Senin, 28 November 2011

Peran Lembaga Keuangan Syariah dalam Pengembangan Ilmu Syariah, Hukum dan Ekonomi

Latar Belakang
Perkembangan industri keuangan syariah di dunia terlihat begitu pesat. System dan industri keuangan syariah tidak lagi menjadi isu local yang sifatnya terbatas ada diantara negara-negara muslim saja, tetapi juga telah menjadi trend global dimana negara-negara non-muslim sudah mengambil posisi dan inisiatif untuk mengadopsi serta mengembangkan system sekaligus industri keuangan syariah ini. Negara-negara yang memiliki industri keuangan terkemuka seperti Inggris, Prancis, Jepang, Hongkong dan Singapura terlihat berlomba-lomba untuk menjadikan negara mereka sebagai pusat keuangan syariah, baik di dunia maupun di kawasan regional. Bahkan lembaga-lembaga keuangan dunia seperti World Bank dan International Monetary Fund (IMF) telah pula menyatakan bahwa pengembangan keuangan syariah telah menjadi salah satu program utama mereka.



Kondisi ini setidaknya disebabkan oleh dua factor: pertama, semakin banyaknya Negara baik muslim maupun non-muslim yang mengembangkan industri keuangan syariah dan perkembangan industri tersebut menunjukkan angka pertumbuhan yang sangat tinggi, sehingga diperkirakan dalam waktu yang tidak lama industri ini akan memainkan peran yang signifikan dalam percaturan industri keuangan dunia. Kedua, krisis keuangan yang menghantam banyak Negara, tidak hanya negara-negara emerging market (1998 – 2005) tetapi juga negara-negara maju (2008 – 2011), dalam kurun waktu dua dekade terakhir ini mendorong banyak pihak untuk mencari alternative system keuangan yang lebih kuat. Alternative system keuangan tersebut diharapkan bukan hanya tahan dari guncangan krisis tetapi juga mampu mencegah krisis itu terjadi.

Perkembangan Keilmuan Ekonomi-Keuangan Islam
Dengan dinamika yang ada pada aspek politik dan budaya, kebangkitan negeri-negeri muslim dari kungkungan kolonialisme menjadi faktor penentu bangkitnya kesadaran mengaplikasikan ekonomi berdasarkan prinsip-prinsip Islam. Dan perkembangan keilmuan ekonomi-keuangan Islam mengikut perkembangan aplikasinya dilapangan. Seperti yang banyak diketahui dari sejarah, perkembangan ilmu ekonomi Islam modern berawal dari ketidakpuasan tokoh agama Mesir khususnya para Guru di universitas Al Azhar Mesir atas beroperasinya Bank Inggris menggunakan konsep riba dalam rangka pembiayaan proyek Terusan Suez. Namun pada awal tersebut diskursus keilmuannya masih terbatas pada ruang lingkup Ilmu Fikih dan Kalam. Hal ini wajar terjadi mengingat saat itu, di dunia ilmu diskursus ekonomi-keuangan Islam masih beredar dikalangan ahli hukum dan kalam (Fuqaha).



Kemudian pada dekade seanjutnya diskursus ilmu ekonomi-keuangan Islam berhasil mulai mengekstrak prinsip-prinsip umum ekonomi yang kemudian mampu memberikan gambaran lebih jelas seperti apa aplikasi dasar dari ekonomi-keuangan Islam. Pada periode ini dimulai pula inisiasi pendirian lembaga keuangan yang operasionalnya berpedoman pada prinsip-prinsip syariah (Mitghamr Local Savings Bank yang didirikan oleh organisasi Ikhwanul Muslimun di Mesir pada tahun 1963). Pada periode selanjutnya, perkembangan keilmuan ekonomi-keuangan syariah berkembang sangat pesat dan lebih kompleks. Ilmu ekonomi-keuangan Islam bukan hanya berkembang pada semua aspek ekonomi dan keuangan tetapi juga semakin dalam diskursusnya, mengingat pada periode tersebut telah muncul generasi baru ekonom muslim yang mencoba melakukan eksplorasi keilmuan menggunakan wawasan keilmuan ekonomi yang mereka miliki.

Disamping itu dukungan negara-negara muslim pada aplikasi ini semakin terlihat baik secara individual maupun kolektif. Oleh sebab itu pada periode ini muncul kesadaran diantara sekelompok negara-negara muslim yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI/OIC) untuk mendirikan Islamic Development Bank yang bertujuan membantu permasalahan pembangunan negara-negara muslim anggotanya. Dan akhirnya pada dua dekade terakhir ini, aplikasi ekonomi-keuangan Islam semakin meluas dan semakin bervariasi pula aplikasinya. Aplikasinya tidak hanya terkonsentrasi pada aplikasi lembaga perbankan syariah dan sektor moneter saja, tetapi juga sudah menyebar pada aplikasi lembaga-lembaga keuangan non-bank seperti asuransi dan pasar modal, serta aplikasi non moneter seperti zakat dan wakaf. Produk dan kelompok masyarakat yang menjadi sasaran pun semakin meluas dan berkembang.

Pada awal pengembangannya praktek ekonomi-keuangan Islam lebih didominasi oleh praktek perbankan dengan produk yang mayoritas menggunakan akad jual-beli (murabaha). Selanjutnya basis akad produk semakin bervariasi, misalnya pada akad ijarah, takaful dan mudharabah-musyarakah (equities). Bahkan saat ini sudah pula beredar produk Sukuk (Islamic Bonds) yang dapat digunakan bukan hanya nasabah perorangan (retail) tetapi juga lembaga keuangan dan pemerintah. Oleh karena itu, jika dilihat dari penggunanya, khusus aplikasi keuangan Islam telah menjangkau semua segmen pengguna, dari kelompok retail, high net-worth (VIP customers), lembaga keuangan syariah, lembaga non-bank, pemerintah dan lembaga lainnya. Pada periode ini ada kesan dimana perkembangan industri, khususnya industri keuangan syariah, berkembang dengan sangat cepatnya. Sementara, kecepatan tersebut tidak diimbangi dengan pembangunan sistem pendidikan yang mampu menopang perkembangan industri. Dengan kondisi seperti itu, tentu muncul masalah-masalah yang mengganggu, baik disektor industri maupun di sektor sistem pendidikan (akan dibahas pada bagian selanjutnya).

Pada perkembangan terakhirnya, industri keuangan syariah hampir meliputi semua aspek transaksi keuangan, dari jenis transaksi di perbankan, asuransi, pasar modal, dana pension, reksadana, perusahaan pembiayaan sampai dengan pegadaian. Secara kelembagaan aplikasi keuangan syariah memang dipelopori oleh berdirinya bank-bank syariah sebagai berikut:
1. Mitghamr Local Savings Bank (1963) – Shaikh Ahmad Al-Najjar
2. Tabung Hajji Malaysia (1967) – Royal Professor Tunku Abdul Aziz
3. Islamic Development Bank (1974) – Dr. Ahmed Mohamed Ali
4. Dubai Islamic Bank (1975) – Sh. Saeed Lootah

Selanjutnya perkembangan aplikasi keuangan syariah di dunia menyebar pada praktek-praktek non-bank seperti asuransi, pasar modal, perusahaan pembiayaan, dana pensiun, reksadana dan lain sebagainya. Sementara di Indonesia sendiri aplikasi keuangan syariah dipelopori dengan berdirinya BPR Syariah pertama di Bandung yaitu BPRS Berkah Amal Sejahtera (1988) dan Bank Muamalat Indonesia Tahun 1992 (berdasarkan UU No. 7 Tentang Perbankan dan PP No.72 tentang bank bagi hasil)

Saat ini perkembangan industri keuangan dan perbankan syariah di tanah air menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat. Berdasarkan data akhir tahun 2010 pertumbuhan keuangan syariah nasional secara umum diprakirakan lebih dari 30%, khusus untuk pertumbuhan perbankan syariah per-September 2011 mampu tumbuh mencapai 48%. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Maris Strategies & The Bankers November 2010, industri keuangan syariah Indonesia berdasarkan besarnya aset peringkatnya naik dari peringkat 17 tahun 2009 menjadi 13 dunia tahun 2010, dimana asetnya bertambah lebih dari dua kali lipat, dari USD 3.3 miliar menjadi 7.2 miliar. Namun begitu, berdasarkan besarnya aset saat ini belum ada satupun perusahaan keuangan syariah Indonesia yang mampu menembus peringkat 25 besar dunia. Dengan karakteristik aplikasi keuangan syariah yang erat dengan aktifitas usaha produktif ekonomi (sektor riil), diyakini bahwa praktek keuangan syariah mampu berkontribusi positif dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan peningkatan daya tahan serta mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya yang mampu mengakselerasi pengembangan industri keuangan syariah termasuk perbankan syariah nasional.

Saat ini pencapaian kinerja industri keuangan syariah dan perbankan syariah Indonesia telah diakui secara internasional, bahkan berada dalam posisi yang cukup baik diantara negara-negara yang memiliki industri serupa. Berdasarkan data peringkat yang dikeluarkan oleh Global Islamic Finance Report 2011 (BMB-UK), industri keuangan syariah Indonesia menempati peringkat ke-4 di dunia.

Berdasarkan metodologi penilaian yang dilakukan oleh BMB-UK dalam Global Islamic Finance Report 2011 ini, dapat disimpulkan bahwa tingginya peringkat industri keuangan syariah Indonesia karena jumlah lembaga perbankan yang cukup banyak, pengelolaan industri yang lebih mapan dan jumlah variasi lembaga keuangan syariah di luar perbankan yang juga melayani kebutuhan jasa keuangan syariah bagi masyarakat. Seperti yang sebelumnya di sebutkan, bahwa terjadi peningkatan yang cukup signifikan dari volume asset industri keuangan syariah nasional tetapi tidak ada satupun perusahaan keuangan syariah, ternyata hal tersebut dapat disimpulkan secara positif, dimana meski size-nya kecil industri keuangan syariah Indonesia memiliki banyak jenis institusi dan tersebar luas melayani kebutuhan masyarakat banyak. Disamping itu, pengelolaan secara formal oleh pemerintah menunjukkan bahwa industri keuangan syariah nasional relatif cukup mapan dalam sebuah sistem industri.

Dengan karakteristik industri keuangan syariah yang masih baru dan struktur usaha di perekonomian Indonesia yang dominan usaha mikro-kecil, kapasitas terbatas, variasi lembaga yang banyak dan sebaran jaringan yang luas membuat industri keuangan syariah nasional yang ada saat ini dapat dikatakan optimal menjadi lembaga intermediari bagi unit usaha mikro-kecil Indonesia. Tetapi hal itu tidak kemudian bermakna indonesia tidak membutuhkan lembaga keuangan syariah yang besar. Pada perkembangan selanjutnya dalam rangka mewujudkan tingkat daya saing industri keuangan syariah nasional berdasarkan scale of economies-nya, diperlukan upaya untuk membesarkan size perusahaan-perusahaan keuangan syariah yang ada.

Perkembangan Industri Vs Perkembangan Ilmu dan SDM
Dengan demikian secara umum, baik perkembangan industri ini di lingkungan Indonesia maupun di lingkungan dunia internasional menunjukkan perkembangan yang sangat pesat, terutama pada dua dekade terakhir ini. Apalagi perkembangannya sangat dibantu oleh sentimen ekonomi dunia ditengah badai krisis keuangan yang melanda seluruh belahan dunia pada dua dekade terakhir ini, dari negara-negara emerging market sampai dengan negara-negara maju. Kinerja internal industri dan lingkungan bisnis yang kondusif membuat industri ini berada dalam kondisi tumbuh sangat cepat. Namun yang disayangkan perkembangan industri itu tidak diikuti dengan perkembangan sistem pendidikan yang memadai, yang pada akhirnya diharapkan mampu menyediakan SDM bagi industri. Ketiadaan SDM yang memadai pada semua aspek, seperti SDM di tingkat praktisi, regulator, pengawas syariah, hakim, auditor dan akademisi itu sendiri, membuat langkah-langkah pengembangan bisnis keuangan syariah menjadi relatif pragmatis. Upaya-upaya pemenuhan kebutuhan SDM secara instan membuat strategi pengembangan industri keuangan syariah terkesan mengabaikan prinsip-prinsip dasar syariah pada aspek operasional, produk, good governance dan sharia governance.

Selain itu, ketertinggalan sektor pendidikan dalam eksplorasi ilmu ekonomi dan keuangan syariah membuat lembaga pendidikan bergantung pada pengetahuan yang menjadi dasar penerapan oleh lembaga keuangan di dunia industri. Kecenderungan ini tentu tidak tepat dalam rangka mewujudkan industri keuangan syariah yang kuat dan sehat. Dengan kecenderungan seperti itu, akademisi tidak mampu memerankan fungsinya dalam menjaga dan memelihara sektor industri agar selalu in-line dengan substansi keilmuan yang diterapkan oleh industri, karena industri sudah memainkan peranan dominan dalam mengontrol perkembangan ilmu itu sendiri. Pada dasarnya akademisi dengan pengetahuannya yang memadai sepatutnya menjadi elemen pengontrol bagi perkembangan industri, agar industri selalu berada pada track ilmu yang benar yang bermuara pada sistem keuangan yang kuat yang memberikan manfaat maksimal bagi perekonomian. Pihak industri seharusnya menjadi mitra kalangan akademisi dalam memperkuat dan memperkaya ilmu, misalnya dalam memberikan masukan kelayakan praktik (practicability) dari ilmu-ilmu keuangan syariah. Oleh sebab itulah saat ini banyak sekali ketidak-puasan dari pakar ekonomi Islam dan syariah terhadap perkembangan aplikasi ekonomi dan keuangan syariah, baik di tanah air maupun di tingkat dunia internasional. Berikut ini di bawah ini beberapa kritik tersebut.



Kritik Terhadap Aplikasi Ekonomi dan Keuangan Islam

Prof. Volker Nienhaus
Dalam praktek Islamic Finance banyak ditemui structure products yang diklaim telah sharia compliance. Pada dasarnya produk-produk tersebut tidak dapat diterima secara umum, namun beberapa Sharia Board dan Sharia Scholar mengakui ke shariahan produk tersebut. Diantara produk-produk tersebut adalah: Tawarruq and Comodity Murabahah, Collateralized Debt Obligations, Short Selling, Profit Rate Swaps dan Total Return Swaps.

Pada kenyataannya ketika produk-produk Islamic Finance tersebut diterapkan akan mengakibatkan terjadinya unrestricted liquidity (Tawarruq and Comodity Murabahah), speculation (Collateralized Debt Obligations dan Short Selling) dan sharia conversion (Profit Rate Swaps dan Total Return Swaps), sehingga pada gilirannya tidak memberikan peningkatan wealth dan juga dapat mengakibatkan systemic anomalies dan systemic vulnerability.

Dr. Umer Chapra
“The way the Islamic financial system has progressed so far is only partly, but not fully, in harmony with the Islamic vision. It has not been able to fully come out of the straitjacket of conventional finance. The use of equity and PLS modes has been insignificant, while that of the debt-creating sales- and leasebased modes has been predominant. Moreover, even in the case of debt-creating modes, all Islamic banks and branches or windows of conventional banks do not necessarily fulfill the conditions laid down by the Shari‘ah. They try to adopt different legal stratagems (hiyal) to transfer the entire risk to the purchasers (debtors) or the lessees. The result is that the Islamic financial system, as it is being practiced, does not appear to be a genuine reflection of what it is expected to be.”

Dr. Muhammad Nejatullah Siddiqi
“Most of us have been busy competing with conventional economics on its own terms, demonstrating how Islam favors creation of more wealth, etc. We have had enough of that. It is time to demonstrate how modern man can live a peaceful, satisfying life by shifting to the Islamic paradigm that values human relations above material possessions”

Dr. Mohammad Obaidullah
Ruang lingkup interpretasi yang sangat luas dan beragam serta menyediakan ruang pula pada interpretasi yang kontradiktif, membuat fatwa menjadi sekedar alat dalam membenarkan praktek konvensional masuk ke sendi-sendi sistem keuangan Islam. Fatwa saat ini cenderung hanya menggunakan sudut pandang hukum saja. Hal ini membuat mekanisme fatwa menjadi overlook pada esensi-esensi transaksi keuangan Islam. Oleh sebab itu beberapa kalangan menganjurkan agar mekanisme penyusunan fatwa mengikutsertakan pandangan ekonomi yang mampu menyuguhkan pertimbangan esensi transaksi berikut implikasi perekonomiannya. Dengan begitu fatwa menjadi lebih lengkap memandang dan me-review sebuah transaksi, sehingga mampu memelihara dan menjaga karakteristik keuangan syariah agar selalu in-line dengan semangat ekonomi Islam-nya. Esensi keuangan Islam terletak pada dukungannya terhadap aktifitak ekonomi produktif, dimana aktifitas sektor riil menjadi muara semua transaksi keuangan Islam.

Dr. Monzer Kahf
“It seems to me that the present generation of Islamic economists is exhausted and already consumed in the activities of Islamic banking and finance that the best it can do is to hand over the torch to a second generation that may carry deeper theoretical analysis and fill the gaps left by our generation.”

Kritik para pakar terkait aplikasi ekonomi dan keuangan syariah menunjukkan ketidak-puasan atas perkembangan aplikasi ekonomi dan keuangan syariah yang saat ini sedang berlangsung. Salah satu kritik yang banyak disampaikan adalah corak aplikasi keuangan syariah yang saat ini semakin identik dengan aplikasi keuangan mainstream (konvensional), sehingga dikhawatirkan keuangan syariah akan semakin jauh dari semangat dan cita-cita ekonomi Islam.

Kesimpulan dan rekomendasi

1. Perkembangan aplikasi industri ekonomi dan keuangan Islam sejak awal sejalan dengan perkembangan keilmuannya, namun dua dekade terakhir ini perkembangan industri yang sangat pesat membuat pengembangan industri dan penyediaan SDM cenderung dilakukan dengan cara-cara yang instan, dan hal ini berisiki menimbulkan banyak masalah pada berbagai aspek, khususnya reputasi dan kemanfaatan industri bagi perekonomian.

2. Perkembangan industri ekonomi dan keuangan Islam tidak diikuti dengan perkembangan sistem pendidikan yang memadai, yang pada akhirnya terdapat kondisi kelangkaan jumlah SDM yang mumpuni bagi industri.

3. Diperlukan upaya lebih besar dalam eksplorasi keilmuan ekonomi dan keuangan Islam di tingkat lembaga pendidikan.

4. Diperlukan upaya riset yang lebih masif serta mencetak SDM yang kompeten dalam bidang ekonomi dan keuangan Islam.

5. Diperlukan dukungan semua pihak baik regulator, praktisi dan Kementerian Pendidikan Nasional dan Budaya serta Kementerian Agama dalam mempercepat upaya eksplorasi keilmuan ekonomi dan keuangan Islam.

Rabu, 23 November 2011

Syair


Syair dalam beberapa waktu mampu menjadi alat ukur untuk mengetahui kedalaman hati, kepekaan rasa dan kebesaran jiwa. Atau ia bisa merefleksikan tingkat dan kualitas kesadaran. Atau setidak-tidaknya, syair mampu membuat pecintanya untuk jujur tanpa harus dipaksa.

Bagi saya, syair menjadi teman untuk berakrab-akrab dengan kebijaksanaan, dengan hikmah, yang kemudian mampu mengantarkan jiwa ini ada di dekat kebenaran. Itu mengapa syair tentang jiwa menjadi kekaguman saya diantara berbagai macam bait-bait syair yang mempesona. Syair tentang keindahan Tuhan begitu juga karya-Nya pun menjadi rangkaian kata bak mutu manikam dalam dunia olah kata.

Ada syair indah dari seorang anak manusia yang bernama Rabindranath Tagore, dimana di akhir syairnya ia bersaksi tentang keagungan Tuhan pada kejadian-kejadian hidupnya, cermatilah:

“.. i received nothing i wanted, i received everything i needed, God has answered my prays..”

Pengakuan yang tak kalah tulusnya juga terekam dalam jalinan kata-kata EMHA Ainun Najib, nikmatilah:

“.. jadi berhentilah mendirikan tembok – tembok, karena toh aku bukan gumpalan benda yang bisa kau kurung, tak usah pula repot membakar dan memusnahkanku, sebab toh hakekatku memang musnah dan tiada..”

Dengan semua ketulusan dan kejujuran rasa, dengan syair kita mampu mendapatkan sebuah keheningan dalam keriuhan peristiwa-peristiwa. Karena syair-syair pada hakikatnya menjaga konsentrasi dan visi hidup. Apalagi jika kita resapi syair-syair langit dari Sang Maha Penyair, lihatlah bagaimana titah sekaligus kasih sayang-Nya:

“.. wahai hambaku, kau berkeinginan, Aku pun berkeinginan. Apabila kau tidak sandarkan apa-apa yang kau inginkan pada-Ku, maka akan Aku berikan kau keletihan dan kesengsaraan. Apabila kau sandarkan apa-apa yang kau inginkan pada-Ku, maka akan Aku cukupkan apa yang engkau butuhkan. Sesungguhnya yang terjadi adalah apa yang Aku inginkan..”

Demikianlah syair yang telah menghiasi dunia, sejarah dan manusia, dan ia sampai pada saya dengan kejujuran yang sama.

sahabat

sahabat itu seperti embun
ia datang bukan untuk membasahi
ia datang untuk menyejukkan

persahabatan bukanlah tetesan air serampangan
ia adalah tetesan air yang serentak dan seirama
persahabatan bukanlah tetesan air yang tak berarti
ia adalah hujan yang menyegarkan dan menyemangati

Selasa, 22 November 2011

Amal yang Shaleh itu..


Suatu kali saya terjebak macet di satu jalan. Setelah beberapa lama saya sadari didepan ada mobil dari arah lain yang ingin berbelok memotong antrian macet mobil pada jalur jalan yang saya ambil. Saya perhatikan beberapa mobil didepan saya tidak memberikan kesempatan mobil itu memotong, hingga giliran satu mobil di depan saya. Saya kemudian menerka-nerka apakah mobil yang persis didepan saya ini akan memberikan jalan untuk mobil yang ingin memotong itu. Entah kenapa, muncul harapan dalam hati; mudah-mudahan saya yang diberikan kesempatan oleh Allah untuk melakukan amal shaleh itu. Alhamdulillah saat itu saya diberikan kesempatan itu.

Setelah peristiwa itu, setiap kali saya menghadapi situasi serupa, seringkali harapan itu muncul di hati dan fikiran saya. Hasilnya, kadang saya diberi kesempatan kadang tidak. Tetapi hikmahnya saya belajar banyak dari peristiwa itu. Setidaknya pelajaran itu; pertama, amal shaleh dapat dilakukan bukan hanya karena kemauan tetapi juga karena perkenanan Tuhan. Kedua, semangat melakukan amal shaleh tidak melulu dan tidak selalu diukur dari menikmati hasilnya, boleh jadi semangatnya berasal dari keinginan untuk memberi (bukan untuk menikmati).

Belajar dari pelajaran itu semua, ketika kita berhadapan dengan kondisi dimana para senior, atasan, tetangga, saudara kita begitu menggemaskan karena tidak mampu merubah keadaan atau tidak mau melakukan perbaikan, mungkin tidak tepat kalau kita kecewa. Mungkin yang lebih tepat kita lakukan adalah tersenyum dan kemudian berdoa mengirim harapan kepada Tuhan: ya Tuhan perkenankan saya yang melakukan perubahan itu, berikan kesempatan saya melakukan kebaikan itu.

Selanjutnya, buat anda yang membaca tulisan ini, khususnya anda yang ada di jalan perjuangan menegakkan idealisme kebaikan, pejuang amal shaleh, mungkin sudah lama jalan ini anda tempuh tetapi sepertinya ujung jalan tidak pernah tampak, sudah banyak yang diusahakan tetapi hasil tidak pernah dapat digenggam apalagi dinikmati, sudah banyak pengorbanan yang diberikan tetapi tidak satupun kemenangan bisa dirasakan. Jenuh, bosan, letih, kesan itu yang mungkin dominan ada menjadi atmosfer kehidupan perjuangan anda. Dan boleh jadi kesabaran anda mulai terusik, apalagi ketika memikirkan beratnya perjuangan karena tiada hasil yang dapat menghibur itu semakin bertambah berat karena ternyata pada saat yang sama ujian, cobaan dan godaan semakin naik intensitasnya.

Mungkin yang harus dilakukan bukan berhenti dan mencari-cari apa atau siapa yang dapat disalahkan, tetapi sekedar merubah pola berfikir dan merubah logika-logika yang selama ini kita pegang. Artinya, kelesuan, kejenuhan dan keletihan berjuang mungkin sedikit dapat ditolong dengan merubah konsep perjuangan yang kita anut. Hapus faktor “hasil” dari ukuran-ukuran hidup yang mempengaruhi semangat berjuang. Kita tidak peduli dengan hasil. Hasil itu hak Tuhan, kita tidak memiliki wewenang sedikitpun. Tetapi kalaupun itu sudah dilakukan, kejenuhan dan kelesuan masih saja memenuhi jiwa, mari berdoa, siapa tahu Tuhan kasihan pada kita, dan kita dihibur dengan takdir-takdir yang memelihara kita di jalan perjuangan ini. Mari berdoa, sebelum bisikan syetan menguatkan nafsu kita untuk tenggelam dalam diam atau bahkan bermaksiat di atas bumi-Nya.

Senin, 21 November 2011

Seri Global Crisis: Fakta-Fakta Terbaru Krisis Utang - Keuangan Negara Barat

Bank Terbesar Italia berencana melakukan PHK 5200 karyawannya.

Utang pemerintah Amerika Serikat terus meningkat menembus angka US$ 15 triliun. Angka itu setara dengan 99% dari proyeksi PDB Amerika pada tahun 2011, dan merupakan level utang yang sangat tidak sehat.

"Amerika telah melintas batas yang tidak terpikirkan, utang negara kita sekarang melebihi US$ 15 triliun. Itu lebih dari US$ 48.000 per warga," ujar Pimpinan Komite Nasional dari Republik, Reince Priebus. "Utang yang sangat besar ini telah memperlambat perekonomian kami dan merusak peringkat utang. Amerika tidak dapat menerima lagi masa 4 tahun presiden ini dan belanja serakah dari Demokrat," ujarnya.

AS memang masuk dalam ketegori negara-negara dengan jumlah utang yang besar. Masalah besarnya utang itu pula yang menyebabkan krisis mendera kawasan Eropa dan hingga kini belum ada tanda-tanda berakhir. Sebagai perbandingan dari negara yang kini terbelit krisis karena besarnya utang adalah Italia yang memiliki utang US$ 2,223 triliun atau 108% PDB untuk posisi tahun 2010 (2011 telah mencapai 120% dari PDB). Juga Yunani yang memiliki utang US$ 532,9 miliar atau 174% PDB. Sedangkan Indonesia, tercatat memiliki utang Rp 1.754,91 triliun yang setara dengan 27,3% PDB.

BNP Paribas, France’s biggest bank, was hit on Friday by a credit downgrade triggered by growing concerns about funding and liquidity for the country’s banking sector and a weakening economic outlook in peripheral European countries to which the French banks are exposed. Standard & Poor’s lowered its long-term rating on BNP by one notch to AA minus from AA.

Minggu, 20 November 2011

EUROZONE DEBT CRISIS

Seri Global Crisis: Krisis Merubah Peta Kekuatan Ekonomi Dunia

Ada suatu yang tak biasa, kalau tidak ingin dikatakan aneh, saat melihat proses penandatanganan perjanjian jual-beli 230 pesawat Boeing 737 senilai USD 21,7 miliar antara Boeing-US dengan Lion Air-Indonesia, dimana hal itu disaksikan oleh President US Barack Obama, tanpa dihadiri oleh koleganya Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono. Mengapa tak biasa? Pertama, tumben-tumben-nya kepala negara se-adidaya Amerika Serikat bersedia meluangkan waktu sekedar menyaksikan penandatanganan perjanjian bisnis satu perusahaan komersialnya dengan satu perusahaan komersial negara berkembang. Kedua, menjadi lebih tak biasa Presiden Obama bersedia menghadiri meski koleganya dari Indonesia tidak ikut hadir. Ketiga, kapitalisasi perjanjian ini tak seberapa jika diukur dengan volume raksasa ekonomi US, namun mampu membuat seorang kepala negara adidaya dengan ekonomi raksasanya hadir menyaksikan proses penandatanganannya.

Mungkin beberapa tahun kedepan, kita harus membiasakan diri untuk menyaksikan hal-hal yang tak biasa ini. Sudah sering terjadi dalam banyak forum ekonomi, dimana negara-negara maju memandang langkah kebijakan ekonomi Negara-negara berkembang begitu tradisionalnya, tidak canggih, kurang modern, berkutat pada permasalahan dasar ekonomi seperti masalah pengangguran, kemiskinan dan ketimpangan ekonomi atau mungkin masalah kerusuhan sosial. Tetapi saat-saat ini, dikotomi corak kebijakan dan bentuk interaksi ekonomi domestik untuk membedakan Negara maju dan berkembang, boleh jadi sudah tidak begitu tepat lagi. Alasannya adalah krisis yang sepertinya terus bergelayut di langit ekonomi negara-negara maju telah membuat mereka harus berhadapan dengan masalah-masalah yang dahulu identik dengan negara-negara berkembang.

Negara-negara maju semakin hari kini semakin kehilangan reputasi “negara maju”-nya. Label “negara maju” sebaliknya malah memberatkan mereka untuk bergerak dan bermanufer mengatasi krisis keuangan di dalam tubuh mereka. Lihat kondisi ekonomi Islandia, dimana krisis keuangan tahun 2008 yang mengacaukan kehidupan sosio-politik-ekonomi mereka, sehingga sepertinya kini mereka harus memulai ekonominya dari awal lagi. Lihat Yunani, krisis membuat logika-logika ekonomi menjadi tidak shahih dilakukan, sementara perkembangan politik akibat kehancuran ekonomi berjalan tak menentu dan bahkan memaksa pemerintahan Perdana Menteri George Papandreu yang berkuasa harus turun dengan terpaksa. Inisiatif politiknya berupa referendum yang diharapkan mengumpulkan semangat kebersamaan rakyat menghadapi krisis utang Negara, ternyata menghasilkan tsunami ketidak-percayaan sektor usaha, keuangan dan Negara-negara donor Eropa. Logika solusi nasionalismenya tidak dibeli oleh siapapun, baik oleh rakyatnya sendiri apalagi oleh pasar internasional.

Islandia dan Yunani mungkin dipandang sebagai negara remeh di Eropa sehingga keterpurukan ekonominya belum dinilai mengancam reputasi besar ekonomi Eropa di dunia atau mengancam kemapanan perekonomiannya di percaturan ekonomi global. Tapi kini lihat Italia, salah satu Negara eropa yang cukup besar perekonomiannya, ternyata krisis utang sudah memaksa turun Perdana Menterinya Silvio Berlusconi. Ekonomi Italia jauh dari kondisi bagus, rasio utangnya terhadap GDP (debt service ratio-DSR) masih bertengger di angka 120% dengan tingkat pengangguran 8,6%.

Jikalau masalah ini terisolasi dan dianggap masalah Italia sendiri, lihat data tersebut untuk Negara Eropa lainnya. Ternyata tingkat DSR dan pengangguran Negara-negara Eropa relatif tinggi; UK 7,8%, Prancis 9,6%, Yunani 12,9%, Italia 8,6%, Irlandia 12,6%, Portugal 11,2% dan Spanyol 20,4%, dan tingkat utang luar negeri dibandingkan dengan GDP mereka yang kini berjejer rapih mendekati angka rata-rata 100%. Kesepahaman Masyarakat Ekonomi Eropa yang menghimpun negara-negara maju Eropa dengan symbol penyatuan mata uang sepatutnya ampuh mengatasi krisis utang negara anggotanya. Namun alih-alih terjadi proses saling bantu dalam memecahkan masalah utang negara anggotanya dan mencegah meluasnya krisis, ternyata malah masing-masing negara Eropa terkesan semakin individualis dengan cenderung focus pada masing-masing ekonomi domestiknya. Yang terlihat masing-masing mereka mencoba untuk memproteksi perekenomiannya.

Tidak mengherankan kini secara individual mereka mencari bantuan dari negara-negara pemegang likuiditas seperti China, yang saat ini diakui pemilik cadangan devisa terbesar dunia, melalui penawaran surat-surat utang mereka.. Sementara secara kolektif dibawah payung European Union (EU), mereka masih terlihat malu-malu meminta bantuan itu. Mungkin juga karena malu kalau hal itu dilakukan berarti mengakui juga kondisi downgrade dari perekonomiannya. Sedangkan IMF sejauh ini sepertinya kehilangan kekuatan untuk menolong Negara-negara Eropa yang kesulitan keuangan, mungkin kondisi keuangan IMF juga sudah babakbelur mengatasi Islandia dan Yunani atau memang mengetahui begitu parahnya kerusakan yang sudah menganga di perekonomian Eropa.

Amerika Serikat sebagai Negara sekutu terdekat memiliki kondisi yang tidak jauh berbeda yaitu tingkat pengangguran yang mencapai lebih dari 9,1% dengan DSR 100%. Tidak heran melihat sekutu-sekutunya mengalami kesulitan deficit anggaran yang besar Amerika Serikat tidak mampu berbuat apa-apa. Selain itu, kecemasan pada meluasnya krisis utang menjadi krisis ekonomi dan krisis politik menjadi sangat-sangat mungkin. Masih ingat kerusuhan yang terjadi di London dan beberapa kota besar di Inggris yang baru lalu?

Krisis yang bertubi-tubi menghantam perekonomian negara maju, lambat laun membuat banyak hal “tak biasa” harus dilakukan oleh negara maju. Banyak hal itu sebenarnya adalah attitude lazim yang selama ini dialamatkan kepada Negara berkembang, namun kini dilakukan oleh negara-negara maju. Misalnya hal yang tak biasa diatas yang dilakukan oleh Presiden Barack Obama. Dengan tingkat pengangguran 9,1% mau tidak mau kini Obama sibuk dengan kerja-kerja “remeh” ekonomi sektor produktif (sektor riil) yang focus pada penurunan angka pengangguran dan pertumbuhan ekonomi. Kerjasama jual-beli pesawat Boeing tadi dipandang krusial mengingat dalam jangka panjang projek tersebut diperkirakan akan menyerap tenaga kerja sebanyak kurang lebih 100 ribu pekerja.

Obama boleh jadi ingin menjawab secara kongkrit kritik yang kini semakin menggema di jalan-jalan Amerika Serikat dalam bentuk gerakan kepedulian ekonomi rakyat berupa gerakan OccupyWallstreet. Salah satu tema kampanye yang diteriakkan gerakan ini adalah slogan ikonik; “we are the 99 per cent”. Gerakan ini memprotes corporate influence on democracy, a growing disparity in wealth, and the absence of legal repercussions behind the recent global financial crisis (lihat OccupyWallstreet.org). Gerakan ini dimulai oleh lembaga Adbusters, yaitu the Canadian-based group Adbusters Media Foundation. Mereka dikenal melalui iklan layanan masyarakat mereka mengenai anti-consumerist di majalah Adbusters. Gerakan ini dimulai di Zuccotti Park di Wall Street – New York. Dan sampai sekarang gerakan dengan jumlah yang mencapai ribuan orang terus memadati Zuccotti Park.

Inisiator gerakan ini mengakui bahwa gerakan ini terinspirasi oleh gerakan rakyat di timur tengah, yang biasa dikenal dengan istilah Arab Spring. Oleh sebab itu, disalah satu media maya, mereka menulis slogan “From Tahrir Square to Times Square”. Kedua gerakan menyusuhkan substansi yang sama, yaitu penolakan segala bentuk intimidasi, baik intimidasi politik maupun intimidasi ekonomi. Oleh karena itu mereka juga muncul dengan slogan ikonik; “we are the 99 per cent”. Dengan slogan ini mereka yang ada di barisan ini ingin menyampaikan beberapa pesan krusial kepada masyarakat, kepada pemerintah dan utamanya kepada pihak korporasi besar yang mereka posisikan sebagai “public enemy number one”. Slogan ini menggambarkan bahwa mayoritas (99%) rakyat ternyata menikmati kue pendapatan yang sangat-sangat kecil sementara minoritas kaya (1%) menguasai kue pendapatan begitu besarnya (tahun 2007 mereka menguasai 23,5% dari total pendapatan US), sehingga ketimpangan atau kesenjangan ekonomi (khususnya Amerika)tergolong besar (lihat GINI Ratio US).

Kembali kepada masalah implikasi krisis, kebijakan-kebijakan ekonomi “tradisional” yang umumnya dilakukan oleh perekonomian negara berkembang seperti di atas tadi, kedepan akan sering kita lihat dari pemimpin-pemimpin negara ekonomi terkemuka, yaitu negara-negara maju. Mereka akan semakin peduli dengan upaya-upaya peningkatan sektor usaha produktif yang bertujuan pada pengurangan angka pengangguran dan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Atau boleh jadi, kedepan mereka akan semakin keras dan ketat dengan sektor keuangan mereka. Sektor keuangan diberikan banyak disinsentif untuk tidak selalu bergerak menuju kondisi buble, mengingat kondisi inilah yang diyakini menjadi biang kerok keterpurukan ekonomi khususnya sektor keuangan.

Barberton dan Lane (Peter Barberton & Allen Lane, “Excerpts from Debt and Delusion,” The Pinguin Press, 1999) berpendapat bahwa sistem finansial barat sejak awal 1970-an sudah sangat tergantung dengan hutang (debt addiction). Ekspansi besar dari public debt tidak dapat selalu diasosiasikan dengan peningkatan pada kinerja ekonomi. Karena peningkatan hutang tidak diikuti dengan peningkatan economic returns pada tahun-tahun setelahnya. Barberton dan Lane bahkan memprediksikan sebuah kisis yang akan memukul sistem keuangan barat.

“The credit and capital markets have grown too rapidly, with too little transparency and accountability. Prepare for an exploision that will rock the western financial sistem to its foundations.”

Prediksi Barberton dan Lane ini sepertinya terbukti setelah 12 tahun analisis mereka itu dikemukakan. Saat ini boleh jadi apa yang terjadi di Eropa dan Amerika Serikat barulah permulaan. Setelah beberapa waktu berselang dari krisis keuangan sektor swasta mereka pada tahun 2008, tahun 2011 kesulitan keuangan itu kini menjadi hantu di anggaran pemerintah masing-masing negara maju. Yang dikhawatirkan adalah, jika ternyata kerusakan keuangan negara-negara maju itu lebih parah dari yang diungkapkan.

Dan terlepas dari analisis diatas, kini peta kekuatan ekonomi dunia sudah berubah bargaining power negara-negara berkembang kini sudah meninggi. Lihat saja kecenderungannya, Negara-negara Timur-Tengah berlomba-lomba membeli asset-aset bernilai, baik disektor riil maupun keuangan di Negara-negara barat (Eropa dan Amerika Serikat). Sementara negara Asia Timur dan Selatan, seperti India, China dan Indonesia perlahan menjadi pasar utama dari produksi barang-barang negara maju. Kedepan negara maju Barat harus mengakui realita peta baru kekuatan ekonomi global. Menyadari hal ini, Presiden Indonesia saja kini tidak lagi mudah manut dengan agenda Presiden Barack Obama yang menginginkan berdirinya Trans Pacific Free Trade Zone, yang cenderung melayani kebutuhan Amerika Serikat terhadap pasar bagi barang-barang produksi mereka.

Kini pertanyaannya, sudah waktunyakah dunia merubah system ekonominya secara dramatis, seperti dramatisnya perubahan peta ekonomi yang saat ini tengah berlangsung? Mungkin juga perubahan itu sedang berlangsung tanpa kita sadari, tanpa memerlukan justifikasi, pelabelan dan symbol-simbol perubahannya.

Kamis, 10 November 2011

hidup: harapan vs kenyataan

hampir setiap waktu kita dihadapkan dengan peristiwa-peristiwa yang mempertontonkan pertempuran antara harapan dan kenyataan. sedih dan suka cita biasanya menjadi respon yang merefleksikan sikap kita terhadap peristiwa-peristiwa itu. sedih jika kenyataan jauh dari harapan, dan sebaliknya suka cita jika kenyataan sesuai dengan harapan atau bahkan lebih tinggi dari yang diharapkan.

kalau memang harapan dan kenyataan selalu tidak seimbang, kenapa harus sedih? mungkin yang harus dibiasakan adalah menerima apapun peristiwa-peristiwa hidup, baik itu yang berakibat jangka pendek maupun berakibat jangka panjang, sepanjang hidup.

Tuhan, rahasia dunia-Mu penuh dengan teka-teki. tapi aku berhasil memecahkan satu teka-teki-Mu, bahwa dunia ini ada dalam mainan jari-jemari-Mu, bahwa tugasku melakukan apa yang aku mampu, bahwa semua peristiwa itu hanyalah mengikuti kehendak-Mu. no regrets...