Rabu, 24 Maret 2010

Hikmah Lain dari Sejarah: Filsuf Islam


Menarik, ketika sampai pada pembahasan tentang sejarah filsuf Islam, dimana diakui bahwa pemikiran-pemikiran yang sifatnya filsafat dari Plotinus, Plato, Aristoteles atau Socrates menarik minat pemikir Islam klasik. Karena pemikir dahulu mampu men-summary melalui logika tentang ketunggalan Tuhan. Pemikiran tentang materi-materi alam semesta termasuk peristiwa-peristiwa di dalamnya ternyata mampu dimuarakan pada eksistensi dzat prima kausa (Dzat yang Esa).

Boleh jadi masa pemikir Yunani dahulu terdapat diantara mereka Nabi-Nabi yang memang tidak tercatat oleh sejarah hingga kini, sehingga pengetahuan ketunggalan Tuhan wujud dalam wacana pemikiran. Tapi mungkin ini alasan yang melemahkan kekuatan atau kemampuan akal dalam memberikan jawaban pada semua pertanyaan tentang alam dan manusia. Tetapi apapun itu, patut diapresiasi bahwa Islam membuka diri untuk dibuktikan oleh alat eksperimen apapun. Dalam kasus ini, Islam terkesan mampu dibuktikan oleh logika-logika Yunani yang dibanggakan dunia dahulu.

Tetapi esensinya adalah, bahwa Islam pada dasarnya mengkonfirmasi kelurusan pemikiran Yunani ini. Pengetahuan wahyu yang diyakini berasal dari Tuhan menjadi ilmu tertinggi kadar kebenarannya, sehingga kabar-kabar yang disampaikan Islam melalui Qur’an terkait dengan alam semesta dan manusia, material dan immaterial atau matematika dan metafisika menjadi referensi untuk memverifikasi kebenaran pemikiran-pemikiran Yunani. Jika pemikiran itu tidak sejalan dengan Islam, bukan berarti ia mendesakralisasi Islam dengan Qur’annya, malah pemikiran itu yang menjadi tidak relevan dan expired untuk diberdayakan apalagi dikembangkan. Sementara jika pemikiran itu sejalan, ia semakin menegaskan keagungan Islam dengan informasi-informasi langitnya.

Menuju pada muara kesimpulan ketunggalan Tuhan itu, logika Yunani atau India atau China kemudian dikonfirmasi oleh Islam, diolah dan di formulasikan dalam sistematika disiplin ilmu yang lebih terspesifikasi. Geometri yang dikembangkan oleh Yunani atau perlakuan nol sebagai angka oleh India kemudian disistematisasi oleh pemikir Islam dalam matematika dasar yang dikenal dengan aljabar, atau pengembangan-pengembangan ilmu lainnya. Dengan demikian, secara sederhana pemikiran tentang alam ke logika menjadi dasar munculnya matematika, geologi, botani, kedokteran dan lain sebagainya. Selanjutnya berkembang kimia, fisika, sosiologi, politik dan lain-lain. Maka akhirnya kita kenallah ia saat ini sebagai sains (science), sebagai satu ilmu yang dirancangbangunkan sebagai pengetahuan menuju pada kesimpulan kesatuan kesadaran pada eksistensi Tuhan.

Filsuf besar muslim dahulu menegaskan bahwa tujuan pengetahuan adalah penyucian jiwa. Itu mengapa Tuhan memberikan kredit poin bagi pemilik-pemilik ilmu berupa posisi-posisi mulia. Pengetahuan logikanya akan menjadi pedoman dalam bertindak atau bahkan penyemangat untuk beramal. Dan dari amal-amal itu muncullah pengetahuan tertinggi yaitu hikmah (wisdom). Wisdom tertinggi adalah keikhlasan menerima kuasa Tuhan termasuk menerima semua konsekwensinya yang menyertai kuasa itu.

Tidak ada komentar: