Minggu, 28 Februari 2010

Rahasia Alam Itu Bernama Manusia


Manusia di luar sana sibuk “mengobong-obok” angkasa demi mendapatkan penggal-demi penggal rahasia alam semesta. Padahal kunci rahasia itu ada pada dirinya. Ya, kunci rahasia itu adalah manusia itu sendiri. Bagaimana bisa? Dengan logika Islam, rasionalitasnya adalah seperti ini.

Manusia adalah titik sentral jagad semesta. Alam ini diciptakan, dipersiapkan dan disediakan untuk manusia. Alam berevolusi jutaan tahun dari batu, mineral, tumbuh-tumbuhan sampai dengan hewan-hewanan pada hakikatnya bersolek diri untuk menyambut kedatangan makhluk sempurna yaitu manusia.

Alam dibentuk sekaligus membentuk diri dalam rangka menyediakan tempat bagi manusia, dimana manusia memiliki kelebihan dan kekurangannya. Dengan begitu alam betul-betul harus sesuai dengan manusia. Terlebih lagi manusia hadir menjadi pemimpin semua penduduk alam (khalifah). Manusia menjadi pemimpin atas gunung dan lembah, tumbuhan dan hewan, daratan dan samudera, bumi dan langit, bulan dan bintang, semua isi alam semesta. Jadi yang menjadi tokoh utama kehidupan ini adalah manusia, bukan benda-benda alam yang lain.

Benda-benda alam hakikatnya ada karena manusia ada, bahkan waktu saja menjadi bernilai dan bermakna ketika ada manusia. Oleh sebab itu, wajar disimpulkan bahwa untuk memahami jagad semesta ini adalah memahami manusia. Karena manusialah alam semesta ini dihamparkan dengan begitu indah dan genap bilangannya. Sehingga, tujuan dan manfaat, fungsi dan kegunaan alam semesta, semuanya ditujukan bagi manusia. Dan dengan itu semua manusia terpelihara hidup dan kehidupannya, serta optimal kemanusiaannya dihadapan Tuhan Sang Penguasa Alam dan Manusia.

Kamis, 25 Februari 2010

Orientasi Pembangunan Ekonomi Publik


Kewajiban sistem zakat secara tersendiri sudah memberikan indikasi yang cukup untuk menjawab pertanyaan “ke arah mana” pembangunan ekonomi publik dalam Islam. Nature sistem zakat baik pada pengumpulan maupun pendistribusiannya menjadi inspirasi utama pembangunan ekonomi publik. Sistem zakat menempatkan golongan masyarakat dhuafa dan mereka yang tidak memiliki kapasitas untuk aktif dalam ekonomi menjadi titik sentral pembangunan ekonomi publik.

Secara umum ekonomi publik Islam bertujuan meng-cover kelompok masyarakat yang paling rentan untuk lalai terhadap tujuan pembangunan manusia/ekonomi, yaitu penghambaan kepada Tuhan yang Maha Agung. Kelompok masyarakat yang lemah secara ekonomi akan banyak memiliki alasan untuk lalai melakukan kewajibannya kepada Tuhan. Oleh sebab itu, ekonomi publik Islam menjadi buffer instruments paling akhir untuk menjaga ekonomi barada di atas rel pembangunan ekonomi yang benar.

Misi pembangunan ekonomi publik mengacu pada misi atau tujuan ekonomi Islam, yaitu tujuan Islam itu sendiri; mengembalikan atau menjaga manusia pada fungsi kemanusiaannya. Apa itu? Beribadah kepada Allah SWT. Sesuai dengan berita Tuhan dalam Qur’an, bahwa tidak diciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah. Dalam paradigma dasar inilah kerangka berfikir ekonomi publik membangun. Sehingga hakikat ekonomi publik sebenarnya adalah pembebasan manusia dari ketidakberdayaan pada kondisi untuk tidak beribadah.

Urgensi paradigma atau kerangka fikir ini tergambar pada krusial dan sentralnya peran zakat sebagai instrumen utama ekonomi. Pentingnya zakat dalam ekonomi itu seperti pentingnya shalat dalam beribadah.

Selanjutnya secara fisik ekonomi, keberadaan instrumen ekonomi publik bukan hanya meningkatkan tingkat keterlibatan ekonomi masyarakat dhuafa, tetapi secara kualitas, instrumen tersebut mendorong tingkat kesadaran masyarakat dalam beribadah. Kendala ekonomi yang kerap menjadi alasan utama dari kelalaian ibadah sepatutnya dapat diselesaikan oleh ekonomi publik. Oleh sebab itu, pada tingkat tertentu keberhasilan ekonomi publik dapat terlihat pada dua variabel ini; yaitu tingkat keterlibatan ekonomi masyarakat dan tingkat kesadaran beribadah.

Rabu, 24 Februari 2010

Orientasi Pembangunan Ekonomi Moneter


Orientasi pembangunan ekonomi sektor moneter secara sederhana telah tergambar pada prinsip-prinsip dasar yang telah digariskan oleh syariat Islam. Prinsip pelarangan bunga, spekulasi dan gharar telah memberikan gambaran awal mengenai “mau dibawa kemana” sektor moneter dalam pembangunan ekonomi.

Pelarangan bunga, spekulasi dan gharar pada dasarnya menjadi intstrumen utama dalam mewujudkan misi ekonomi Islam secara luas dalam sektor moneter. Semangat ekonomi yang diusung adalah semangat maksimalisasi distribusi pendapatan dan kekayaan (wealth and income distribution). Ini pula yang kemudian menjadi pedoman pembangunan sektor moneter.

Pelarangan bunga, spekulasi dan gharar, secara ekonomi memiliki makna pencegahan kecenderungan pelipatgandaan atau pengkonsentrasian uang yang mencegah misalokasi sumber daya atau mendorong optimalisasi sektor produktif ekonomi. Oleh sebab itu, segala upaya pembangunan ekonomi dalam sektor moneter sepatutnya mengarah pada pencegahan pelipatgandaan atau konsentrasi uang, atau membuat ekonomi semaksimal mungkin fokus/optimal pada aktifitas ekonomi produktif.

Dengan begitu, secara berdampingan dengan sektor publik dan sosial, pembangunan sektor moneter dalam ruang lingkup ekonomi Islam hakikatnya adalah upaya mendorong aktifitas ekonomi produktif di sektor riil. Pembangunan sektor moneter sebenarnya adalah upaya pelancaran mekanisme intermediasi modal dari pemilik dana kepada sektor usaha.

Perangkat-perangkat seperti struktur, infrastruktur, regulasi dan kebijakan dalam sektor moneter haruslah memastikan prinsip-prinsip aplikasi yang digariskan syariah terlaksana secara disiplin. Sehingga misi moneter Islam; pencegahan pelipatgandaan dan konsentrasi uang serta fokus pada pembangunan sektor ekonomi produktif, akan secara optimal dapat dilaksanakan dan dicapai.

Orientasi Pembangunan Ekonomi


Beberapa waktu yang lalu saya dan beberapa teman terlibat diskusi yang relatif serius meskipun tetap informal. Kami berdiskusi tentang visi, arah atau orientasi pembangunan ekonomi negara tercinta ini yang terkesan tidak jelas mau berjalan kearah mana. Pada simpul-simpul pembangunan, masing-masing pemimpin memiliki rencananya sendiri-sendiri. Setiap mereka sepertinya ingin mengukir prasastinya sendiri-sendiri, yang akhirnya akan menjadi pahala sejarah yang dapat dibanggakan dimana saja kapan saja pada masa yang akan datang.

Kondisi seperti ini hampir ada pada semua tingkat pembangunan, semua tingkat kepemimpinan, intinya mereka tidak memiliki kesatuan visi, arah atau orientasi pembangunan. Pembangunan lebih dialamatkan sebagai sebuah prestasi pencapaian pemimpin instead of sebuah upaya pembangunan masyarakat yang berkesinambungan, terencana, sistematis dan terukur. Pembangunan sememangnya tidak bisa dibatasi oleh pemilu yang berlangsung tiap lima tahun sekali. Jika pemimpin baru terpilih pada satu pemilu, maka arah pembangunan akan berubah lagi begitu seterusnya. Akhirnya pembangunan itu sendiri terombang-ambing karena ketidakmenentuan arah pembangunan itu sendiri.

Inilah risiko jika pembangunan bergantung sepenuhnya pada proses demokrasi suara terbanyak. Ketika masyarakat peserta demokrasi masih terbatas kematangannya, kedewasaannya, atau bahkan keimanannya. Maka proses demokrasi suara terbanyak akan memberikan hasil yang penuh dengan manipulasi dan tipu daya. Akhirnya berujung pada kualitas pemimpin-pemimpin yang rendah, dan tentu saja memiliki visi dan taste pembangunan yang kurang layak. Kelemahan sistem politik, hukum dan budaya bergabung dengan kelemahan sistem ekonomi dan keterbelakangan sistem pendidikan membuat masalah visi, arah dan orientasi pembangunan menjadi semakin kacau.

Bagaimana dengan Islam? Sejak awal Islam sudah memberikan arah lewat kewajiban puncak bagi manusia, yaitu dua kalimat syahadat. Syahadat menjadi pedoman arah hidup manusia dan semua kegiatan hidupnya, terlebih lagi bagi upaya-upaya pembangunan manusia dan lingkungannya. Syahadat yang memuat proklamasi sekaligus janji setia kepada Allah sebagai Tuhan menjadi arah hidup dan pedoman hidup. Oleh sebab itu akan terlihat bagaimana konsistensi Islam dalam menempatkan Allah sebagai tujuan hidup dan tujuan mereka berupaya di dunia termasuk pembangunan ekonomi. Syahadat juga yang memberikan petunjuk bahwa cara yang paling mudah dan sederhana dalam menjalankan semua aktifitas hidup adalah mencontoh Nabi Rasulullah SAW.

Singkatnya akidah dan akhlak yang telah digariskan Islam telah menjadi arah awal dari setiap upaya pembangunan kehidupan dalam payung Islam. Orientasi penghambaan kepada Tuhan dan prilaku-prilaku yang luhur menjadi karakteristik dasar pembangunan dalam Islam, termasuk pembangunan ekonomi. Terlebih lagi dengan keberadaan Syariat (prinsip hukum-hukum Islam), orientasi penghambaan tersebut terjaga dengan begitu disiplin. Dengan syariat, pembangunan ekonomi harus mengikuti panduan tertentu yang standard dan baku, dan dengannya pembangunan ekonomi memiliki visi, arah atau orientasi yang semakin tampak jelas.

Prinsip-prinsip kewajiban zakat, pelarangan riba – maysir dan lain sebagainya, menjadi contoh yang sangat nyata, dimana pembangunan ekonomi akhirnya menuju pada satu bentuk perekonomian yang khas. Dengan karakter kuat dari akidah dan akhlak serta dilengkapi dengan prinsip-prinsip syariah, maka akan terlihat elemen-elemen ekonomi yang akan dibangun seperti struktur, infrastruktur, regulasi dan kebijakan akan membentuk menyesuaikan diri dengan akidah, akhlak dan syariah Islam.

Dengan struktur, infrastruktur, regulasi dan kebijakan yang mengacu pada paradigma dan hukum-hukum Islam, dapat dibayangkan apa yang akan terbangun dan menjadi karakteristik dari bangunan-bangunan ekonomi di sektor riil, moneter, publik dan sosial. Menggunakan prinsip Islam, sektor riil menjadi sektor puncak atau muara terakhir dari semua aktifitas ekonomi. sektor riil menjadi landasan semua pergerakan atau aktifitas ekonomi. keberadaan sektor moneter bukanlah sektor sejajar dari sektor riil, tetapi menjadi sektor pendukung kelancaran aktifitas ekonomi sektor riil.

Titik sentral pembangunan ekonomi dalam Islam pada dasarnya terletak pada pembangunan manusia. Pembangunan ekonomi pada hakikatnya hanya menjadi sasaran antara, sementara sasaran puncaknya adalah mengantarkan manusia pada posisi mulia di hadapan Tuhan. Nah pembangunan ekonomi seperti apa yang mampu memuliakan manusia? Itulah arah pembangunan ekonomi yang sebenarnya. Dan tentu saja pembangunan ekonomi yang mengakomodasi kehendak Tuhan menjadi sandaran, yaitu pembangunan ekonomi yang konsisten pada akidah, akhlak dan syariat Islam.

Selasa, 23 Februari 2010

rinduku...

Syair ini pernah saya muat dalam blog ini beberapa waktu yang lalu, tetapi saya ingin sekali membaginya kembali. Di tengah emosi yang begitu bimbang, di antara banyak pilihan hidup, di malam dan siang yang tidak jelas kelam dan cahaya... saya tengadahkan wajah ke langit, dan kulantunkan syair ini bagi Sang Perkasa Penghuni Aras...

Alam Semesta yang Kutelan

Kutimang-timang dunia dengan seluruh isinya
Sesekali kupeluk dan rasakan kelembutannya dengan pipiku
Tapi setiap kali pula ada rasa tak nyaman di dada ini
Akhirnya, kutelan ia sekaligus dengan jagat raya

Kutelan alam semesta berikut ruang-ruang tak terhingganya
Kutelan dunia agar tak ada lagi yang ditimang dan mengganggu
Kutelan ia agar tak ada ingin dan mau yang tersisa
Karena kutahu hanya dunia yang membuatku memiliki ingin dan mau

Akhirnya aku menjadi makhluk tunggal dihadapan Tuhanku
Menjadi satu-satunya dzat yang diperhatikan dan disayangi

Ensiklopedi Hadits - Kitab 9 Imam

Dengan niatan ikut berkontribusi memasyarakatkan Hadits, usaha teman-teman yang mencoba mengkompilasi hadits-hadits dalam sebuah ensiklopedi digital seperti ini harus diapresiasi dan kemudian dibantu untuk disebarkan seluas-luasnya. Silakan bagi yang berminat.



Kitab 9 Imam merupakan program komputer berbasis Windows yang berisi 60 ribu lebih hadits dari kitab-kitab Hadits yang disusun oleh 9 Imam Hadits terkemuka. More...

Contents:
Lebih dari 60.000 hadits disertai data yang lengkap
9 pilihan kitab Imam Hadits yang tersohor
Data perawi hadits
Sanad / jalan sampainya hadits
Data hadits pendukung (Takhrij) & Komparasi Hadits
Ilmu Hadits ringkas dan mudah



Plus:
Indeks Hadits
Kumpulan Hadits berdasarkan kategori
Komparasi Hadits
Pencarian & Penyalinan Teks Arab dan Indonesia
Biografi 9 Imam Hadits
Daftar Rawi
On-Screen Keyboard for Arabic

System Requirements:
Pentium III 600MHZ (P.IV recommended), RAM 128MB (256MB recommended)
Windows 98, 2000 (XP recommended)

Minggu, 21 Februari 2010

Dapat Musibah Pagi Ini? Tersenyumlah...

Seringkali musibah terjadi di saat hari baru saja dibuka, dan semua baru saja dimulai. Semangat yang baru saja dipompa harus mendadak surut akibat amarah terpancing atau kelesuan yang menyeruak akibat musibah tiba-tiba hadir mengganggu kenyamanan kita. Bagi pengendara motor atau mobil musibah yang mudah sekali terlihat dan tentu terasa adalah musibah tabrakan, baik ditabrak maupun menabrak.

Kesulitan yang membangkitkan amarah atau kelesuan bukan cuma karena pagi-pagi sudah mendapat susah akibat bersitegang dengan orang lain, tetapi juga karena melihat goresan, penyokan atau hancurnya kaca, lampu dan bentuk-bentuk kehancuran lainnya. Belum lagi kalau di ujung kericuhan itu ternyata harus juga berurusan dengan polisi. Duh musibah pagi ini seperti menghentikan semua harapan meski hari baru saja dimulai.

Untuk semua saudara yang pernah, sedang atau (insya Allah) akan mengalami musibah ini, mungkin ada baiknya menata dan mempersiapkan hati dengan memahami hakikat musibah itu. Dengan pemahaman itu, harapannya kita akan lebih ikhlas menerima musibah atau bahkan dengan keluasan pemahaman kita mampu menjadikan musibah itu sebagai suntikan semangat baru dalam menghadapi hari dan masa depan.

Musibah pada dasarnya adalah penggugur dosa, penebus siksa atau sekedar tanda bahwa Sang Penguasa Dunia, masih sayang pada kita penanggung musibah. Musibah menjadi pembebas kesalahan, pemurnian fitrah tanpa memerlukan upaya do’a atau pertaubatan. Begitu sayangnya Tuhan pada beberapa hamba-Nya, sampai-sampai dosa-dosa mereka digugurkan tanpa menunggu si pendosa memohon ampunan untuk dimaafkan dan dikasihani. Musibah-musibah pagi itu menjadi kado-kado istimewa bagi mereka yang dikasihi Tuhan Penguasa Alam.

Oleh sebab itu, mahfumlah pada hakikat ini, jangan undang musibah lain yang hakikatnya berbeda dari musibah pagi ini karena penyikapan kita yang salah. Bersyukurlah karena Tuhan masih “menengok” kita dengan kasih sayang-Nya berupa musibah ini. jangan takabur dan kemudian musibah lanjutannya semakin dahsyat dan dahsyat, dimana hakikatnya bukan lagi kasih sayang tetapi azab. Jika demikian maka azab berbentuk musibah itu merepresentasikan kemurkaan dan amarah Tuhan. Oleh karenanya, jika memang syukur telah rutin kita lakukan, keinsyafan selalu hadir dipenghujung renungan, maka sya mengajak saudara semua untuk tersenyum menghadapi musibah pagi ini.

Kepada Allah terkasih Yang Maha Kasih, kasihanilah kami. Telah sekian kali kami tidak lulus dari ujian-Mu, meski Engkau inginkan kami belajar dari kesalahan dan menjadi semakin kuat dikemudian hari, tetapi tidak bosan pula kami meminta, agar jangan Kau berikan kami ujian yang tidak mampu kami hadapi, berikan kekuatan kami untuk menghadapi semua peristiwa pada sisa usia kami. Dan kami bersaksi bahwa kesabaran menjadi kekuatan luar bisa yang terus kami pelajari dan coba dapatkan. Duhai Allah tersayang bantu kami...

Selasa, 16 Februari 2010

Lantas Apa...

Dalam kebingungan menyikapi begitu banyaknya pilihan-pilihan dalam hidup, baik pilihan pada jalan, cara maupun sekedar menetapkan harapan masa depan, saya pun kemudian bingung bangaimana keluar dari kebingungan ini. Tetapi secara tiba-tiba muncul dalam benak saya pertanyaan yang pendek tetapi kemudian membantu saya menunjukkan arah pada semua jawaban yang saya butuhkan.

Pertanyaan itu adalah “lantas apa?”. Kalau saya saat ini sedang bingung pada semua aspek dan dimensi hidup dan kehidupan, “lantas apa?”. Pertanyaan lantas apa ini seakan menantang saya, memangnya kenapa kalau saya bingung, masalahkah? Bukankah kebingungan selalu hadir pada setiap jeda-jeda hidup dimana kejemuan menjadi sebuah hal yang lumrah dalam kehidupan yang penuh dengan dinamika dan perseteruan antara kenyataan dan harapan.

Baiklah kalau begitu, kalau memang bingung tidak memiliki jawaban, kenapa saya tidak cari arah baru yang membuat saya tidak bingung. Intinya mencari harapan baru, karena memang harapanlah yang menjadi semangat inti dari semua manusia dalam menjalani hidup mereka masing-masing. Harapanlah yang mampu membuat mereka bertahan pada setiap badai yang datang di setiap episode hidup mereka.

Oleh sebab itu, menetapkan harapan yang tepat menjadi tantangan yang paling krusial dari langkah saya selanjutnya. Tetapi sebelum hal itu saya lakukan tergelitik hati saya untuk mengevaluasi semua harapan-harapan yang pernah saya jadikan semangat hidup menggunakan pertanyaan sederhana “lantas apa” tadi. Karena boleh jadi saya bisa tentukan harapan-harapan masa depan yang selama ini selalu susah payah saya pilih.

Dahulu ketika SMP dan SMA harapan saya tidak muluk-muluk, hanya ingin dapat kuliah di perguruan tinggi yang baik, ternyata memang saya dapatkan, bahkan saya dapat kuliah ketingkat yang lebih tinggi. Lantas apa? Saya berharap setelahnya saya dapat kerja, dan memang saya dapat kerja dengan penghasilan yang cukup. Lantas apa? Saya berharap menikah dengan wanita yang baik, saya pun dapatkan. Lantas apa? Saya mengidamkan anak-anak yang sehat dan lucu, tak kurang itu saya dapatkan. Lantas apa?

Sampai disini saya belum tentukan harapan baru, tetapi dengan pertanyaan “lantas apa” saya tergoda melanjutkan tantangan pertanyaan itu. Yang kemudian terbayang oleh saya harapan memiliki rumah, karena saat ini saya masih menyewa rumah. Kalau nanti keinginan itu terwujud, lantas apa? Saya ingin dirikan sekolah dhuafa, lantas apa? Saya ingin sebanyak mungkin membahagiakan orang lain, lantas apa? Saya ingin masa tua yang tak surut perjuangannya, lantas apa? Saya ingin kematian yang istimewa, mati syahid, lantas apa? Saya ingin akherat Syurga...

Mentok! Pertanyaan “lantas apa” setelah harapan syurga menjadi tidak relevan untuk dilanjutkan, karena cerita hidupku sudah sampai ujungnya. Kini aku tahu di muara sana harapan atau bahkan obsesi puncakku adalah syurga. Jika memang syurga yang di ujungnya kenapa tidak dari sekarang aku siapkan itu semua. Karena syurga tidak dapat diwujudkan begitu saja. Untuk syurga, tidak bisa saat ini berkehendak besok mati dapat syurga, syurga adalah hasil dari rekam jejak hidup. Sehingga jika memang ujung-ujungnya syurga kenapa ia tidak dijadikan harapan sejak sekarang. Artinya harapan-harapan masa depan yang nanti akan saya tentukan, adalah harapan bayangan dari harapan yang sebenarnya yaitu syurga. Ingin punya rumah, untuk apa? Untuk menjaga dan memeilhara amanah Tuhan, anak dan istri, sebagai tempat terkecil dari pusat-pusat dakwah kebaikan dalam rangka mendapatkan syurga. Begitu seterusnya.

Kembali pada harapan apa yang ingin saya tentukan untuk keluar dari kebingungan, merujuk pada gelitik hati yang baru saja memenuhi benak saya, maka saya tentukan harapan tunggal yang akan saya gunakan kapan saja, dimana saja, dan pada kebingungan apa saja, yaitu harapan meraih SYURGA. Setidaknya kini jelas dihadapanku, jalan-jalan kebingungan hanyalah perusak konsentrasi dari upaya mewujudkan harapan tunggal dan puncak saya ini. Jalan menuju harapan itu jelas arahnya, bentuk dan caranya. Wallahu a’lam.

Senin, 15 Februari 2010

Sensitifitas terhadap Kasih Sayang Allah


Seberapa sensitif kita dengan kasih sayang Tuhan? Sepertinya sudah tak terhitung kita mendapatkan jamaah shalat di musholla atau tempat shalat lainnya, setelah kita terhalangi menunaikan shalat berjamaah di masjid. Tidakkah itu kita syukuri karena Tuhan sudah tunjukkan kasih sayang-Nya pada kita, dengan tetap memberikan kita kesempatan shalat berjamaah, meski telah lewat waktu berjamaah di masjid seperti yang biasa kita lakukan.

Dengan sensitifitas yang tinggi, akan kita sadari bahwa sesungguhnya kasih sayang Tuhan itu berserakan di mana saja dan kapan saja. Jika kita lihat pengemis di pinggir jalan yang kita lalui pada waktu pagi, jangan lihat ia melulu sebagai sebuah masalah sosial, padahal hakikatnya ia merupakan kesempatan yang dianugerahkan pada kita untuk mendapatkan pahala sedekah pagi yang sangat dianjurkan oleh Nabi.

Pernahkah juga kita alami, ketika hujan memaksa kita berteduh di serambi masjid dan tidak berapa lama adzan masjid itu berkumandang, dan kemudian rela atau tidak rela membuat anda tidak memiliki pilihan kegiatan lain kecuali berbaris bersama dalam jamaah shalat masjid itu, merasakan indahnya shalat berjamaah serta mengumpulkan pahala berjamaah seperti yang selama ini jarang kita rasakan.

Sekali lagi, setelah sebelumnya saya menulis tentang anugerah Tuhan yang berserak tapi tersembunyi, saya mengajak diri sendiri untuk tidak bosan-bosan untuk membuat diri semakin sensitif dengan kasih sayang Tuhan itu. Membuat anugerah yang berserak itu semakin terlihat adalah dengan membuka mata hati, dan membuka mata hati hanya bisa dilakukan dengan upaya semakin dekat dengan Sang Pemberi Kasih Sayang atau Sang Pemberi Anugerah.

Rabu, 10 Februari 2010

Bank Syariah Bukopin menjadi Bank Pekerja?


Membaca berita keuangan di Detik.Com siang ini tentang niat Jamsostek membeli Bank Syariah Bukopin untuk dirubah menjadi Bank Pekerja, membuat saya penasaran untuk mencari jawaban dari pertanyaan: apakah diperkenankan Bank Umum Syariah dirubah menjadi Bank Konvensional. Meskipun sejauh ini belum diketahui Bank Pekerja yang nanti diniatkan oleh Jamsostek beroperasi berdasarkan prinsip syariah atau konvensional.

Ternyata berdasarkan UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pasal 5 ayat 7 dan 8, bank syariah tidak dapat dikonversi menjadi bank konvensional, baik Bank Umum Syariah (BUS) maupun Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Secara detil, ayat 7 dan 8 berbunyi sebagai berikut:

"(7) Bank Umum Syariah tidak dapat dikonversi menjadi Bank Umum Konvensional"
"(8) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah tidak dapat dikonversi menjadi Bank Perkreditan Rakyat"

Semoga bermanfaat buat rekan-rekan yang memiliki pertanyaan yang sama.

wassalam

Satu Mimpi Satu Misteri


Suatu malam satu mimpi
Malam biasa untuk mimpi yang biasa
Tapi kali ini mimpi itu terasa istimewa
Meski ia sangat sederhana

Menikmati bintang menyibak galaksi
Meresapi tenang mengenali hati
Kesana kesini menggali makna dan arti
Karena hikmahnya tidak sesederhana yang kualami

Ini bukan cerita masa depan
Tetapi juga bukan cerita seru masa lalu
Ini misteri sejak ada dalam kehidupan
Dan akan terus menjadi misteri bagiku

Kulihat kupu-kupu terbang seperti hari-hari sebelumnya
Dan inilah hikmah cerita misteri ini entah sampai bila-bila

24 Maret 2008

Indonesiaku pagi ini...


Kasus anak terlantar, pelacuran anak remaja, mutilasi anak jalanan, penggelapan dana bantuan bencana dan masalah sosial lainnya menjadi pemandangan yang lazim dan semakin akrab di telinga kita. Sampai-sampai berita-berita seperti ini telah membuat kapalan hati dan nurani sebagaian orang, yang akhirnya berita ini tidak menimbulkan keprihatinan yang berujung pada perbaikan, tetapi sekedar dianggap berita biasa yang telah lumrah dan biasa ada di layar-layar kaca.

Saya tidak ingin membahas ini masalah apa, tetapi lebih ingin menyampaikan bahwa ini adalah tamparan bagi pemimpin-pemimpin negeri ini dari tingkat terendah di komunitas-komunitas warga, seperti Lurah sampai dengan presiden orang nomor satu negara ini. Kredibilitas mereka di dunia ini turun ke tingkat yang paling bawah berdasarkan parameter dan tingkatan manusia terbaik didepan Tuhan. Amanah yang tersandang di dada mereka yang kemudian melayakkan mereka untuk menjadi pemimpin, terkhianati dengan sangat tercela. Amanah menjaga dan memelihara manusia lain agar kepentingan mereka terjaga pada dasarnya adalah kesempatan untuk mendapatkan gelar “manusia yang dirindui oleh syurga”, tapi ternyata jabatan pemimpin sangat mungkin menjadikan pemiliknya sebagai manusia yang paling hina.

Ini juga tamparan bagi para pemanggul amanah dakwah, para mujahid dakwah pewaris para Nabi. Kerja mereka mengajak manusia untuk berbuat baik menjadi diragukan, karena kehidupan manusia yang tergambar didepan muka kita semua adalah kehidupan yang kacau-balau, baik dari sisi moral atau aturan-aturan hukum kehidupan. Yang kaya semakin asyik dengan kerakusan dan kezalimannya, bahkan sampai-sampai kebanyakan mereka tak sadar melakukan itu semua. Yang miskin malah memanfaatkan kemiskinannya untuk menipu dan memperdaya dan sudah tidak peduli dengan kewajibannya untuk menghamba pada Tuhan mereka.

Apa yang kita dapat lakukan? Mari lakukan sesuatu...

Selasa, 02 Februari 2010

Zakat dalam Keuangan Publik Islam


Kasus dikriminalisasikannya warga negara yang mencuri buah kapuk, semangka, pisang dan lain-lain karena alasan himpitan ekonomi, menggambarkan kegagalan yang sangat mendasar dari peran keuangan publik. Tanpa mengenyampingkan kebobrokan sistem hukum di tanah air, kekacauan keuangan publik memiliki peran yang tidak kalah penting membuat masyarakat kelas bawah menjadi korban dari sistem ekonomi dan hukum.

Hal yang mungkin paling keliru dalam aplikasi keuangan publik saat ini adalah disorientasi fungsi utama keuangan publik. Keuangan publik saat ini lebih difokuskan pada penyediaan dana bagi pembangunan fasilitas publik beserta turunan-turunannya. Dan kekeliruan seperti inilah yang kemudian membuat kepentingan utama publik, khususnya masyarakat kelas bawah menjadi terabaikan. Kepentingan utama apa itu? Kebutuhan pokok mereka!

Dalam keuangan publik Islam, kebijakan peruntukan keuangan publik tidak bisa keluar dari tujuan utama Islam itu sendiri. Islam menginginkan setiap manusia kembali pada fungsi atau misi kemanusiaannya di dunia, yaitu menghamba pada Tuhan (beribadah). Oleh sebab itu, Tuhan memagari dalam akidah, akhlak dan syariat, agar setiap orang tidak akan terhambat dari kewajiban penghambaannya.

Ketika seseorang menghadapi kendala ekonomi, maka akan ada zakat yang yang akan memberikan solusi sehingga ia kembali konsentrasi pada kewajiban hakikinya pada Tuhan. Disamping memang juga telah menjadi sebuah kewajiban bagi seseorang untuk berusaha semaksimal mungkin agar dapat menghidupi diri dan keluarganya. Tetapi kita tidak menutup kemungkinan ada orang yang seorang diri tidak mampu melakukan upaya apapun untuk memenuhi kebutuhan pokoknya karena alasan permanen akibat kelemahan dalam hal usia, kecacatan fisik, dan lain sebagainya.

Kondisi inilah mengapa Islam menempatkan zakat sama pentingnya dengan shalat. Islam menempatkan zakat bukan hanya sebagai sebuah ibadah wajib tetapi juga soko guru atau pilar utama ekonomi (muamalah). Dan lihatlah, jika zakat menjadi instrumen utama keuangan publik, maka misi keuangan publik yang paling utama adalah mem-back-up kepentingan masyarakat dhuafa. Inilah fungsi utama keuangan publik yang menjadi karakteristik Islam.

Misi keuangan publik tidak bisa digeser untuk pengadaan kelengkapan fasilitas publik sebelum semua kebutuhan dasar masyarakat dhuafa sudah terpenuhi secara menyeluruh. Kedisiplinan keuangan publik Islam untuk mengedepankan kepentingan masyarakat dhuafa menjadi syarat yang digariskan oleh syariat, sehingga orientasi atau fokus wajib ini tidak dapat dinego mengingat ia menjadi sandaran bagi fungsi kemanusiaan, bukan hanya sekedar sandaran fungsi perekonomian.

Ketidakjelasan mekanisme pajak, baik pada sisi pengumpulan dan penggunaannya, membuat aplikasi pajak sangat bergantung pada kebijaksanaan penguasa. Dan akhirnya, kita akan banyak lihat bagaimana pajak menjadi alat kezaliman penguasa terhadap warganya. Sebaliknya dengan zakat, pajak bahkan menekan masyarakat dhuafa bukan memuliakan kepentingannya. Itu mengapa pajak menjadi sekedar instrumen darurat dalam mekanisme keuangan publik Islam.

Pajak dalam Keuangan Publik Islam


Kalau pajak (konvensional) tidak ada dalam keuangan publik Islam, darimana dana untuk pembangunan ekonomi negara? Pertanyaan ini terkesan sederhana tetapi membutuhkan pengetahuan yang mendalam tentang karakteristik keuangan publik Islam beserta mekanisme pengumpulan dan penggunaannya.

Pajak pada semua buku tentang keuangan publik menjadi instrumen sentral pembahasannya. Dan mengingat keberadaan pajak tidak menjadi instrumen normal ekonomi Islam, dimana dalam beberapa riwayat Hadits Nabi menyebutkan anjuran/pelarangan pemungutan Pajak, maka tentu saja pertanyaan di atas menjadi sangat relevan.

Telah diketahui bersama bahwa pembangunan infrastruktur publik oleh negara dilakukan menggunakan sumber dana yang utamanya berasal dari pajak, ketiadaan pajak secara logika tentu akan membuat negara kehilangan bahan bakarnya dalam menjalankan fungsinya. Seperti itu kah? Untuk memahami dan menemukan jawaban dari pertanyaan di atas, terlebih dahulu harus memahami fungsi dan posisi dua sektoral ekonomi berdasarkan pelakunya, yaitu sektor swasta (private) dan sektor pemerintah (public).

Sektor swasta merupakan sektor ekonomi yang menyediakan kebutuhan masyarakat melalui mekanisme pasar/swasta. Umumnya pemenuhan kebutuhan barang dan jasa masyarakat melalui kemampuan mereka dalam mengakses pasar. Dengan kata lain, sektor ini memiliki persyaratan berupa kemampuan beli (purchasing power) dari masyarakat untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Atau sebaliknya, barang dan jasa kebutuhan masyarakat yang disediakan oleh pihak swasta (produsen) adalah barang dan jasa yang memang dibeli (diminta) oleh masyarakat.

Apabila ada kelompok masyarakat yang tidak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya melalui pasar, akibat tidak mampu mengakses pasar karena tidak memiliki daya beli (purchasing power), maka sektor publiklah yang kemudian memenuhi kebutuhan itu. Atau jika pihak swasta merasa tidak mampu menyediakan barang dan jasa akibat terlalu mahal, tidak komersial atau karena alasan lainnya, maka sektor publik yang kemudian mengambil peran tersebut.

Artinya sektor publik bukan hanya sekedar menjadi sektor yang melayani kebutuhan publik akan infrastruktur dan fasilitas publik lainnya, tetapi juga melayani kebutuhan barang dan jasa dari kelompok masyarakat golongan dhuafa. Kembali ke pertanyaan di atas, kalau begitu bagaimana negara menyediakan apa yang dibutuhkan masyarakat itu jika negara tidak memiliki sumber dana berupa pajak?

Pada dasarnya menggunakan logika zakat, semua masyarakat akan memperoleh kebutuhan dasarnya. Dengan zakat pula golongan masyarakat berekonomi paling bawah akan terjaga daya belinya (purchasing power), khususnya daya beli terhadap kebutuhan pokok. Dilihat dari perspektif pasar tenaga kerja, dengan zakat perekonomian akan mendapatkan dirinya dalam situasi “full employment” karena mereka yang tidak terserap pasar kerja akan bekerja pada pemerintah dalam “buffer programs” melalui mekanisme zakat.

Dengan menggunakan logika itu pajak sebagai sumber dana untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat kelas bawah menjadi tidak relevan. Bagaimana dengan sumber dana untuk infrastruktur atau fasilitas publik? Bagaimana jika atas inisiatif sendiri baik secara individu atau kolektif masyarakat melengkapi fasilitas publik melalui infak, sedekah atau wakaf mereka. Atas pertimbangan pemaksimalan keshalehan melalui harta mereka, masyarakat membangun fasilitas-fasilitas publik yang dilakukan dapat menggunakan tangan pemerintah. Contohnya, jembatan terbangun karena wakaf, sekolah, jalan raya, rumah sakit dan lain sebagainya.

Kemungkinan ini merupakan realita yang sangat nyata yang telah dicontohkan oleh para Sahabat Rasulullah pada masa lampau. Bagaimana para orang-orang kaya pada masa lalu berlomba-lomba dalam memberikan harta mereka, sampai-sampai modal untuk membeli alat persenjataan negara saja mampu disediakan melalui infak (baca cerita infak Sahabat Rasulullah dalam perang-perang besar seperti Badar dan Uhud).

Apalagi negara bukan hanya mengandalkan zakat dan instrumen-instrumen sukarela yang mengandalkan kesadaran masyarakat (keimanan masyarakat), tetapi juga pemasukan melalui kharaj, jizyah, ushr, atau mustaghlah (pendapatan dari perusahaan BUMN) serta harta negara lainnya (fay’). Selain itu, masih terbuka kemungkinan fasilitas publik tersebut menjadi barang yang sangat komersil di mata pengusaha (private sector) jika memang warga negara atau negara dalam keadaan makmur, sehingga jalan dapat saja dikomersilkan, jembatan, rumah sakit, sekolah dan lain sebagainya. Kecenderungan itu sudah mulai terlihat, misalnya dari fenomena warung telekomunikasi yang menggantikan boot-boot telepon umum, atau fasilitas publik lain yang sudah semakin diambil pengadaannya oleh sektor swasta.

Sebagai sebuah telaah ringan dari urgensinya pajak dalam perekonomian Islam, tulisan ini mencoba memberikan logika dan rasional yang berbeda dengan mengambil inspirasi dari logika ekonomi Islam. Semoga bermanfaat.

Senin, 01 Februari 2010

Mengenang Asysyahid Mahmud Mabhuh: Pejuang Brigade Izzuddin Al Qassam



Dan janganlah kamu mengatakan orang-orang yang terbunuh di jalan Allah (mereka) telah mati. Sebenarnya (mereka) hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya. (Al Baqarah: 154)

Tidakkah kita ingin senyum kesyahidan beliau menjadi senyum kematian kita nanti...