Rabu, 23 Juli 2008

ISLAMIC WEALTH MANAGEMENT

Munculnya outlet-outlet berikut produk yang semakin bervariasi jasa pelayanan keuangan Syariah ternyata secara perlahan memunculkan bentuk industri keuangan Syariah baru, yaitu pengelolaan kekayaan pribadi secara Syariah (Islamic Wealth Management). Beragam portfolio keuangan Syariah berupa deposito, reksadana, asuransi, pasar modal dan lain sebagainya menjadi pilihan keluarga muslim kelas menengah keatas dalam pengelolaan harta mereka. Perkembangan industri tersebut mampu meng-entertain golongan masyarakat tersebut terhadap kebutuhan aktifitas ekonomi sesuai dengan prinsip-prinsip syaria. Kebutuhan tersebut muncul seiring dengan semakin merekahnya populasi muslim menengah keatas Indonesia yang merefleksikan pula semangat keislaman yang tumbuh diantara mereka.

Penghasilan cukup memadai dan tingkat saving yang semakin meningkat dikalangan keluarga-keluarga muslim, semakin merangsang industri jasa pengelolaan kekayaan, terlebih lagi kondisi tersebut didukung kondisi dimana pribadi-pribadi muslim tersebut semakin sempit memiliki waktu luang untuk mengurusi kekayaan mereka. Kehadiran pengelola kekayaan tentu saja akan sangat membantu segmentasi masyarakat ini.

Namun satu hal yang perlu digaris bawahi adalah bahwa praktek wealth management sejauh ini belum mencerminkan hakikat pengelolaan kekayaan dalam Islam. Nilai-nilai moral; akidah dan akhlak, belum tergambar secara utuh dalam aktifitas industri baru tersebut. Oleh sebab itu, selintas praktek Islamic wealth management terkesan sebatas ”pengelolaan harta para pemilik orang kaya untuk memelihara atau bahkan menggandakan kekayaan mereka secara syariat (jika tidak ingin didefinisikan aktifitas penumpukan harta secara syariat)”. Kondisi ini tentu akan mengkerdilkan makna Islamic wealth management terbatas hanya aktifitas berorientasi materil, tanpa “ruh”, tanpa “jiwa” keislaman yang lebih kental nuansa ibadah pada setiap aktifitas muamalah.

Dengan demikian, sebelum memahami secara lebih menyeluruh apa hakikat Islamic wealth management dan menanamkan jiwa keislaman dalam muamalah-muamalah ekonomi-keuangan, sebaiknya diidentifikasi dulu nilai-nilai moral Islam yang berkaitan erat dengan harta. Beberapa nilai yang bisa dijadikan pedoman adalah:
Harta yang baik adalah harta yang berada di tangan orang shaleh
Sebaik-baik manusia adalah manusia yang memberikan manfaat bagi manusia lain

Nilai moral yang disebutkan oleh hadits yaitu harta yang baik adalah harta yang berada di tangan orang-orang shaleh, berarti terkait dengan wealth management ini, pengelolaan harta pada dasarnya akan mencerminkan keshalehan pelaku atau pemilik harta. Apa indikasinya? Indikasinya adalah harta tersebut dikelola dengan niat, cara-cara dan tujuan untuk kepentingan Allah SWT semata. Nilai moral kedua mungkin akan semakin mentekniskan definisi keshalehan, yaitu nilai manusia yang paling baik adalah manusia yang paling bermanfaat bagi manusia lain. terkait dengan wealth menagement, kekayaan sepatutnya menjadi alat untuk menyebarkan atau memaksimalkan kemanfaatan pemiliknya. Dengan kata lain, keshalehan seseorang akan semakin bisa diukur berdasarkan jumlah kekayaannya yang mampu memberikan manfaat bagi lingkungannya.

Berdasarkan nilai-nilai moral Islam ini, orientasi manusia dalam mengelola hartanya berdasarkan syariah Islam akan berorientasi utama pada dua hal. Yang pertama, pemanfaatan harta tersebut digunakan untuk kelangsungan kehidupan diri dan keluarganya, sebagai sebuah kebutuhan yang wajib berdasarkan kefitrahannya sebagai manusia. Yang kedua adalah pemanfaatan harta tersebut bagi manusia diluar keluarga, atau pemanfaatan yang bermotif pada amal shaleh sebagai alat dalam rangka mendapatkan gelar kemuliaan dari Tuhan berdasarkan standard-standard yang dikhabarkan juga oleh Tuhan.

Motif kebutuhan primer dan amal shaleh menjadi dua sasaran utama penggunaan atau pemanfaatan harta. Karena lazimnya kebutuhan primer tersebut relatif tetap bagi setiap individu, maka pertambahan kekayaan sepatutnya mempengaruhi penambahan amal shaleh atau pemanfaatan kekayaan tersebut bagi manusia lain. Dan tentu saja, paradigma ini akan mempengaruhi motivasi seseorang dalam mencari kekayaan. Diyakini bahwa semangat mencari harta pada hakikatnya adalah refleksi dari semangat memaksimalkan amal shaleh, bukan semangat memaksimalkan penikmatan atasnya.

Lihatlah contoh-contoh yang disajikan oleh kehidupan manusia-manusia mulia terdahulu, para Nabi dan Rasul, Sahabat dan para Wali, meskipun sejarah mengenali mereka sebagai saudagar-saudagar yang melimpah perniagaannya, tetapi sejarah tak luput memotret kehidupan keseharian mereka yang bersahaja. Mereka mengambil apa yang cukup untuk hidup mereka dan selebihnya mereka ikhlaskan untuk manusia lain, untuk ummat, untuk Tuhan mereka. Seseoarang diantara mereka yang mulia itu pernah berkata: ”manusia di dunia itu seperti tamu, dan harta mereka seperti pinjaman. Akhirnya tamu akan pergi dan pinjaman pasti dikembalikan.”

Dengan begitu tujuan pengelolaan harta tidak dilimitasi pada kegiatan penumpukan harta sesuai syariat tetapi lebih dari itu adalah pengelolaan harta untuk memaksimalkan diri menjadi manusia yang terbaik di mata Allah SWT. Orientasi kepemilikan harta tidak pada orientasi penikmatan atasnya tetapi berorientasi pada pemanfaatan demi sebuah kebahagiaan sejati.

Disamping itu tanpa upaya penjagaan secara disiplin kepatuhan pada prinsip-prinsip syariah kecenderungan system berikut aplikasi ekonomi – keuangan syariah akan mimicry dengan apa yang ada dalam konvensional. Karena pelaku industri akhirnya hanya concern dengan penyediaan produk dalam rangka pengelolaan kekayaan ataupun likuiditas para pemilik harta tanpa memperhatikan hubungan atau implikasi sector kuangan Syariah terhadap volume sector riil. Portfolio-portfolio yang digunakan dalam pengelolaan kekayaan akhirnya hanya outlet keuangan yang semakin memperpanjang labirin uang disektor keuangan yang sedikit saja bermuara pada aktifitas produktif penciptaan barang dan jasa. Dengan begitu, at the end of the day, system ekonomi-keuangan Syariah kehilangan karakternya, kabur fungsinya dan tak jelas maksud serta tujuannya.

Semoga kedepan, seiring dengan pembelajaran dan peningkatan keyakinan/pemahaman terhadap akidah dan akhlak, dilengkapi dengan pengetahuan dan skill Syariah yang memadai, akan muncul manusia-manusia yang mampu memelihara ruh Islam terjaga dalam aplikasi dan pengembangan ekonomi-keuangan Islam. Khusus bagi Islamic Wealth Management, harapannya adalah industri ini semakin membentuk dan melayani golongan orang-orang kaya yang shaleh. Bismillah.

Tidak ada komentar: