Senin, 27 Desember 2010

pelamun berangkat haji... (1)


bercampur baur rasa yang ada di hati, ketika pilot menginformasikan bahwa pesawat sebentar lagi memasuki kawasan yalamlam. sementara secara fisik kepala saya mulai sakit, kerongkongan dan tenggorokan terasa kering. tetapi sejenak kemudian saya lebih fokus pada dinamika yang sedang terjadi dalam hati saya.

kerinduan itu bercampur dengan rasa bersalah yang teramat sangat. kerinduan pada tanah Nabi, pada Baitullah, pada prosesi dan momen ibadah agung di pelataran tempat-tempat suci, harus bertarung dengan rasa bersalah akibat dosa yang menggunung, yang memang harus saya bawa dari kampung kehidupan saya. hal ini membuat kekhusyukan untuk bersiap menjalani prosesi haji terasa tidak begitu mendalam, membuat air mata tidak jelas merefleksikan apa, entah itu bahagia entah juga itu penyesalan.

kemudian berbisik saya pada hati saya sendiri; setelah ini, jika Tuhan sakitkan, susahkan atau letihkan, maka terimalah, itulah bentuk-bentuk anugerah yang memang pantas bagimu. bersyukur Tuhan tidak permalukan kamu dihadapan seluruh manusia yang menjadi tamunya nanti.

saya insyafi betul bisikan ini. saya maklumi dan coba fahamkan sedalam mungkin dalam sanubari agar jiwa sekaligus raga siap memulai perjalanan ibadah suci ini. tak lama, saya berbisik kembali, kali ini ingin menyemangati diri; jika sampai nanti di tanah haram, tataplah langitnya dalam-dalam, pandangi cakrawalanya dengan diam, renungi gunung dan lembahnya, karena sesungguhnya malaikat memenuhinya dengan senyum dan shalawat. sapalah mereka, berikan salam. bersuka-citalah, karena sebentar lagi pesta besar penduduk langit dan bumi akan segera digelar di tanah haram, di penjuru bukit, lembah dan gunung-gunung.

pesta akbar penduduk langit dan bumi. ya kini tiba saatnya tanah haram menjadi pusat perhatian alam semesta. sebentar lagi Tuhan akan membagi-bagikan syafaat, ampunan sekaligus bonus pahala yang tidak akan habis dimakan usia. itu mengapa beruntungnya manusia yang akan menjadi tamu Tuhan dalam pesta akbar ini, menjadi bagian dari gegap-gempita alam semesta. bahkan jikalau ada kata yang lebih tinggi dari bahagia maka akan saya gunakan, karena memang pesta ini digelar untuk manusia yang menjadi tamu-tamu itu. tidak pandang siapa manusia itu, mau dia beriman atau bajingan, mau dia suka atau tidak suka, tidak peduli ia mau atau tidak mau, diakhir pesta sepatutnya air mata menjadi refleksi kesadaran betapa beruntungnya mereka.

(bersambung)

Tidak ada komentar: