Senin, 31 Mei 2010

Harga Diri, Kehormatan dan Bukti Kecintaan pada Palestina


Tidak ada respon yang pantas kecuali saya, anda atau kita luangkan waktu untuk sebentar merenung, apa yang dapat kita lakukan bagi tanah suci Palestina, melihat kepongahan biadab israel untuk kesekian kalinya. Saya atau mungkin anda sudah sangat memahami, bahwa respon yang paling pantas adalah darah harus dibayar dengan darah, jiwa harus dibayar dengan jiwa, serta pembebasan Palestina menjadi tujuan puncak dari semua respon yang ada. Tetapi (meskipun maunya saya tidak memunculkan kata pesimis ini), ditengah ketidakmampuan, kita sepatutnya berdiri di garis batas maksimal kemampuan kita, untuk melakukan apa saja yang kita bisa, membalas dengan apa saja, menghukum dengan semua senjata yang kita punya.

Anda yang terbaring sakit dan khabar ini sampai di telinga anda, maka lantunkanlah bait-bait doa, doa hukuman dan laknat bagi biadab israel disana. Untuk anda yang memiliki pundi-pundi harta, titipkanlah hartamu bagi perjuangan saudara Palestina. Anda yang tengah asyik didepan komputer dan sedang surfing dunia maya, gemakan kampanye persaudaraan palestina, yang gelorakan semangat pembebasan tanah suci tercinta. Bagi anda yang ada di kelas tengah mengajarkan ilmu dan pesan-pesan kebaikan, maka khabarkanlah cerita-cerita perjuangan dan pengorbanan untuk Palestina, yang menggugah kepedulian, menumbuhkan kecintaan pada negeri indah para Nabi di tepi laut Mediterania.

Anda yang ada di pasar, di semua jenjang dan macamnya, halangi tangan anda mengulurkan uang membeli barang dan jasa dari mereka yang tangannya sudah bersimbah darah, darah saudara kita di Palestina. Keraslah pada diri anda, pada perut anda, pada mata anda, pada kulit-kulit anda, jangan gunakan barang dan jasa dari mereka. Sampai pada anda yang terpenjara tak mampu berbuat apa-apa, pupuklah semangat, pelihara cita-cita, asah semua senjata yang sudah sejak dulu anda timang-timang, karena sebentar lagi kesabaran sampai pada ujungnya, sebentar lagi seruan maju perjuangan akan diteriakkan di seluruh penjuru cakrawala.

Duh Tuhan yang Agung yang Maha Perkasa, hina betul kami disini, tak punya nyali untuk melangkahkan kaki atau sekedar menengadahkan tangan meminta sedikit keberanian dari Engkau. Sejumput keberanian untuk berjuang, bersatu barisan dengan mereka yang telah lama menghilang dari gegap gempita dunia. Dunia mereka kini ada di jalan-jalan Tepi Barat dan Jalur Gaza.

Rabu, 26 Mei 2010

Komunitas Islami Vs Tokoh Islami


Euforia naiknya Anas Urbaningrum sebagai ketua partai politik terbesar Indonesia ternyata merambat kemana-mana. Bukan hanya sekedar bernuansa kebanggaan pada generasi muda yang mampu menembus dominasi angkatan tua dalam dunia (industri mungkin jadi istilah yang lebih tepat) politik. Tetapi menjadi kebanggaan para punggawa organisasi-organisasi yang pernah digeluti Anas.

Seorang kolega mengatakan, jika suatu saat nanti betul Anas tampil menjadi Presiden Indonesia dari Partai Demokrat, meski kebanggaan terpilih sebagai ketua PD sudah merupakan satu kebanggaan yang spesial, tentu akan pula membuat mereka yang ada di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI; organisasi yang diketuai Anas ketika menjadi mahasiswa). Betapa bangganya HMI mampu menelurkan kader yang mampu menjadi presiden, menjadi pemimpin-pemimpin besar.

Bagaimana dengan organisasi yang saya banggakan Fossei (Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam)? Meskipun saya tidak pernah masuk dalam Fossei atau menjabat sebagai apapun didalamnya saya memiliki ikatan ideologis dan misi dengan Fossei, itu mengapa saya sangat membanggakannya. Ketika kolega menyebutkan kebanggaan itu, tidak kalah bangga saya menyahut, kalau Fossei bukan hanya ingin menelurkan seorang "Anas", tetapi tetapi ia ingin mewujudkan jamaah "Anas".

Obsesi menciptakan komunitas Islami lebih dikedepankan oleh Fossei daripada sekedar menciptakan tokoh-tokoh Islami. Terlebih lagi karena Fossei merupakan representasi dari cikal-bakal masyarakat ekonomi yang konsisten menyandarkan diri pada prinsip-prinsip Islam. Semoga.

Rabu, 19 Mei 2010

Ekonomi Islam Kehilangan Arah?


Beberapa waktu terakhir ini, secara kebetulan literatur-literatur yang saya baca banyak membahas tentang kritisasi atau lebih tepat disebut sebagai kegundahan terhadap arah pengembangan ekonomi, keuangan atau perbankan Islam. Setelah 30-an tahun dunia modern Islam bangkit dengan kesadaran membangun infrastruktur ekonomi alternatif yang disebut dengan ekonomi Islam, ternyata hingga saat ini bangunan Islam dalam ekonomi itu belum dapat dikatan terlihat bentuknya. Apalagi mempertanyakan hasil kerja dari ekonomi Islam itu.

Pengangguaran masih dalam kelajuan yang sama atau bahkan lebih tinggi dari 30-an tahun yang lalu di negeri-negeri Islam. Belum lagi angka kemiskinan yang masih menjadi hantu pembangunan dimana saja. Masalah-masalah turunannya seperti kriminalitas, pengguna narkotika, gelandangan, pengemis, pelacuran atau premanisme menjadi pemandangan sehari-hari di masyarakat Islam di semua kawasan dunia. Belum lagi prilaku korupsi yang guritanya semakin membesar dan meliputi semua aspek kehidupan negeri-negeri Islam. Bentrok sosial, harmonisasi interaksi masyarakat atau bahkan peperangan semakin menunjukkan cita-cita besar ekonomi Islam belum terlihat, meskipun hanya sekedar bayangannya.

Hal inilah yang kemudian menggelitik para pemikir atau pemerhati ekonomi Islam menggelar hipotesa-hipotesa mereka tentang arah pengembangan ekonomi Islam selama ini dan masa mendatang. Dua artikel mentah yang sebelum ini saya suguhkan di blog ini, sudah menggambarkan hipotesa yang gelisah pada dua aspek. Prof. Muhammad Nejatullah Siddiqi, gelisah melihat pembangunan ekonomi Islam hanya terkonsentrasi pada pengembangan sistem tanpa memperhatikan pembangunan manusianya menggunakan nilai-nilai moral dan akhlak Islam. Sementara Prof. Volker Nienhause menggelisahkan pembangunan sektor keuangan Islam yang hakikatnya tidak berbeda dengan konvensional.

Kegelisahan dua pakar ini sangatlah berdasar. Alasan mereka tergambar dengan sangat logis pada pernyataan Siddiqi berikut ini; “jika kita merasa bahwa saat ini kita berdiri ditempat yang tidak ingin kita tuju boleh jadi kita ada di jalan yang salah.” Siddiqi menilai bahwa paradigma manusia yang berorientasi pada public interest atau social good (instead of self interest) melalui semangat membantu sesama, akan mengubah wajah ekonomi Islam menjadi lebih bersahaja. Siddiqi menambahkan selama ini ekonomi Islam meski memiliki karakteristiknya sendiri, namun ia berkembang mengikuti path, instrumen, mekanisme atau bahkan asumsi dan logika konvensional.

Sementara Nienhause mengungkapkan kegundahannya melihat perkembangan industri keuangan Islam yang bentuk akhirnya saat ini tidak dapat dibedakan dengan konvensional, kecuali istilahnya yang menggunakan bahasa arab. Kecenderungan mimicri dengan konvensional pada level produk, governance, regulasi, dan lain sebagainya, membuat industri keuangan Islam membentuk sistemnya terekspose pada risiko yang sama dengan risiko yang dihadapi konvensional. Alih-alih memiliki karakteristik kuat dalam menstabilkan sistem keuangan dan berkontribusi dominan pada pertumbuhan ekonomi, keuangan Islam semakin menguatkan karakter ketidakstabilan sistem keuangan.

Akar masalah mulai juga banyak diungkapkan oleh berbagai pakar dalam melihat masalah ini. yang sangat saya ingat adalah kritisi dari Dr. Mohammad Obaidullah (Peneliti IRTI-IDB yang dulu dikenal sebagai praktisi keuangan dan pakar keuangan Islam kini konsentrasi pada pengembangan sektor riil khususnya pengembangan usaha kecil dan keuangan mikro Islam). Obaidullah menilai salah satu kelemahan industri keuangan terletak pada mekanisme fatwa dalam menjustifikasi transaksi-transaksi keuangan. Ruang lingkup interpretasi yang sangat luas dan beragam serta menyediakan ruang pula pada interpretasi yang kontradiktif, membuat fatwa menjadi sekedar alat dalam membenarkan praktek konvensional masuk ke sendi-sendi sistem keuangan Islam.

Obaidullah menambahkan, fatwa saat ini cenderung hanya menggunakan sudut pandang hukum saja. Hal ini membuat mekanisme fatwa menjadi overlook pada esensi-esensi transaksi keuangan Islam. Oleh sebab itu beberapa kalangan menganjurkan agar mekanisme penyusunan fatwa mengikutsertakan pandangan ekonomi yang mampu menyuguhkan pertimbangan esensi transaksi berikut implikasi perekonomiannya. Dengan begitu fatwa menjadi lebih lengkap memandang dan me-review sebuah transaksi, sehingga mampu memelihara dan menjaga karakteristik keuangan syariah agar selalu in-line dengan semangat ekonomi Islam-nya. Pada satu kesempatan Obaidullah menyebutkan, bahwa esensi keuangan Islam terletak pada dukungannya terhadap aktifitak ekonomi produktif, dimana aktifitas sektor riil menjadi muara semua transaksi keuangan Islam.

Selain itu, kesalahan yang cukup mendasar dan terkesan sempit adalah pemahaman praktisi keuangan Islam, baik di sektor perbankan, asuransi, pasar modal maupun reksadana, terhadap definisi sektor riil. Sejauh ini sektor riil dipahami sebatas sektor jual-beli barang dan jasa. Akibatnya untuk melagelkan bahwa transaksi keuangan tersebut dibenarkan secara syariah, akhirnya jual-beli menjadi sekedar benchmark jika tidak mau disebut kamuflase saja. Lihat contoh transaksi bay’ al innah atau commodity murabaha. Padahal definisi sektor riil yang ideal adalah sektor yang beraktifitas menciptakan barang dan jasa, dimana aktifitas keuangan Islam kemudian menstimulus proses penciptaan barang dan jasa. Artinya keuangan Islam menempatkan barang dan jasa menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari transaksi atau bahkan syarat penting sebagai objek transaksi.

Semoga krisis-krisis keuangan yang ada menjadi pelajaran berharga tidak hanya bagi sistem ekonomi konvensional, tetapi juga bagi ekonomi Islam dalam menakar dan menilai sejauh mana arah pengembangan yang diambil sudah benar dan tepat.

Minggu, 16 Mei 2010

Intermezzo...

Hikmah of the Day

Cuplikan menarik dari Muhammad Nejatullah Siddiqi dalam artikelnya Muhammad Fahim Khan (Islamic Science of Economics: to be or not to be):

“Most of us have been busy competing with conventional economics on its own terms, demonstrating how Islam favors creation of more wealth, etc. We have had enough of that. It is time to demonstrate how modern man can live a peaceful, satisfying life by shifting to the Islamic paradigm that values human relations above material possesions”


Yakin, insya Allah!

Senin, 10 Mei 2010

Satu Lagi Untuk Fossei

Seperti yang saya sampaikan pada banyak kesempatan terakhir ini, saya selalu membanggakan komunitas Fossei (Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam) yang berkembang dengan azam perjuangan yang juga semakin menguat. Dibandingkan dengan lembaga-lembaga mahasiswa yang lain, Fossei memiliki garis dan sasaran perjuangan yang lebih jelas, definitif dan spesifik. Semangat dan panji Ekonomi Islam yang diusung Fossei membuat jatidirinya menjadi unik jika dibandingkan lembaga perjuangan mahasiswa yang ada. Ekonomi Islam bukan hanya menjadi visi pemersatu dan objek yang diperjuangkan, tetapi juga menjadi idealisme yang coba didarah-dagingkan pada diri pejuang-pejuangnya yang kemudian memunculkan budaya komunitas baru di masyarakat dan ummat.

Fossei menjadi tunas baru dari banyak tunas yang saat ini tumbuh berkembang menjadi perangkat perjuangan, dimana dipundaknya harapan-harapan masa depan Islam digantungkan. Fossei bukan hanya sekedar menjadi kumpulan yang perjuangannya menakhlukkan kehidupan, tetapi perjuangan pertama dan utamanya adalah menakhlukkan dirinya sendiri. Membuat dirinya akrab dengan nilai-nilai dan akhlak ekonomi dalam Islam dan konsisten dengan hukum-hukumnya. Mereka menjaga dan memelihara dirinya agar tidak terjebak dalam lembah fitnah dunia yang telah berkali-kali meruntuhkan banyak peradaban, yaitu kemegahan harta yang menghanyutkan.

Mereka adalah benih komunitas baru dengan budaya baru. Komunitas Islam yang mencoba mengenalkan kembali seperti apa Islam dalam budaya-budaya prilaku ekonomi. kalimat saya ini pada dasarnya bukanlah kalimat baru, karena sejatinya perjuangan penegakkan panji Islam akhir zaman di semua lini kehidupan memiliki skenario yang sama, yaitu dimulai dengan munculnya komunitas-komunitas baru dengan budaya baru pada berbagai aspek kehidupan. Untuk kehidupan ekonomi, perjuangan ekonomi sepatutnya berawal dari sebuah komunitas yang memberikan tauladan seperti apa bentuk dan budaya ekonomi yang ideal dalam Islam, baik secara visi, paradigma, prinsip-prinsip dan tatacaranya.

Oleh sebab itu, Fossei akan menjadi ujung tombak yang sangat tajam perjuangan ini. Jikapun perjuangan mereka mengajak ummat gagal untuk membangun peradaban baru Islam dalam berekonomi, maka merekalah nanti yang akan menjadi ummat itu. Karena nilai-nilai, prinsip-prinsip dan prilaku ekonomi Islam telah menjadi kebiasaan, kelaziman atau bahkan karakter mereka.

Karenanya, saya secara pribadi berharap semua punggawa Fossei menjaga dirinya atas prilaku mereka dalam berekonomi. Gaya hidup Fossei adalah Ekonomi Islam, jangan cari-cari gaya hidup yang lain. Jangan menari diatas tabuhan genderang “musuh”, karena Ekonomi Islam memiliki tabuhan genderangnya sendiri. Jangan lakukan seremoni-seremoni diluar prinsip-prinsip kemanfaatan yang menjadi paradigma utama Ekonomi Islam. Semoga kebanggaan ini betul-betul beralasan, dan menemukan singgasananya untuk terus dibanggakan. Bismillah, maju Fossei!

Rabu, 05 Mei 2010

Go Indonesia!


Dihantam badai kasus century, Menteri Keuangan Ibu Sri Mulyani seakan mendapat satu hari menyejukkan setelah permintaan sebagai Direktur Bank Dunia oleh lembaga tersebut disetujui Presiden SBY. Seorang kawan bertanya, ditengah ketidakmampuan kita mengetahui informasi benar dan salah dalam kasus century, kenyataan ini apakah patut dibanggakan?

Dalam tulisan ini, saya tidak ingin menjawab pertanyaan itu. Yang saya tahu kenyataan apapun yang terjadi semua adalah atas izin Allah yang dapat merepresentasikan cobaan, ujian, nikmat atau bahkan kehinaan. Dan rasanya saya harus mampu menahan diri untuk tidak tergoda melakukan ghibah atau fitnah terkait dengan kenyataan ini. cukup bagi saya untuk mengatakan saya tidak memiliki pengetahuan, data informasi akurat mengenai benar dan salah atau bangga dan tidak bangga.

Tapi yang menjadi konsekwensi dari kenyataan inilah yang bagi saya menarik untuk dicermati. Atau jika memungkinkan bagi kita yang mampu, dapat berkontribusi memberikan sumbang saran siapakah sosok yang tepat menjadi juru mesin bidang keuangan dari bahtera megah Indonesia ini. seseorang yang mampu memberikan kemampuannya, keahliannya atau sedikit kecerdikannya agar tatakelola keuangan negara mampu secara maksimal mengidupkan mesin bahtera Indonesia.

Bagi anda putra bangsa, sepesimis apapun penilaian anda pada negeri ini, rasanya anda tidak mampu membantah kenyataan bahwa bangsa ini telah secara perlahan tapi pasti menjelma menjadi kekuatan ekonomi baru di Asia bahkan di dunia. Bukti bertahannya Indonesia dari badai ekonomi/keuangan maha dahsyat awal abad 21 ini, menjadi tolak-ukur yang membanggakan siapapun penghuni kolong dunia Indonesia ini. Indonesia menjadi satu dari 3 negara (disamping China dan India) yang mampu menjaga pertumbuhan ekonomi tetap positif dengan tingkat yang relatif tinggi.

Tingkat konsumsi yang seringkali dipandang oportunis sebagai penggerak ekonomi ternyata mampu menggerakkan dan menggairahkan sektor riil domestik dengan sektor UMKM sebagai sektor dominan usaha nasional. Prestasi yang bagi saya lebih sebagai skenario blessing Tuhan atas negeri ini. Karena tanpa disadari pemimpin-pemimpinnya dan tanpa sebuah perencanaan ekonomi yang disengaja menuju bentuk dan level ekonomi Indonesia yang ada saat ini, ternyata rangkaian krisis lalu (1998 & 2005) memaksa struktur pekerja untuk terjun berjamaah meramaikan sektor UMKM. Disamping itu, kenyataan pahit yang lalu itu mengajarkan manusia-manusia indonesia untuk semakin nasionalis dalam prilaku ekonominya, yang kemudian membuat bergairahnya sektor usaha domestik.

Prestasi sektor usaha riil nasional tergambar pada tingkat margin yang relatif tinggi dan cukup bersaing diantara negara-negara kawasan Asia-Tenggara atau Asia-Pasifik sekalipun. Lihatlah berlomba-lomba perusahaan asing masuk ke Indonesia, membeli aset-aset bangsa ini, masuk menjadi pelaku ekonomi dari hulu sampai hilir, dari sektor usaha besar sampai kecil dan mikro. Ya usaha produktif Indonesia kini mulai bangun dari tidurnya, untuk tampil mewujudkan semua potensi yang dimilikinya.

Oleh sebab itu, dibenak saya putra bangsa terbaik yang pantas menduduki juru mesin keuangan Indonesia adalah dia yang memiliki kemampuan mengusung sektor usaha riil, yang memiliki kepekaan dan keberpihakan, kecerdasan sekaligus keahlian. Disamping itu, kedepan, rasa nasionalisme pada tingkat militansi yang maksimal tidak kalah pentingnya untuk dimiliki oleh orang pilihan ini. Hal ini agar pembangunan memiliki skala dan bentuk yang tepat bagi bangsa. Orang pilihan ini harus percaya diri pada irama pembangunan bangsa sendiri, kemandirian bangsa diletakkan sebagai sasaran pembangunan utama. Keluhuran budi, kejujuran dan disiplin sepatutnya menjadi asumsi dasar karakter pribadi orang pilihan ini. Siapa dia? Saya berdoa Tuhan munculkan ia diantara kita, dan pilihan pemimpin yang berkuasa semoga jatuh padanya.

Seorang senior pernah mengingatkan saya bahwa analisa saya terhadap ekonomi nasional itu terlalu overestimate, hiperbolis atau sedikit lebai. Saya jawab, bahwa saya merasa nyaman menjawab dengan irama analisa seperti ini, daripada saya jawab dengan analisa moderat yang berujung pada kesimpulan pesimistik yang terlalu underestimate, dengan nuansa hiperbolis yang juga relatif lebai.

Disamping memang saya pikir, orang Indonesia tidak seharusnya selalu dibuat pesimis. Sudah waktunya bagi mereka untuk optimis, bersemangat dan tidak terjebak untuk selalu mengasihani dirinya. Seminar, konferensi, artikel, kuliah umum, workshop atau forum dialektika ilmu apapun seharusnya tidak berujung pada pelesuan semangat yang kemudian menghentikan kerja-kerja perbaikan bangsa, hasrat berkontribusi dan kebanggaan pada anugerah Tuhan berupa Indonesia ini. Pelesuan semangat berjamaah bangsa ini secara perlahan membentuk karakter bangsa komentator, pengumpat, penggunjing, karakter-karakter penonton atau pecundang. Karakter bangsa seperti ini adalah karakter yang menjadi penghalang untuk maju. Jadi, saya ingin tegaskan saya sudah letih dengan gaya respon seperti itu.

Tidak ketinggalan saya ingin mengajak pemuda-pemuda Indonesia di ujung zaman ini, ketidaknyamanan anda pada negara ini, pada bangsa ini, bukanlah alasan yang membuat anda mengutuki nasib dan takdir anda berada di tanah air ini. Anda dihadirkan pada zaman ini, di tanah ini, sebagai anda, adalah sebuah kemuliaan yang diberikan Tuhan untuk mengambil peluang kemuliaan membangun bangsa dan negara ini. Karena, saya yakinkan pada anda, bahwa memang negara ini memiliki takdir untuk megah dan sejahtera. Dan anda punya kesempatan itu untuk menjadi pemahat-pemahatnya.

Indonesia, anda memiliki kemegahan alam dengan semua makna indah berkumpul di dalamnya, anda memiliki bangsa pekerja keras yang mampu menghadirkan senyum dengan kehangatan persaudaraan bagi siapapun. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi anda untuk tidak menjadi negara terkemuka yang menawarkan pada dunia sebentuk kemakmuran yang berkumpul didalamnya semua makna kesejahteraan pada semua dimensinya. Go Indonesia.

Selasa, 04 Mei 2010

Future Direction of Islamic Banking/Finance


Dibawah ini ringkasan tulisan Pak Mulya E. Siregar yang men-summary tulisan Prof. DR. Volker Nienhaus on International Seminar “Changing Landscape of Islamic Finance: Eminent Challenges and Future Directions”; Khartoum, Sudan 5 April 2010 , yang berjudul “Islamic Finance and Financial Crisis: Implications for Islamic Banking”. Tulisan ini sangat bermanfaat sekali khususnya bagi para pemerhati perbankan syariah dan umumnya bagi pejuang ekonomi Syariah. Mudah-mudahan semakin menambah wawasan dan semangat.

1. Dari krisis global yang terjadi, banyak pihak berharap bahwa penerapan Islamic Finance dapat mencegah terjadinya krisis, karena dalam operasional Islamic Financial Institution (IFI):
a. tidak ada interest-bearing debt contract,
b. ada real asset backing of finance,
c. ada risk sharing antara financier dan entrepreneur serta
d. tidak ada debt trading.
Sehingga secara keseluruhan dalam Islamic Finance tidak ditemui excessive leverage dan risk accumulation, melainkan superior systemic stability (yg meliputi efficiency, stability dan justice). Dengan demikian melalui Islamic Finance diharapkan akan terjadi peningkatan wealth.

2. Namun dalam praktek Islamic Finance banyak ditemui structure products yang di klaim telah sharia compliance. Pada dasarnya produk-produk tersebut tidak dapat diterima secara umum, namun beberapa Sharia Board dan Sharia Scholar mengakui ke shariahan produk tersebut. Diantara produk-produk tersebut adalah: Tawarruq and Comodity Murabahah, Collateralized Debt Obligations, Short Selling, Profit Rate Swaps dan Total Return Swaps.

3. Pada kenyataannya ketika produk-produk Islamic Finance tersebut diterapkan akan mengakibatkan terjadinya unrestricted liquidity (Tawarruq and Comodity Murabahah), speculation (Collateralized Debt Obligations dan Short Selling) dan sharia conversion (Profit Rate Swaps dan Total Return Swaps), sehingga pada gilirannya tidak memberikan peningkatan wealth dan juga dapat mengakibatkan systemic anomalies dan systemic vulnerability.

4. Implikasi dari butir 3, dapat mengakibatkan arah Islamic Finance sbb.:
a. Pada tahap awal akan terjadi Systemic Commingling, dimana Islamic Finance berinteraksi dengan Conventional Finance, yang dilanjutkan dengan Islamic Finance melakukan emulation (mimic / peniruan) akan produk-produk yang ada di Conventional Finance.
b. Pada tahap selanjutnya akan terjadi Systemic Inclusion, dimana Islamic Finance berintegrasi dengan Conventional Finance, sehingga terjadi absorption Islamic Finance dalam operasi Conventional Finance, yang pada akhirnya sulit untuk membedakan antara produk Islamic Finance dan produk Conventional Finance. Hal ini terjadi karena beberapa hal, al.: adanya kompetisi dari bank-bank konvensional, adanya demand akan emulated products, lebih tingginya profit dari structure products, sharia scholar yang mengutamakan legalistic approach dari pada substansi ekonomi Islam dan unfavouravble regulatory environment.

5. Sehubungan dengan hal tersebut diatas untuk menjaga Islamic Finance tetap sesuai dengan butir 1, maka kedepan perlu di pertahankan Systemic Coexistence dimana Islamic Finance tetap dapat berinteraksi dengan Conventional Finance, namun dengan tetap menjaga perbedaan yang ada (distinction).

6. Systemic Coexistence dapat berlangsung dengan baik bila adanya global liquidity management infrastucture, adanya non-discriminatory regulations and tax rules dan corporate governance structure.

7. Hal-hal yang dapat mendorong dipertahankannya Systemic Coexistence adalah: comparative disadvantage of emulation, demand for genuine Islamic financial innovations, higher risk of leverage products, nilai-nilai syariah dan substansi ekonomi Islam serta improved market and regulatory environment.

Senin, 03 Mei 2010

Seberapa Mudharat Dirimu


Seorang ustadz dalam satu majelis pernah mengajukan satu pertanyaan yang membuat saya sedikit tersindir. Beliau bertanya, “Pernahkah anda, yang diberikan amanah untuk memimpin ummat ini, bertanya pada diri sendiri, berapa banyak ummat yang menderita, jatuh miskin atau sekedar sakit hati akibat kebijakan-kebijakan yang anda buat sebagai pemimpin.” Jreng! Selama ini saya selalu fokus pada upaya mendorong kemanfaatan diri, ternyata Ustadz ini mengingatkan sesuatu yang lain.

Betul, meningkatkan kemanfaatan diri bagi siapapun menjadi hal terpenting bagi setiap pribadi, tetapi jika kita tidak peduli dengan risiko bahwa kita dapat menjadi mudharat bagi semua orang tentu usaha menyebarkan dan mengembangkan kemanfaatan diri akan menjadi sia-sia. Kemudharatan ini sudah pernah menjadi warning dari Nabi, Beliau mengingatkan bahwa orang yang merugi diakhirat itu adalah orang yang tumpukan pahalanya surut karena dosa yang bertumpuk dari tempat yang tidak ia sangka-sangka.

Para dosen dan guru, berhati-hatilah, tahukah anda berapa banyak murid yang teraniaya karena nilai yang anda berikan tidak cukup adil, berapa banyak mereka harus menghabiskan waktunya secara percuma menunggu anda untuk berkonsultasi sementara anda asyik dengan hobby anda entah dimana. Para pejabat pemangku kebijakan moneter dan fiskal, tahukah anda berapa banyak rakyat yang jatuh miskin dan semakin miskin dari setiap satu unit suku bunga atau pajak yang anda turun-naikkan. Para pedagang dan pengusaha, sadarkah anda seberapa banyak rakyat terhalang hajat baiknya karena harga tinggi yang anda tetapkan demi pundi-pundi kekayaan yang anda idamkan.

Duhai diri, berapa mudharatkah dirimu bagi dunia dan kehidupan ini. Semakin mudharat semakin hinalah ia nanti di akhirat. Di saat ketika semua manusia berharap-harap kemuliaan diperhitungkan meski hanya senilai debu, diri yang merugi harus menatap kosong karena gunung-gunung kebaikannya menguap akibat kemudharatan dirinya.

Minggu, 02 Mei 2010

Surat dari Bro. Suhaimi di Malaysia


Assalamualaikum wbt.

Sejak berbulan-bulan lamanya mengunjungi blog Saudara, inilah kali pertama saya meninggalkan komentar.

Saya mulakan dengan salam perkenalan saya yang jauh dari tanah seberang, dari Shah Alam, Selangor, Malaysia. Dan saya amat berterima kasih kepada Saudara atas tulisan-tulisan yang sering menyentuh jiwa dan sukma saya. Saya memang dahaga akan tulisan bernuansa Islami, apalagi yang bagus gaya penulisannya seperti yang Saudara nukilkan. Terima kasih banyak. Semoga Allah membalas segala kebaikan Saudara, amin.

Tulisan Saudara kali ini amat kena juga dengan situasi di Malaysia. Pemimpinnya beralasan seperti yang Saudara tuliskan. Matlamat menghalalkan cara - itulah yang diamalkan mereka. Dan tidak kurang pula yang menyokong dan dipimpin mereka itu mengaku Islam juga seperti pemimpinnya. Kepada pemimpin dan penyokong sedemikian, saya pohon Allah memberikan petunjuk dan hidayah untuk mereka. Seperti Saudara juga, saya berdoa dengan sesungguhnya agar generasi muda, baik di Malaysia mahupun di Indonesia tidak terikut-ikut dan terpengaruh oleh segala gejala keji dan mungkar yang dipertunjukkan. Semoga mereka ini sentiasa terpelihara - fizikal dan spiritual - dan ditunjukkan jalan yang lurus oleh Allah Taala.

Sekian.
28 April 2010 21:26

Wa'alaikumussalam...

Salam kenal juga untuk antum Bro. Suhaimi. Tak ada yang saya harapkan jika tulisan-tulisan singkat saya bermakna, kecuali saya minta Tuhan ampunkan segala dosa yang telah saya lakukan.

Selama ini saya fikir, saudara di Malaysia yang mengakses tulisan saya adalah teman-teman Indonesia yang sedang study atau tinggal di Malaysia, tetapi beberapa respon menunjukkan bahwa saudara saya Malaysian juga aktif mengakses. Salam kenal saya pada antum semua.

Benar apa yang antum katakan, intinya, pemuda-pemuda Islam harus ada dalam satu barisan kebaikan, dalam satu shaf perjuangan. Karena arus kehidupan di luar sana sudah begitu kuat menghanyutkan. Mari kita bantu mereka untuk mengenal Din ini, tanah mereka, bangsa mereka, dan tentu saja tanggung jawab mereka terhadap diri dan manusia lain, tanggung jawab atas bumi dan langit.

Semoga Allah pertemukan kita semua yang bersedia memberikan jiwa dan harta ini dalam medan perjuangan. Kesedihan, ketidaknyamanan, kekecewaan atau apapun bentuk kesusahan yang telah, sedang atau nanti kita alami, adalah seutama-utama pengorbanan dari pemuda-pemuda Islam akhir zaman. Bersabarlah, kita sudah digelari oleh Nabi sebagai Saudara Beliau, sudah digelari oleh Nabi sebagai makhluk Allah yang paling beriman, mari tunjukkan bahwa kita pantas disematkan gelar seperti itu.

Semoga Allah mudahkan segala usaha kita...

Sekali lagi terima kasih Bro. Suhaimi

Buruh dan Ekonomi Islam


Tanggal 1 Mei menjadi hari pesta pora kalangan buruh, dan selalunya Buruh memiliki persepsi sebagai golongan pekerja terbawah dalam piramida pekerja. Masalah utama mereka selama ini klasik saja, yaitu upah yang belum memberikan taraf kehidupan yang layak bagi mereka dan keluarganya. Lintasan singkat yang ada di benak saya begitu sederhana; kalau saja masyarakat kaya mau jujur dan shaleh terhadap harta mereka, kalau saja harta zakat terkumpul optimal dan terdistribusikan secara maksimal, kalau saja pemimpin-pemimpin Negara ini lebih shaleh dan concern dengan kondisi masyarakat dhuafa, mungkin wajah perburuhan ini memiliki kehormatan dan harga diri yang telah hilang sejak dulu.

Mari berimajinasi. Jikalau zakat selalu tersedia untuk mereka yang dhuafa, (dimana jumlah zakat senilai dengan tingkat kebutuhan dasar keluarga dhuafa) baik karena produktifitas yang terbatas maupun karena kesempatan kerja yang tidak ada, bukankah zakat akan menjadi benchmark bagi pilihan-pilihan nafkah/income bagi mereka yang berada pada segmen masyarakat dhuafa. Khusus untuk buruh, zakat akan menjadi “harga plafon” bagi kerja-kerja mereka. Sederhananya jika upah buruh lebih rendah dari distribusi zakat, para buruh akan punya pilihan lain untuk tetap bekerja sebagai pekerja social Negara dengan upah berupa zakat.

Implikasinya, dunia usaha tidak akan sewenang-wenang dalam menetapkan upah bagi pegawai terendah mereka, disamping karena pengusaha-pengusahanya yang shaleh, terjaga oleh regulasi pemerintah yang shaleh, tetapi juga karena ada zakat yang membuat penawaran kerja mereka harus memiliki daya saing harga (upah) dbandingkan zakat. Sehingga betul-betul zakat menjadi stimulus yang menyeluruh, bukan hanya menstimulus kondisi masyarakat dhuafa, tetapi juga menjadi stimulus system ekonomi dan social menuju pada level yang lebih baik, lebih mapan, dan lebih mensejahterakan.

Pesan Ekonomi Islam bagi Aktifis Dakwah


Menjadi kegundahan tersendiri pada saya, ketika berjumpa dengan saudara-saudara yang berada dalam satu shaf gerakan perbaikan ummat, ternyata banyak diantara kami yang masih tidak mampu menerjemahkan prinsip-prinsip Islam dalam menyikapi harta dan kondisi ekonomi mereka. Mereka begitu fasih dalam bersikap pada isu-isu terkait akidah atau akhlak secara umum, apalagi isu terkait ibadah sekaligus syariah, tetapi mendadak kikuk ketika menyikapi harta yang semakin melimpah atau yang semakin mengering.

Setiap aktifis dakwah secara otomatis memiliki standard ilmu dan amal yang diatas rata-rata manusia awam, pada semua aspek kehidupan, baik pada aktifitas kebaikan maupun pada penghindaran kemaksiatan. Tuhan sudah katakan dan syaratkan, jika ingin menang melawan musuh-musuh kebenaran manusia pejuang yang tampil haruslah begabung dalam barisan yang tertata rapih. Dan kualitas serta kuantitas kemenangan akan diterima berlipat ganda jika manusia-manusia yang berbaris rapi itu adalah manusia-manusia yang beriman dan sabar. Oleh sebab itu, seorang aktifis dakwah harus mampu menunjukkan keistimewaan-keistimewaan pada semua aspek hidup dan kehidupan mereka. Nah yang ingin saya soroti saat ini adalah keistimewaan aktifis dakwah dalam aspek ekonomi.

Anda kaya tapi anda adalah aktifis dakwah, antum miskin tapi antum adalah aktifis dakwah. Tentu berbeda orang kaya atau orang miskin pada manusia awam dengan orang kaya atau orang miskin pada seorang aktifis dakwah. Setidaknya ada atmosfer kezuhudan dan qona’ah pada diri dan prilaku mereka, atau nuansa pemakmuran sedekah dan penjagaan kehormatan pada mereka yang di pundaknya sudah dibebani sekaligus dimuliakan dengan amanah dakwah. Jangankan berharap pada akhlak ekonomi yang sesuai dengan Islam, bahkan rambu-rambu hukum syariat dalam berekonomi ternyata masih banyak terabaikan.

Tantangan?! Bukan hanya tantangan, ini adalah masalah yang kronis saat ini. Jika tidak dibenahi pada tingkat aktifis dakwah, bagaimana mungkin kita berharap ada perbaikan yang mendasar pada tingkat ummat. Padahal semua lembar-lembar sejarah sudah menunjukkan bahwa kehancuran banyak peradaban pada semua zaman yang telah lewat adalah karena kemegahan harta telah mencabut militansi keislaman, kepekaan pada kebersamaan, akhlak-akhlak yang terpuji atau konsistensi pada prinsip-prinsip syariat.

Darimana Memulai
Darimana memulai pembenahan itu? Yang paling tepat untuk menjadi objek awal dari pembenahan ini tentu saja adalah tekad atau semangat. Artinya bagaimana mengumpulkan semangat dan tekad yang benar untuk memulai pembenahan ekonomi ini. Mendudukkan prinsip-prinsip syariah dalam prilaku ekonomi yang tepat akan menjadi salah satu semangat dan tekad. Disamping upaya reposisi prinsip tersebut menjadi satu bahan dakwah kepada ummat. Jadi hasil akhirnya tidak lain adalah munculnya semangat dan tekad.

Dari sisi semangat dan tekad, ternyata geloranya masih dominant di wilayah ibadah. Semangat dan tekad Islam dengan gelora yang sama belum berada di wilayah ekonomi dan prilaku-prilaku turunannya. Mari kita akui bersama (daripada mengajak untuk melihat saja lebih baik mengajak untuk bersama-sama mengaku), masih minim sekali jumlah aktifis dakwah yang istiqamah mengelola hartanya sesuai dengan syariah, menyimpan di bank atau lembaga keuangan syariah, membeli rumah atau kendaraan secara syariah, mendapat modal usaha secara syariah dan prilaku lainnya yang konsistem antara idealisme dengan prakteknya.

Jika karena keharamannya anda menjadi jijik dengan daging babi, sepatutnya anda memiliki derajad jijik yang sama atau bahkan lebih pada Riba (bunga bank). Karena memakan riba itu salah satu dosa besar, dan lebih besar dari dosa memakan daging babi. Dan prinsip inilah yang menjadi salah satu sokoguru dalam praktek ekonomi Islam. Bagaimana mungkin mengharapkan seorang aktifis dakwah mampu melakukan hal-hal terkait ekonomi lebih baik, jika prinsip-prinsip utama Islam masih jauh darinya. Semua ini dapat dilakukan jika semangat dan tekad idealisme Islam yang dimiliki tepat dan masih ada di dalam dada-dada para aktifis dakwah.

Evaluasi dan Benahi!
Secara khusus, bagi anda aktifis dakwah yang ternyata sumber ma’isyah (nafkah) masih berasal dari kerja-kerja yang tidak dibenarkan dalam Islam, sebaiknya sejak saat ini anda sudah memikirkan cara bagaimana keluar dari nafkah itu. Anda harus keras pada diri anda, sekeras idealisme yang dulu pernah ada dihati dan tekad anda ketika anda sibuk dengan kerja-kerja dakwah di bangku-bangku kuliah atau sekolah. Masih ingat masa-masa itu? Sementara bagi anda yang sudah menyadarinya sejak lama, maka saat inilah waktu yang paling tepat untuk mulai mencari (bukan hanya baru mulai memikirkan) kerja nafkah yang menggambarkan status anda sebagai aktifis dakwah.

Bagi anda yang ada di bank, asuransi, reksadana, perusahaan pembiayaan, sekuritas, manajemen dana atau perusahaan-perusahaan yang core bisnisnya adalah riba dan sejenisnya, segera beralih ke perusahaan keuangan syariah. Bagaimana kita bisa menyadarkan masyarakat tentang keindahan Islam, sementara kita masih sibuk terus dengan pembenaran untuk tidak mengamalkan aplikasi-aplikasi indah Islam. Sekali lagi, para aktifis dakwah harus keras terhadap diri mereka dalam hal muamalah ini. Alasan-alasan kedaruratan seharusnya dibuang, diganti dengan usaha keras, sabar yang lebih luas dan pengorbanan yang lebih banyak, selebihnya kita serahkan saja kebutuhan-kebutuhan kita pada Allah.

Pada tingkat kelompok atau jama’ah, sudah saatnya pula kita mengajak pengelolaan dana masjid secara syariah, disimpan dan dibelanjakan sesuai syariah, terlebih lagi jika anda-anda aktifis dakwah memegang kendali kepengurusannya. Hal yang sama juga pada lembaga-lembaga lain baik komersil maupun social. Lembaga seperti perusahaan-perusahaan, sekolah dan perguruan tinggi, LSM-LSM Islam, partai-partai politik Islam, klinik dan rumah sakit Islam dan lain sebagainya. Percaya dirilah dengan prilaku ekonomi Islam ini.

Jika perlu, “paksa” semua pihak yang bertransaksi dengan anda, dan dengan lembaga-lembaga tadi ikut menjalankan prinsip-prinsip ekonomi syariah ini. Bukankah kita ingin agar kepatuhan pada prinsip syariah ini bukan hanya sekedar menjadi tindakan kepatuhan, tetapi sudah menjadi tindakan lazim yang dikenal sebagai budaya. Dengan cara seperti inilah budaya-budaya Islam muncul dalam rangka mewujudkan peradaban Islam. Tetapi tolong pahami dan maklumi, bahwa hasil permukaan itu berinti pada keberadaan aktifis-aktifis dakwah yang konsisten terhadap prinsip-prinsip Islam dan dakwah.

Mulai Tanpa Syarat
Kita sudah sering membaca berbagai macam teori yang coba meyakinkan kita tentang keunggulan dan keutamaan praktek-praktek ekonomi syariah dari berbagai perspektif, namun kini saatnya untuk mengamalkan semua aktifitas itu pada semua aspek TANPA SYARAT! Terlalu banyak teori diluar sana, kini waktunya untuk memperbanyak amal, ini waktunya mewujudkan teori menjadi kehidupan, khususnya bagi anda para aktifis dakwah. Saya mengungkapkan ini dengan kesadaran bahwa mengamalkan ekonomi syariah bukan akan sangat mudah tanpa halangan. Percayalah tak ada perjuangan tanpa masalah dan pengorbanan, tapi bukankah masalah dan pengorbanan itu sudah menjadi habitat hidup seorang aktifis dakwah. Bukankah masalah dan pengorbanan membuat idealisme dakwah menjadi terasa lebih manis dan bermakna.

Setelah memastikan dan mengamankan kerja nafkah sesuai dengan semangat dan prinsip-prinsip dakwah, maka kini yang kemudian penting adalah akhlak ekonomi Islam. Lihat dan perhatikanlah, sudah mulai banyak para aktifis dakwah yang dalam karirnya semakin akrab dengan limpahan harta yang kemudian membuat mereka seakan-akan kikuk menyikapi kondisi itu semua. Dakwah pada dasarnya memiliki standard dan logikanya yang khas dalam berakhlak, termasuk akhlak ekonomi.

Akhirnya ikhwatifillah, yang dibutuhkan saat ini adalah sebuah ketauladanan ekonomi Islam bagi ummat, dan yang paling utama dan pantas memberikan ketauladanan itu adalah mereka yang mewakafkan dirinya pada kerja-kerja kebaikan, merekalah para aktifis dakwah.