Rabu, 28 Juli 2010

Amanah dan Keberkahan

Apa yang saya akan tulis setelah ini, merupakan concern saya sejak lama. Concern yang membuat saya sedih melihat praktek ekonomi Islam di tanah air. Praktek ekonomi Islam yang dilakukan oleh para kader-kader dakwah itu sendiri. Hal ini membuat saya sampai pada satu kesimpulan sederhana bahwa usungan panji dakwah Islam masih terkhianati oleh prilaku mujahid-mujahidnya.

Bagaimana tidak, ketika sibuk kami menjalankan dakwah ekonomi Islam, seperti mengenalkan akhlak sederhana berinteraksi dengan harta, menghindari diri dari praktek riba dan judi, ternyata banyak kolega dakwah masih asyik dalam kemegahan harta, masih tidak merasa bersalah bergaul dengan riba dan spekulasi. Bahkan ada beberapa yang secara sadar melakukan itu dengan terus mencari justifikasi untuk semua yang dilakukannya. Duh kesannya sok suci saya, dengan mengatakan ini semua. Mungkin kalimat-kalimat diatas juga tertuju pada saya, karena memang nasehat ini pertama ditujukan bagi pemberi nasehat. Maafkan saya jika kalimat saya tidak santun.

Dalam nasehat ini yang pertama kali menjadi concern saya adalah prilaku mujahid dakwah yang masih tidak peka dalam mengelola hartanya, seperti lalai menyisihkan zakat dari hartanya atau melakukan transaksi riba dalam memenuhi kebutuhan usahanya. Mungkin banyak punggawa dakwah sudah begitu sensitive dalam menjaga dirinya dari makanan –minuman haram, transaksi-transaksi jual-beli yang jujur dan berprinsip keadilan, tetapi ternyata masih banyak yang tidak peka untuk tidak bergaul dengan riba.

Masih banyak yang bertransaksi dengan bank konvensional dalam mendapatkan kredit berbasis bunga (riba) untuk memiliki rumah atau kendaraan, dengan alasan belum familiar dengan bank syariah atau merasa harga produk bank syariah mahal. Namun tidak sedikit juga ternyata atas dalih keterdesakan status social dan kebutuhan nafkah ada mujahid dakwah yang secara sadar menerima kerja-kerja di perusahaan yang memiliki core business riba dan maysir!

Concern selanjutnya adalah prilaku kolektif mujahid dakwah yang tergambar pada prilaku lembaga-lembaga dakwah, dari lembaga dana social, partai politik, perusahaan, dan lain sebagainya, misalnya pada pengelolaan dalam pemanfaatan dana dakwah yang tidak konsisten pada prinsip dan hukum syariah. Saat ini masih banyak yang tidak disiplin memisahkan dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah atau wakaf. Ada yang memperlakukan dana-dana itu dalam satu treatment, yaitu sebagai dana dakwah dan digunakan untuk APA SAJA yang penting dalam kerangka dakwah. Padahal setiap sumber dana memiliki sasaran –sasaran tembaknya sendiri-sendiri.

Coba bayangkan jika dana dakwah itu dikelola oleh partai politik Islam dan pengelolaannya tidak disiplin, bisa-bisa ada dana zakat yang nyelonong berubah menjadi bendera, spanduk, standing banner atau kaos-kaos partai. Sementara pada saat yang sama sebenarnya ada keluarga kader dakwah yang lebih berhak mendapatkan dana itu untuk kelangsungan hidup anak dan istrinya. Ironi rasanya melihat atribut megah partai berkibar dimana-mana, sementara ada banyak keluarga kader-kader dakwah yang terlunta-lunta. Akibatnya akan ada pemandangan, seorang kader dakwah gemetar menahan lapar ditengah aktifitas dakwahnya memasang atribut partai!

Sama saja kesalahan itu terjadi di usaha-usaha kecil yang tidak mampu membedakan mana dana keluarga mana dana usaha, akhirnya keuangan keluarga dan usaha menjadi kacau balau dan menjauhkan usahanya dari keuntungan apalagi keberkahan. Oleh sebab itu, dengan artikel ini saya mengajak diri saya atau siapapun yang bangga menjadi seorang kader dakwah, apalagi dimanahi mengelola dana dakwah, untuk disiplin dengan prinsip dan hukum syariah. Hal ini bukan saja agar mampu menjaga hak dan kewajiban dalam dakwah, tetapi juga menjaga kelangsungan keberkahan pemilik dakwah yaitu Allah SWT.

Jumat, 23 Juli 2010

Forum Riset, Manfaatkah?


620! Ya 620-an peserta yang hadir pada Forum Riset Perbankan Syariah (FRPS) kali ini di Palembang. Memang sebuah angka yang bisa saja merupakan sebuah rekayasa, tetapi harus diakui memberikan dorongan antusiasme lebih bagi para pihak, dari panitia, pemapar, pembahas, tuan rumah dan semua yang hadir saat itu. Dari dua kali penyelenggaraan sebelumnya, tentu FRPS kali ini menjadi forum terbanyak pesertanya, jumlah paper yang masuk, jumlah pemenang, jumlah peserta forum, jumlah panitia dan jumlah-jumlah turunan lainnya, seperti biaya.

Namun yang menjadi pertanyaan mendasar adalah “bermanfaatkah forum ini?” Biaya telah banyak dikeluarkan, tenaga dan waktu tidak sedikit yang telah tersita. Layak dan sebandingkah hasilnya? Sebelum ini dipahami, bahwa kalangan akademisi dan peneliti masih tertinggal geraknya dengan laju industri. Jangankan sokongan kualitas pemikiran yang dapat disumbangkan bagi aktifitas industri, sokongan berupa kesemarakan mengeksplorasi pengetahuan dan keahlian ekonomi/keuangan/perbankan syariah masih jauh dari harapan. Tetapi tidak juga bisa dibilang aktifitasnya sepi.



Melihat kondisi itu, FRPS pada jangka pendek pada hakikatnya ingin mencapai tujuan “remeh” tadi, yaitu menghidupkan atmosfer akademisi dengan kesemarakan dan antusiasme meneliti, mengkaji, mengeksplorasi pengetahuan dan keahlian ekonomi/keuangan/perbankan syariah. Dan dengan tiga kali penyelenggaraannya, FRPS relative berada pada scenario yang telah ditargetkan. Respon kalangan akademisi yang semakin meningkat merepresentasikan atmosfer eksplorasi akademisi pada disiplin ini perlahan semakin memanas. Perhatian secara regular dari para akademisi akan selalu terjaga sepanjang tahun seiring dengan secara berkala FRPS akan hadir beberapa kali setiap tahunnya.

Dengan demikian, FRPS menjamin arus ide dan gagasan bagi pengembangan ekonomi atau keuangan atau lebih khusus pada perbankan syariah semakin deras mengalir dari kalangan akademisi. Sehingga sampai tahapan ini, FRPS telah mencapai sasarannya, telah sukses memunculkan kemanfaatannya bagi antusiasme akademisi. Setelah ini tentu tugas semua pihak menjaga FRPS terus berlangsung, karena konsistensinyalah yang akan menentukan apakah target selanjutnya dapat dicapai, yaitu penyediaan ide dan gagasan yang berkualitas, solutif dan praktis bagi kelancaran dan kemajuan dunia ekonomi, keuangan dan perbankan syariah di tanah air. Mari siapkan ide dan gagasan bagi FRPS selanjutnya di Jakarta, Oktober akhir atau awal November tahun ini juga. Jumpa di Jakarta ya. Tetap semangat!!!

Terima kasih teman-teman Fossei Sumsel, ST29, sekertariat MES, IAEI, May Allah Bless and Keep You All…

Bandara Palembang, 23 Juli 2010, 18.25 WIB

Senin, 19 Juli 2010

Forum Riset Perbankan Syariah dan Kekuatan Ekonomi Islam


Sebelum tahun 2010 ini, Forum Riset Perbankan Syariah (FRPS) sudah berlangsung sebanyak 2 kali. Forum yang bertujuan menjadi panggung bagi para akademisi dalam memberikan kontribusinya berupa sumbang pikir dalam mendukung pengembangan industri perbankan syariah tanah air, dikemas dalam bentuk forum seminar yang memaparkan makalah-makalah ilmiah dari para akademisi, peneliti dan pemerhati ekonomi/keuangan/perbankan syariah. Makalah-makalah tersebut didapat dari proses seleksi (Call for Papers) yang menilai aspek orisinalitas, metodologi penulisan, kedalaman analisa, kemanfaatan bagi industri dan ruang lingkup pembahasan.

Pada tahun 2008 FRPS untuk pertama kali digelar, ternyata hanya mampu menarik 16 paper dari akademisi yang berasal dari beberapa daerah. Namun pada tahun 2009, FRPS mampu menarik 52 paper. Sebuah peningkatan yang cukup signifikan dan menggembirakan. Dan FRPS tahun 2010 ini yang direncanakan akan diselenggarakan sebanyak 2 kali (Juli dan Oktober 2010), pada pelaksanaan pertamanya (22 Juli 2010) telah mampu mengumpulkan 84 paper dengan variasi topik yang semakin kaya dan dari kalangan akademisi yang semakin bervariatif, bukan hanya dari para akademisi dari ranah disiplin ekonomi dan syariah tetapi juga dari disiplin ilmu yang lain seperti misalnya ilmu pendidikan.

Bagi Direktorat Perbankan Syariah (DPbS) BI, FRPS sangat bermanfaat untuk mendapatkan ide-ide segar bagi pengembangan industri perbankan syariah. Disamping itu, FRPS bermanfaat untuk mengidentifikasi sebaran akademisi yang unggul dalam pengetahuan dan keahlian perbankan syariah. Selain itu, FRPS sekaligus diharapkan menjadi forum yang mampu mengukur kedalaman pengetahuan dan keahlian kalangan akademisi dalam menopang laju perkembangan industri. Gap antara kompetensi akademisi di dunia pendidikan dengan kebutuhan industri tentu merepresentasikan sebuah kinerja yang tidak efisien. Mengingat industri keuangan/perbankan syariah yang masih tergolong infant, maka sangat krusial bagi dunia pendidikan untuk memposisikan diri dalam mendukung industri ini pada bidang pengetahuan dan keahlian.

Akademisi Harus Menjadi Agen Kontrol
Beberapa waktu lalu pasca krisis keuangan global, banyak pakar menyadari bahwa keuangan modern konvensional memiliki kesalahan yang fundamental dalam sistemnya. Tetapi krisis tersebut juga menegaskan pada pelaku keuangan syariah yang selama ini menempatkan diri sebagai solusi bagi konvensional, bahwa ada yang salah pada paradigma dan interpretasi syariah dalam pengembangan keuangan syariah, karena krisis menghantam mereka pula dengan kekuatan yang tak kalah kuat.

Selanjutnya kenyataan ini membuat banyak pakar dan pemerhati keuangan syariah menjadi sensitif. Mereka merekomendasikan untuk mengevaluasi kembali bentuk-bentuk pengembangan keuangan syariah selama ini. Cara-cara konversi atau mimicry praktek keuangan konvensional menjadi syariah menurut mereka harus dihindari, karena cara tersebut telah melepaskan keuangan syariah dari esensi dan diferensiasinya. Konsekwensinya keuangan syariah kehilangan daya tahan alaminya terhadap financial shock yang selama ini dipercaya menjadi kekuatan utama sekaligus daya tarik keuangan syariah.

Melihat fenomena ini, sepatutnya akademisi sebagai pihak yang bebas dari kontaminasi kepentingan industri kecuali kepentingan keilmuan (kebenaran ilmu), berperan dalam menjaga gerak industri untuk tetap berada dalam rel kebenaran ilmu. Karena memang ilmulah yang akan menjaga kemanfaatan, fungsi dan ketepatan praktek keuangan/perbankan syariah. Akademisi seharusnya mampu memberikan early warning signal ketika industri berjalan tidak benar dan mengancam kelangsungan perekonomian. Akademisi merepresentasikan komunitas yang bersandar pada kepentingan kebenaran sebagai nature dasar dari ilmu dan keilmuan yang menjadi dunia mereka. Akademisi adalah komunitas penjaga akal sehat bagi komunitas yang lain, termasuk komunitas usaha, komunitas penguasa dan komunitas awam umumnya.

Untuk menjaga dan semakin menegaskan peran akademisi ini, FRPS hadir menjadi media bagi akademisi untuk saling membagi dan memperdalam pengetahuan, untuk saling mengkonfirmasi analisa baik bagi pengembangan maupun evaluasi ekonomi/keuangan/perbankan syariah serta untuk saling mengkonsolidasi dan mengukur diri seberapa jauh akademisi mampu mengambil peran dalam menentukan arah dan tujuan pengembangan atau bahkan warna dan bentuk bangunan ekonomi/keuangan/perbankan syariah di tanah air.

FRPS Menjadi Forum Konsolidasi Kekuatan Intelektual Ekonomi Syariah
Seperti yang saya sudah sebutkan sebelumnya bahwa FRPS (diharapkan) mampu menjadi media konsolidasi kekuatan intelektual ekonomi syariah di tanah air. Sebelumnya ekonomi syariah tanah air memiliki Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) yang menghimpun para akademisi, pemikir, peneliti atau bahkan pemerhati ekonomi syariah dari seluruh tanah air, dari tingkat guru, konsultan, dosen sampai peneliti-peneliti lepas, yang jaringannya terus berkembang.

Ekonomi syariah nasional juga memiliki kekuatan tunas intelektual muda yang saat ini tengah membesar yaitu Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI). FoSSEI telah berkembang dan tumbuh menjangkau kampus-kampus di tanah air. Gerakan dan aksi mereka yang tanpa henti menggambarkan semangat mereka. Semangat muda dikombinasi dengan idealisme yang murni menghasilkan kerja-kerja bersih yang tidak memiliki pamrih. Oleh karenanya, penghargaan tertinggi bagi mereka mungkin yang terbaik adalah memberikan akses sebesar-besarnya pada mereka untuk berkarya dan menjadi generasi masa depan yang lebih baik dari generasi kini.

Dengan sengaja FRPS pertama tahun ini dilaksanakan bertepatan dengan penyelenggaraan Munas FoSSEI di Palembang. Selain dapat bersinergi dalam kepanitiaan, FRPS pertama tahun ini diharapkan mampu menjadi konsolidasi awal kekuatan intelektual ekonomi Islam tanah air. Oleh sebab itu, dengan sengaja pula pelaksanaan FRPS diluar Jakarta ini kepanitiaannya juga bekerjasama dengan Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) dan IAEI.

Jadi setidaknya FRPS bulan Juli 2010 ini menghimpun MES, IAEI dan FoSSEI. Dan diharapkan FRPS akan dihadiri para akademisi dari tiga kekuatan intelektual ekonomi Islam yang memiliki semangat dan idealisme. Dengan komitmen agar FRPS menjadi agenda reguler kuartalan setiap tahunan, semoga Allah SWT memudahkan harapan ini, maka FRPS dapat dimanfaatkan pula bagi MES, IAEI dan FoSSEI untuk berkonsolidasi kekuatan mereka. Dan kemudian saling bersinergi, membagi amanah, menyusun master-plan dakwah ekonomi Islam di tanah air dan usaha-usaha lainnya.

Di bawah MES, FRPS menjadi tempat para pemerhatinya untuk merancang, mengukur diri, memetakan kekuatan, menyusun program dan mengevaluasi pengembangan ekonomi syariah di tanah air, pada semua lapisan masyarakat yang menjadi ciri MES. MES menghimpun semua segmen masyarakat dengan variasi yang sangat beragam, oleh sebab itu, menyatukan kekuatan menjadi hal yang sangat bermanfaat bagi MES. Bayangkan jika di dalam MES berhimpun para pedagang, saudagar, pengusaha dan kemudian mereka sharing informasi pasar dan berinteraksi bisnis sesama mereka dibawa prinsip-prinsip akhlak dan hukum Islam.

Bayangkan pula jika hal yang sama dilakukan oleh segmen masyarakat pelaku hukum, budaya, pegawai negeri, ibu rumah tangga, dan lain sebagainya. Nah, akhirnya tidak terhindarkan jika bayangan kita itu berakhir pada satu imajinasi dimana semua segmen masyarakat semakin berkomitmen menjalankan praktek-praktek ekonomi syariah termasuk akhlak berprilaku berdasarkan prinsip Islam. Terbayanglah sebuah masyarakat yang unik, yang bersahaja, yang menampilkan wajah dan bentuk ekonomi yang penuh dengan moral dan etika. Dan itu bisa dimulai melalui konsolidasi kekuatan.

Sementara di bawah bendera IAEI, FRPS menjadi tempat para akademisi dalam bertukar pengetahuan dan wawasan, bahkan menjadi media dalam menguatkan kurikulum dan silabus pengajaran ekonomi Islam, membangun jaringan antar para akademisi.sya sendiri membayangkan FRPS selanjutnya akan ada sesi-sesi khusus dalam rapat-rapat parsial atau komisi bagi perbincangan konsolidasi kekuatan ini. sementara FoSSEI memanfaatkan kehadiran para punggawa MES dan IAEI untuk semakin mengasah pengetahuan, keahlian mereka dan mempertebal idealisme serta komitmen mereka. Duh, forum yang bagi saya bukanlah sesuatu yang tidak mungkin untuk diwujudkan. Sangat-sangat mungkin.

Dan dengan tujuan-tujuan itulah saya tuliskan artikel ini. Saya mengajak teman-teman, saudara-saudara, senior-senior, pemerhati dan masyarakat awam untuk hadir dalam FRPS ini. Khususnya yang akan berlangsung di UNSRI Palembang tanggal 22 Juli 2010. Mari satukan komitmen, segarkan semangat, kokohkan idealisme, dalam sebuah gathering perjuangan, dalam satu majelis ilmu dan ukhuwah, majelis yang diharapkan pula menjadi majelis orang-orang shaleh dimana petunjuk, hidayah dan kasih-sayang Allah SWT tercurah tanpa henti.

Mari berjumpa di Forum Riset Perbankan Syariah 2010 Palembang.

Kamis, 08 Juli 2010

Pejuang Ekonomi Islam


Kali ini saya ingin membicarakan satu masalah yang paling krusial dalam perjuangan ekonomi Islam, yaitu masalah pengelolaan para pejuangnya. Definisi pembinaan yang saya maksud adalah proses perekrutan dan pembentukan, pemeliharaan dan pembinaan, serta kerja dan kontribusi. Perjuangan ekonomi Islam; semangatnya, konsistensinya dan gelombangnya sangat tergantung pada proses pengelolaan pejuangnya.

Keberadaan pejuang pada jumlah yang memadai, dengan kualitas ruhiyah, aqliyah dan jasadiyah yang prima serta dengan motivasi yang cukup tinggi, tentu akan menjadi modal utama dan paling berharga dalam perjuangan ekonomi Islam. Oleh sebab itu proses pengelolaan pejuang ekonomi Islam menjadi kemutlakan untuk mencapai sasaran-sasaran dakwah ekonomi Islam. Untuk anda yang telah ikhlas memposisikan diri menjadi pejuang ekonomi Islam, mohon perhatikan ini, dan ukur kapasitas anda.

Perekrutan dan Pembentukan
Pertama, pejuang-pejuang ekonomi Islam saat ini lebih banyak berasal dari proses kesadaran individu bukan berasal dari sebuah proses perekrutan dan pembentukan yang terencana, sistematis dan terukur. Hal ini harus dimaklumi karena menjadi fitrah dari sebuah generasi awal perjuangan. Namun untuk mencapai sasaran-sasaran yang lebih besar dan luas, maka perekrutan dan pembinaan yang terencana, sistematis dan terukur harus segera dilakukan dengan rapih dan tertib.

Para pejuang senior harus mampu menjaring potensi-potensi umat untuk dapat dibentuk menjadi calon-calon kader pejuang. Antusiasme dalam mengajak potensi umat dan konsistensi ketauladanan prilaku/akhlak ekonomi Islam dari para pejuang senior menjadi begitu penting dalam proses awal ini. Oleh sebab itu, wahai para pejuang, konsistensi kita dalam perjuangan ini bukan hanya akan menentukan capaian-capaian perjuangan tetapi menentukan pula nafas perjuangan ini kedepan, karena ia akan mempengaruhi seberapa banyak kader-kader baru tertarik untuk ikut dalam barisan perjuangan ini.

Pernahkah anda terkesima dengan seorang mahasiswa yang bertanya kepada anda, dimana dia bisa ikuti majelis pembinaan ruhiyah pekanan yang mampu membentuk dirinya menjadi seperti diri anda, atau seorang karyawan yang meminta informasi lowongan kerja di tempat yang lebih halal dan berkah setelah menerima taujih ekonomi Islam, atau seorang ibu yang bertanya dimana ia dapat menyalurkan hartanya untuk ummat dan dakwah ketika tersentuh dengan kerja-kerja perjuangan anda? Sungguh, wahai saudaraku, ummat ini menunggu antum, menunggu pejuang-pejuangnya yang dapat menjadi tauladan dan mampu memberikan ketauladanan dengan konsisten. Menjadi penunjuk jalan dengan pelita yang terang benderang bagi mereka. Menjadi sahabat yang selalu ada baik ketika langit teduh maupun ketika badai menerpa.

Mari ajak sebanyak mungkin umat menjadi semakin akrab dengan agamanya, dengan tabiat-tabiatnya, akhlak prilakunya, dengan Islam dalam aktifitas ekonomi. Dan pasti atas izin Allah SWT, ada diantara mereka yang bukan cuma akrab dengan prilaku-prilaku itu, tetapi juga bersemangat merencanakan, melaksanakan kerja-kerja perjuangan penegakkan ekonomi Islam pada semua lini kehidupan. Mereka bersemangat berjuang, mengabdikan hidup dan kerja-kerjanya, agar semakin banyak manusia akrab dengan prilaku-prilaku baik ekonomi Islam, agar panji Islam kembali berkibar diwilayah ekonomi dan menjadi tauladan atau bahkan katalisator berkibarnya panji Islam di wilayah yang lain.

Pemeliharaan dan Pembinaan
Pejuang sejati akan menjaga dirinya sebagai pejuang. Menyadari betapa dirinya selalu terancam oleh hantu-hantu perjuangan. Rayuan dan godaan harta, ajakan menggoda dari kemegahan dan kenikmatannya, selalu menghantam logika dan jiwa pejuang. Oleh sebab itu, pejuang membutuhkan perisai, bukan hanya berguna bagi penjagaan diri pribadi pejuang tetapi lebih dari itu, perisai akan menjaga derap langkah perjuangan menegakkan nilai-nilai kebaikan akan terus bergerak kedepan.

Perisai terbaik yang hakikatnya berfungsi menjaga perjuangan adalah pembinaan berkelanjutan bagi pejuang itu sendiri. Pembinaan ruhiyah, aqliyah dan jasadiyah yang terus menerus, terencana, sistematis dan terukur diharapkan akan membentuk pribadi-pribadi pejuang yang tangguh yang siap berdiri disemua medan perjuangan. Hal ini berlaku juga bagi pejuang-pejuang ekonomi syariah. Akan sangat tidak baik jika pejuang ekonomi syariah tidak berada dalam lingkar majelis-majelis pembinaan, yang akan konsisten mengingatkan hakikat dirinya dan perjuangan, yang mengasah ketajaman dan kepekaan jiwanya, yang memahirkan kemampuannya dalam berekonomi secara Islam.

Oleh karena ini, saya mengajak diri saya sendiri dan semua pejuang ekonomi Islam dimanapun anda diamanahkan Allah SWT untuk berjuang, untuk menjaga diri dalam majelis-majelis pembinaan. Para aulia sudah mengingatkan bahwa berkumpul dengan orang-orang shaleh atau mereka yang berusaha menjadi shaleh saja akan mengobati penyakit hati, apatah lagi jika kumpulan itu mengkaji ilmu, membuat dirinya semakin dalam masuk pada ruang-ruang keislaman.

"Ga Jelas"


Pikiran ke Utara, badan ke Selatan, hati terbang entah kemana. Ini mungkin gambaran yang paling dekat dengan kondisi saya ketika malas, letih dan demotivasi berjamaah menguasai diri saya dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tak ada yang saya hasilkan kecuali khayalan dan obsesi. Tidak ada manfaat, tidak ada harapan baru, tidak juga ada semangat baru untuk sekedar beranjak satu langkah. Di ujung hari yang tinggal hanya sesal karena sadar waktu sudah tersia-sia, sadar kalau diri tak punya nilai dan harga.

Padahal saya sendiri tahu kondisi ini, sadar-sesadar-sadarnya, ini akan berakhir dengan dua cara; saya memaksakan diri untuk keluar dari kediaman ini atau tunggu sampai diam sudah memenuhi ruang kenyamanan hati, sehingga kondisi berganti, saya jenuh dan muak dengan kemalasan dan kediaman ini. Saya tahu semua teori tentang motivasi, tahu semua tentang strategi hati, bahkan tahu dengan pasti mana jalan yang sepatutnya dititi. Tapi tetap saja saya punya ketidakjelasan yang akut dan masih terus coba dikenali apa pencegah dan obatnya.

Anda mungkin punya versi sendiri tentang “ketidakjelasan” ini. Mau-mau yang beragam inginnya, cita-cita yang tidak sejalan dengan usahanya. Harapan-harapan yang tak sama dengan kemampuannya. Dan anda pasti juga punya pilihan-pilihan sendiri untuk menjalani dan mengatasinya. Terus kalau memang setiap pribadi punya ketidakjelasan, apa maksudnya, apa maknanya? Ya gat au juga, kan saya juga lagi ga jelas…

Palembang, 25 Juni 2010.