penduduk urban dapat dilakukan dengan mengintegrasikan potensi desa yang ada. Misalnya banyaknya pesantren disuatu daerah sepatutnya dapat menawarkan wisata rohani bagi masyarakat kota yang sibuk dengan urusan bisnisnya. Atau bahkan berkelanjutan pada pembinaan rohani yang berkesinambungan setelah itu. Inovasi konsep-konsep jualan itu harus dimiliki pemerintah daerah dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten atau bahkan tingkat provinsi.

Pemerintah daerah juga sebaiknya mulai sadar bahwa pengembangan desa tidak melulu memaksa masyarakat desa menjadi petani menggarap lahan atau program transmigrasi, tetapi juga dapat menjadi tempat “belanja” penduduk urban. Konsep ini harus terus dieksplorasi sehingga betul-betul hubungan mutualisma Kota dan desa dapat tercipta. Dengan begitu, kondisi infioritas pedesaan atau superioritas perkotaan tidak terjadi. Dan yang terpenting adalah (sedikit-banyak) terjawabnya masalah klasik ekonomi yaitu pemerataan ekonomi. Pada akhirnya konsep transmigrasi yang saat ini dominan bersifat memaksa berubah menjadi sukarela.

Pada intinya strategi pemerataan ekonomi ini muncul dari keyakinan bahwa pasar adalah jantung ekonomi. Upaya mempertemukan kekuatan permintaan dan penawaran menjadi pedoman dalam memakmurkan ekonomi. Dan mempertemukan permintaan masyarakat urban dengan potensi ekonomi (sekaligus sosial) pedesaan merupakan bentuk pasar modern yang implikasinya sangat positif, baik secara ekonomi maupun interaksi dan harmonisasi sosial.

Oleh sebab itu, kebijakan cuti bersama pada waktu-waktu tertentu sebenarnya patut difikirkan ulang dan dikelola dengan baik agar tidak menekan produktifitas industri perkotaan, tetapi mampu dijadikan instrumen kebijakan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi pedesaan, khususnya pemerataan ekonomi. Kebijakan waktu cuti tidak harus sama antara satu daerah dengan daerah lain, mengingat karakteristik perkotaan dan pedesaan antara satu daerah dengan daerah lain juga berbeda kondisinya.

Selanjutnya jika pasar ini berkembang, upaya-upaya yang kemudian dilakukan adalah meningkatkan kualitas hubungan mutualisma kota dan desa, baik dari sisi pendidikan, kebudayaan, dan lain sebagainya. Atau meningkatkan hubungan mutualisma tadi tidak sekedar pada hubungan yang terjadi pada waktu-waktu liburan atau akhir pekan. Tetapi hubungan yang lebih langgeng berkelanjutan. Seperti menjadikan pedesaan sebagai basis pendidikan sekolah menengah yang menggunakan konsep boarding (asrama).

Indonesia kaya dengan beragam potensi ekonominya. Besarnya populasi dan luasnya wilayah Indonesia yang mencerminkan besarnya pasar yang dimilikinya. Oleh sebab itu, eksplorasi perekonomian domestik harus terus dilakukandalam rangka mewujudkan kemandirian ekonomi dan ketahanan perekonomian domestik. Indonesia sudah sepantasnya mendapatkan kondisi perekonomian yang mapan dan terdepan dibandingkan negara serantaunya.