Kamis, 02 Februari 2012

Seri Global Crisis: Reinventing Capitalism?

Judul diatas merupakan topik yang dibahas dalam acara BBC World Debate yang disiarkan oleh BBC pada tanggal 28 Januari 2012 dalam rangka pertemuan World Economic Forum di Davos – Swiss (25-29 Januari 2012), dipandu oleh reporter BBC Nick Gowling. Membaca tema acara itu membuat saya berhenti dari kesibukan rumah dan segera mengambil kertas dan pulpen kemudian menyimak diskusi yang berlangsung pada acara tersebut. Padahal anak-anak dan istri sudah bersiap untuk acara akhir pekan kami sekeluarga, makan bakso di luar rumah.

Acara tersebut menghadirkan Undersecretary of the Treasury for International Affairs US Lael Brainard, Swedish Finance Minister Anders Borg, Secretary General of the Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) Angel Gurria dan economist Nouriel Roubini. Menarik dan penting sekali menyimak acara tersebut bagi saya. Mr. Gowling sebagai moderator memancing dengan kalimat pembuka mengutip kata-kata Warren Edward Buffett, salah satu pengusaha terkaya di dunia dan seorang filantropis, bahwa kapitalisme itu adalah driver terbaik yang telah memberikan kesejahteraan, namun untuk jangka panjang ia membutuhkan pemerataan dan lebih mengakomodasi moral.

Angel Gurria secara umum berargumen bahwa tidak ada yang salah dalam kapitalisme, krisis yang terjadi di US dan EU akibat kebijakan yang diambil oleh kawasan itu tidak benar sehingga koreksinya hanya membutuhkan kebijakan-kebijakan yang tepat. Gurria menyebutkan kunci ekonomi pasar (kapitalisme) adalah kompetisi. Dengan kompetisi semua akan menikmati keuntungan dan kemudahan dari ekonomi. Selain itu inovasi, sehingga kata kuncinya adalah kompetisi dan inovasi. Lael Brainard dan Anders Borg memberikan pendapat yang tidak secara tegas membahas kapitalisme sebagai sebuah idealisme ekonomi, tetapi memberikan gambaran yang secara implisit mengakui bahwa kapitalisme memiliki banyak kekurangan dan saat ini benar-benar membutuhkan penyempurnaan yang signifikan. Karena yang menonjol dari kapitalisme saat ini adalah kesenjangan (inequality) dan lack of moral. Pada aspek kebijakan yang perlu dan urgen dibutuhkan adalah kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.

Sementara itu Nouriel Roubini sebagai ekonom memberikan jawaban yang lebih komprehensif. Roubini secara tegas menyebutkan bahwa kapitalisme membutuhkan perbaikan secara sistem, yang perlu dilakukan untuk mendapatkan sistem yang stabil adalah melakukan rethinking on capitalism. Diperlukan pemahaman lebih dalam mengenai kapitalisme dan dalam bentuk seperti apa kapitalisme yang tepat untuk kondisi saat ini. Kapitalisme berupa social-welfare economy telah gagal hal ini ditunjukkan oleh negara-negara Eropa yang saat ini terbelit utang. Bagaimana dengan kapitalisme dalam bentuk state economy yang China lakukan saat ini? Dahulu China selalu dikritik, tetapi nyatanya kini mereka mampu memberikan bukti yang cukup baik secara ekonomi menggunakan kapitalisme dalam bentuk seperti itu.

Lebih lanjut Roubini menyebutkan bahwa dalam kapitalisme orang kaya relatif lebih banyak mengambil kue pembangunan dari ekonomi. Hal ini secara logika tergambar pada behavior mereka, dimana orang-orang kaya marginal propensity to save (MPS)-nya cenderung lebih dominan sementara orang-orang miskin marginal propensity to consume (MPC)-nya yang lebih menonjol. Oleh sebab itulah kapitalisme membutuhkan nilai-nilai moral dalam aplikasinya. Pengabaian moral oleh kapitalisme tergambar dari orientasi kebijakan kapitalisme yang cenderung berjangka pendek. Apalagi hal ini ditopang oleh sistem politik demokrasi, dimana kepentingan politik sesaat mempengaruhi kebijakan-kebijakan ekonomi yang cenderung tidak berkesinambungan.

Roubini bahkan pada akhir argumentasinya memperingatkan bahaya besar jika isu ini tidak disikapi dengan benar akan berujung pada bencana yang lebih besar. Roubini menyebutkan bahwa kapitalisme diyakini akan menuju pada ketidakseimbangan yang besar (great imbalances). Potensi ketidakstabilan ekonomi yang kronis boleh jadi berujung pada munculnya pemerintah yang otoriter, dan yang mengkhawatirkan adalah berkaca dari pengalaman instability pada awal abad 20, dimana instabilitas itu berakhir dengan perang dunia.

Audiens yang menghadiri acara tersebut juga berkesempatan menyampaikan pendapatnya. Beberapa yang menarik diantaranya menyebutkan bahwa kapitalisme itu sama dengan economic tyranny, dimana yang menjadi tiran adalah capitalist. Selain itu ada yang mengungkapkan bahwa kapitalisme membutuhkan lebih banyak moral tidak melulu berorientasi pada profit at any cost.

Diskusi dalam BBC World Debate diatas cukup memberikan gambaran proyeksi kebijakan yang akan diambil oleh negara-negara Eropa. Tetapi kecenderungannya hampir sama, negara-negara kawasan krisis akan menemui dilema apakah akan mementingkan ekonomi domestik dengan kebijakan-kebijakan protektif atau melakukan secara bersama dengan negara lain dalam payung Komunitas Eropa. Dalam European Summit yang berlangsung di Brussel, 25 negara dari 27 negara menyepakati kebijakan bersama a fiscal treaty to enforce budget discipline. Jika disetujui EU akan menerapkan ketentuan budget deficit bagi anggotanya yaitu tidak boleh melebihi 0,5% dari GDP. Hanya Inggris dan Ceko yang menolak. Inggris beralasan tidak akan menyetujui kesepakatan yang mengancam kepentingan ekonomi domestik Inggris. Kondisi ini seperti berulang dimana dulu Inggris juga menolak meratifikasi mata uang tunggal Euro, dan kini terbukti keputusan itu relatif tepat bagi Inggris. Sementara Ceko lebih beralasan kesepakatan Eropa itu berbenturan dengan konstitusi dalam negeri mereka.

Prancis dalam rangka menghadapi kondisi ekonomi yang semakin memburuk telah mengambil ancang-ancang dengan 3 usulan kebijakan yaitu mengenakan pajak 0,1% untuk setiap transaksi keuangan, peningkatan pajak ditransaksi umum dari 19% menjadi 21% dan meminta perusahaan mengadakan program-program magang bagi generasi muda Prancis. Dan sepertinya negara-negara Eropa akan memberlakukan kebijakan yang serupa. Tetapi tantangannya adalah apakah warga mereka yang sudah terbiasa dengan fasilitas bersedia dilucuti kenyamanannya dengan pengenaan pajak dan bentuk-bentuk kebijakan penghematan lainnya. Lihat saja Yunani, masyarakat maju ternyata merespon sama seperti masyarakat ekonomi berkembang ketika ekonomi harus diketatkan oleh kebijakan-kebijakan publik. Seperti yang juga banyak pakar sudah ungkapkan, tantangan Eropa pasca kesepakatan mengatasi krisis yang terus memburuk adalah mampukah mereka mengisolasi masalah tersebut ada pada wilayah ekonomi dan tidak menyebar di ranah sosial dan politik.

Tidak ada komentar: