Selasa, 02 September 2008

SBSN & Pasar Sekunder Sukuk

Pertanyaan terkait dengan isu, SBSN dan pasar sekunder sukuk bagi bank Syariah:

1. Apakah ada underlying asset yang disertakan dengan terbitnya SBSN.
2. BI jika tidak salah memperbolehkan diperdagangkannya sukuk tersebut di pasar sekunder, pertanyaanya apakah dasar atau nash yang membolehkan hal tersebut, apakah memang utang itu boleh diperdagangkan, terlebih bagaimana mekanismenya, apakah sama dengan surat utang (obligasi biasa) konvensional?
3. Akad apa yang dipakai dalam transaksi SBSN tersebut?

Merujuk pada karakteristik sukuk yang diterbitkan oleh pemerintah, saya coba jawab pertanyaan di atas:

1. Berdasarkan features yang pernah dipresentasikan oleh Tim SUKUK dari Depkeu, terdapat dua jenis sukuk yang nanti ditawarkan kepada pasar; pertama sukuk yang berbasis asset dengan akad ijarah; dan kedua, sukuk berbasis investment project yang kemungkinan besar berakad mudharabah (meski ijarah pun dimungkinkan). Nah sukuk yang keluar baru lalu itu adalah sukuk yang berbasis asset dengan akad ijarah. Apakah ada assetnya? Tentu saja ada. Tidak mungkin tidak ada, yaitu asset pemerintah. Yang secara teknis dijual kepada investor sukuk, dan pemerintah mendapatkan uang hasil penjualan asset tersebut untuk keperluan anggaran pemerintah. Kemudian asset tersebut disewakan kepada pemerintah dengan tingkat sewa yang disepakati, sehingga investor mendapat keuntungan sebesar sewa tersebut. Di akhir masa kontrak dimungkinkan asset tersebut dijual kembali kepada pemerintah. Begitulah teknis transaksi sukuk secara sederhana.

2. Dalam sukuk berbasis asset, perdagangannya tentu menjadi bukan perdagangan utang karena sukuk berdasarkan asset tertentu. Ini yang menjadi alasan utama diperkenankan secara syariah, karena pada dasarnya yang diperdagangkan adalah aset. Bagaimana teknisnya? Ketika entitasnya tak bermasalah secara syariah, maka teknis jual belinya relatif sama saja seperti jual beli yang ada di sektor keuangan. Namun yang menjadi isu dalam mengkritisi sukuk jenis ini (sukuk ijarah) adalah, implikasinya yang hampir tak ada kepada sektor riil (aktifitas produktif penciptaan barang dan jasa), terlebih lagi ketika uang penjualan sukuk yang diterima pemerintah tidak digunakan untuk sektor produktf tapi mungkin digunakan untuk melunasi utang pemerintah. Terlepas dari polemik benar tidaknya dan baik-buruknya ia bagi perekonomian riil, menurut saya kebijakan membolehkan Bank Syariah (BS) mentransaksikannya di pasar sekunder akan sangat tergantung pada kemampuan BS dalam bertransaksi di sektor riil. Jika BS semakin kompeten dengan sektor riil saya sangat yakin return yang ditawarkan sektor tersebut akan jauh lebih besar dari return yang dia harapkan dari transaksi sukuk di pasar sekunder. Karena pada dasarnya return sukuk yang menggunakan akad ijarah itu return pasar sekundernya pasti maksimal sebesar harga sewa hingga sampai jatuh tempo. Jadi semakin banyak satu sukuk ditransaksikan di pasar sekunder dalam masa interval sebelum jatuh tempo, maka akan semakin tipis tingkat return yang akan diperoleh pelaku pasar sekunder (ingat kata kuncinya ada di sukuk berbasis ijarah, dimana tingkat sewa tetap). Perkiraan saya jika BS semakin well-informed dan kompeten dengan sektor riilnya, maka sebenarnya menjadi tidak menarik bagi BS untuk mencari profit melalui transaksi sukuk di pasar sekunder. Perkiraan ini juga yang menjadi alasan saya mengapa SBI syariah juga relatif tidak begitu diminati. Kedepan, saya berharap seiring dengan waktu bankir-bankir syariah semakin baik memahami sektor riil (dimana sektor tersebut menawarkan return tertinggi dibandingkan sektor keuangan, sementara risiko sektor riil dapat dimitigasi dengan pemahaman dan informasi pasar tersebut), sehingga BS semakin tidak berminat dengan transaksi-transaksi keuangan yang tak produktif.

3. Jenis akad dari sukuk yang ada, saat ini yang digunakan adalah akad Ijarah. Namun ada proyeksi dalam jangka panjang, akan diterbitkan sukuk yang berbasis project investment yang berakad mudharabah.

Terlepas dari itu semua, saya secara pribadi berharap penerbitan sukuk ini menjadi momentum untuk menambah semangat dan menyebarkan semangat agar semangat mengembangkan keuangan secara khusus dan perekonomian Indonesia secara umum yang merujuk pada nilai-nilai akidah, akhlak dan syariah Islam, semakin besar di negara kita ini. Pencapaian ini (terbitnya sukuk) dengan karakteristik dan teknis pelaksanaannya mungkin sepadan dengan kemampuan kita secara berjamaah di indonesia; terkait dengan kemampuan ilmu, keahlian, tingkat keimanan masyarakat. Ya saya percaya ini kondisi terbaik yang diberikan Allah SWT, bahwa pencapaian ini sesuai dengan kondisi kemampuan kita secara kolektif. Jadi harapannya adalah kita tingkatkan saja keilmuan kita, keahlian, keimanan, sehingga kita layak mendapatkan kondisi keuangan atau perekonomian syariah yang lebih baik pada masa yang akan datang. Keep the spirit bro!!!

2 komentar:

Ruang Hikmah mengatakan...

Mufti taqi yazdi sih bilang....tidak ada kata lain selain haram dalam bertransaksi future, swap ato Options(derivatif). tapi aneh juga loh...di malaysia transaksi derivatif di pasar sekunder marak banget. padahal semua orang juga tahu kalao penyebab kebangkrutan lehman brother dalah transaksi di pasar sekunder..........Au ah
BTW.......punya data-data tentang aktivitas ekonomi islam dalam transaksi derivatif gak bos? kalo ada bisa disharing gak?
Wassalam

Unknown mengatakan...

bagaimana ya mengenai dibolehkannya transaksi sukuk di pasar sekunder dengan harga premium atau diskon ? mestinya ini sama dengan riba ya, karena memperjual belikan hutang lebih besar atau lebih kecil dari nilai pokok hutang.