Senin, 24 Desember 2007

Islam dan Ekonomi

Keunikan ekonomi Islam yang sulit dimengerti oleh pemerhati ekonomi adalah dominasi Islam itu sendiri dalam dinamika keilmuan ekonomi. Kesatuan ruang gerak antara ekonomi dan Islam tidak mampu diartikulasikan dengan tepat, ketika seseorang belum mengerti peran Islam dalam ekonomi. Tidak dapat dipisahkannya fungsi muamalah ekonomi dari fungsi utama Islam yaitu ibadah, membuat ekonomi (Islam) pada dasarnya memiliki bentuk baru, definisi baru, atau bahkan entitas baru.

Tidak dapat dipisahkannya shalat sebagai sokoguru ibadah dari zakat sebagai sokoguru muamalah karena keduanya dalam satu kalimat perintah, menjadi satu pesan jelas bahwa ekonomi dalam Islam memiliki logika yang berbeda dari logika-logika ekonomi lazimnya. Pesan tersebut juga secara implisit terkandung pada kesatuan perintah yang tidak memisahkan anjuran jual-beli dan larangan riba. Kesatuan ini menjadi salah satu keunikan ilmu dalam Islam, bukan hanya dalam ekonomi tetapi pada semua cabang ilmu. Karena memang Islam pada dasarnya merupakan sumber dari segala sumber keilmuan.

Pemahaman seperti ini sepatutnya menjadi perhatian awal bagi pemerhati ekonomi Islam. Dan sewajarnya hal ini menjadi diskusi awal sebelum berlanjut pada analisa atau pengembangan setelahnya. Ketika pemahaman ini tidak menjadi asumsi dan rujukan, maka akan terlihat ketimpangan analisa, ketidaktepatan pengembangan atau ketidak-rasionalan logika ekonominya. Satu contoh, bahwa akan menjadi tidak logis ketika motivasi ibadah ekonomi harus diukur kesuksesannya dari kelimpahan harta atau kepuasannya dinilai dari kenikmatan materi/fisik. Banyak hal yang akan membuat ekonomi Islam tidak pas dibahasakan, tidak tepat dianalisa, atau bahkan dinilai dan dikembangkan, ketika salah memposisikan Islam dan ekonomi pada pemahaman awal.

Sabtu, 08 Desember 2007

belajar ekonomi adalah belajar memahami tabiat dan karakter harta, sehingga kemudian kita mampu menjaga jarak darinya, bukan mengejar dan menumpuknya...

MAKNA EKONOMI ISLAM

Ekonomi yang berfokus pada aktifitas dan parameter kolektif dengan nilai-nilai terpuji yang melebur secara sempurna pada prilaku manusia, menjadikan ekonomi Islam jauh dari imajinasi siapa saja yang memang tidak mengerti dan memahami peran dan fungsi Islam, bukan hanya sebagai agama tetapi juga sebagai sistem hidup dan kehidupan manusia. Ekonomi yang mengkombinasikan aplikasi sistem dan prilaku ekonomi berdasarkan satu paradigma, satu hukum, membuat siapa saja yang ingin memiliki gambaran yang utuh mengenai sistem ekonomi ini tentu harus benar-benar memahami Islam dengan baik. Tanpa memiliki keluasan ikhlas bagi kemutlakan kuasa Tuhan, tanpa mampu menyelami hakikat berikut hikmah hukum Tuhan serta tanpa mampu menyerap nilai-nilai luhur dalam bentuk ketawadhuan, seseorang akan tersesat dalam mengartikulasikan ekonomi Islam.

Karena sesungguhnya ekonomi Islam itu bukan ekonomi dalam Islam, bukan nilai-nilai mandiri ekonomi yang coba dicarikan posisinya dalam Islam, tetapi Islam dalam berekonomi, nilai-nilai orisinil berikut ketentuan Islam yang kemudian membentuk wajah ekonomi seperti apa sepatutnya ia menjadi. Ekonomi Islam adalah Islam yang berbahasa ekonomi. Ekonomilah yang kemudian dibentuk oleh Islam bukan sebaliknya. Inspirasi tunggal dari ekonomi ini adalah Islam. Islam menjadi himpunan semesta dari ruang gerak mengembangnya ekonomi. Dengan demikian, menjadi salah besar membangun dan mengembangkan Ekonomi Islam beranjak dari Ekonomi. Ia harus berawal dari Islam. Oleh sebab itu, tak salah jika awal memahami ekonomi Islam adalah memahami Islam terlebih dahulu. Jadi untuk maksud ini, sistem pengajaran yang tepat dan optimal adalah pengajaran yang mendahulukan kepahaman manusia pada Islam. Pemahaman yang sahih dan komprehensif tentang Islam, sederhananya akan membentuk manusia-manusia yang berpola laku serta fikir sesuai dengan apa-apa yang Islam mau. Singkatnya pemahaman itu bukan hanya akan membentuk warna dan bangunan ekonomi secara khas, tetapi juga hampir pada semua jengkal sisi kehidupan manusia; hukum, budaya, politik dan lain sebagainya.

Oleh sebab itu, tidak dapat dibayangkan seorang pakar mampu membedah dengan komprehensif, berimbang dan valid tentang ekonomi Islam, sementara ia tidak memahami Islam, jauh darinya atau bahkan menolak eksistensi dan fungsinya. Pakar seperti itu, tidak memiliki ”rasa” minimal terhadap Islam untuk beranalisa. Landasan dominan dalam penilaiannya hanyalah prasangka dalam bingkai pragmatisme tanpa hakikat dan hikmah. Terlebih lagi logika-logika alami yang bersifat terbatas dari fitrah manusia, juga turut ambil bagian dalam analisa ”ilmiah” tentang ekonomi Islam. Dimana kesahihan analisa ketika mereka tak mengenal apa yang mereka analisa?

Ketika ada perbedaan prakira dalam diskusi-diskusi komparasi, yang mencoba mempertanyakan relevansi dan kesahihan ekonomi Islam, sepatutnya ditelusuri sejak awal. Karena boleh jadi perbedaan bukan terletak pada mekanisme ekonomi sebenarnya ada pada perbedaan posisi dan intensitas dalam memahami Islam.

Minggu, 02 Desember 2007

HAKIKAT EKONOMI

Banyak yang berfikir bahwa belajar ekonomi adalah belajar memahami mekanisme ekonomi, belajar memecahkan masalah ekonomi dengan mengetahui berbagai cara kemudahan mendapatkan harta, mendapatkan kekayaan. Hal ini tidak dapat disalahkan mengingat sejak awal ilmu ini lekat dengan persepsi bahwa ilmu ini mampu membuat manusia dapat memaksimalkan kepuasannya terhadap harta dan segala bentuk kenikmatan. Tak dapat dipungkiri, kecenderungan dan kecintaan manusia pada semua bentuk kenikmatan semakin memperkuat persepsi dan akhirnya fungsi ilmu ekonomi bagi orang mempelajarinya. Apakah betul demikian? Bagaimana Islam memandang ilmu ini?

Dalam Islam, ilmu ekonomi pada dasarnya merupakan ilmu yang tidak terpisahkan dengan agama. Dengan kata lain ekonomi adalah Islam itu sendiri dengan wajah ekonomi, dengan bahasa dan wilayah bahasan ekonomi. Ekonomi merupakan bahasa Islam atas semua aktifitas, pengetahuan dan apa saja yang terkait dengan penyikapan manusia terhadap kenikmatan dunia, terhadap faktor produksi atau sumber daya ekonomi. Oleh sebab itu kegunaan ekonomi sudah semestinya tidak lepas dari fungsi Islam itu sendiri.

Apa fungsi Islam? Ya sederhananya, Islam merupakan instrumen agar manusia menjadi manusia yang diinginkan Tuhan, yaitu manusia yang selalu menyembah, mengabdi dan tunduk pada-Nya. Dengan demikian, Ekonomi dapat difungsikan sebagai alat bagi manusia untuk tetap menjadi manusia dalam segala aktifitas yang terkait dengan harta, dengan segala kenikmatan dunia. Aktifitas seperti apa yang membuat manusia tetap menjadi manusia yang diinginkan Tuhan?

Jika tadi sudah kita klarifikasi bahwa persepsi manusia secara umum yang menganggap ekonomi adalah alat untuk mendapatkan harta sebanyak-banyaknya dalam rangka memaksimalkan kepuasannya atas segala jenis kenikmatan, maka dalam Islam fungsi ekonomi boleh jadi bermakna sebaliknya. Ekonomi yang dikenali sebagai jalan untuk mengenal harta dan kemudian mendapatkannya, dalam Islam tidak bermakna berlebihan hingga memuaskan diri tanpa batas. Bahkan terkesan ekonomi dalam Islam adalah alat untuk mengenal harta dengan segala tabiat harta, daya tariknya, kecenderungan manusia padanya untuk kemudian tidak terjebak dan terlena dengan semua itu. Cukup saja mengenal dan kemudian dapat mengambil apa yang cukup bagi manusia untuk menjalankan aktifitas utama kemanusiaan yaitu ibadah. Jikapun ada kesempatan dan kemudahan untuk mendapatkan harta, sepatutnya dilihat sebagai kasih sayang Tuhan pada manusia agar ia dapat memaksimalkan ibadahnya pada Tuhan dengan memberikan kesempatan manusia lain untuk bisa terpenuhi kebutuhannya sehingga mereka terlepas dari kendala ekonomi yang pasti menghalangi aktifitas utama kemanusiaan mereka yaitu beribadah kepada Tuhan.

Ya dengan kata lain, mempelajari ekonomi bukan untuk berdekat-dekat dengan harta dan akrab dengannya, sehingga terlena dengan segala kenikmatan yang menjadi tabiatnya, tetapi malah menjauhi, memutuskan segala kecenderungan dan keterikatan dengan harta. Kecintaan padanya harus diputuskan dengan pengetahuan tentang tabiatnya dan pengetahuan karakteristik manusia itu sendiri yang kecintaannya amat sangat pada harta. Oleh karena itu, kesuksesan ekonomi seseorang bukan dilihat dari semakin banyaknya harta pada orang tersebut tetapi semakin jauhnya ia dari harta. Manusia sukses secara ekonomi itu jauh dari harta bukan karena kondisi yang bersifat terpaksa, tetapi karena memang secara sadar ia mengambil pilihan untuk jauh dari harta dengan segala kenikmatannya. Terkesan mitos? Teori? Tidak mungkin? Tidak, sama sekali tidak. Sudah pernah bukan hanya seorang tetapi sekelompok manusia pernah hadir di dunia ini dengan memilih sikap hidup seperti itu. Mereka menorehkan sejarah dengan tinta emas dalam peradaban manusia. Mereka mengantarkan manusia pada derajad kemanusiaan tertinggi di mata Tuhan dan manusia itu sendiri.

Dan akhirnya kemakmuran ekonomi memiliki definisinya sendiri, yaitu kasih sayang Tuhan pada mereka yang mengantarkan mereka pada keselamatan dunia dalam definisi yang sebenarnya. Ya pada akhirnya, ekonomi bukan mewujudkan peradaban kehidupan manusia dengan bentuk kemegahan fisik tetapi keluasan hati yang selalu tunduk pada Tuhan, keharmonisan hidup yang selalu terjaga rasa persaudaraan dan berbagi diantara manusia. Dan puncaknya ekonomi mengantarkan manusia pada obsesi tunggalnya yaitu syurga.