Selasa, 01 September 2009

Commodity Murabahah dan Implikasinya dalam Perekonomian

Sofistikasi produk keuangan syariah modern saat ini khususnya di wilayah negara-negara Timur Tengah dan Malaysia, terkonsentrasi pada produk-produk seperti commodity murabaha/tawarruq, bay’ al inah atau, bay’ al dayn. Namun produk tersebut menimbulkan kontroversi dikalangan pakar khususnya para ulama dan akademisi. Berlandaskan pada maraknya penggunaan produk-produk sejenis itu, para ulama dana akademisi (pakar) fikih dan ekonomi/keuangan banyak yang berpendapat bahwa perbankan syariah hakikatnya tidak beda dengan konvensional. Karena menurut mereka produk-produk itu hakikatnya adalah produk-produk kredit (konvensional).

Mengapa sampai produk-produk seperti itu muncul? Sedikitnya ada dua alasan yang diyakini menjadi sebab mengapa produk-produk seperti ini mengemuka.

  1. Lembaga keuangan syariah relatif masih menghadapi pasar yang blended antara pasar yang syariah dengan pasar konvensional, dimana nasabah mengambang masih dominan. Berdasarkan kondisi ini, praktisi melihat potensi yang cukup besar ada pada pasar nasabah mengambang, sehingga inovasi produk cenderung dilakukan dengan melakukan konversi produk konvensional yang selama ini dikenal pasar. Dengan begitu, produk syariah akan cenderung fleksibel menjadi alternatif produk melayani kebutuhan nasabah. Produk syariah juga tidak memiliki kendala dalam operasional dan promosinya, mengingat produk tersebut merupakan mimicry dari konvensional.
  2. Dalam rekayasa dan inovasi produk terdapat kekeliruan dalam mendefinisikan sektor riil (underlying transaction). Para bankir yang melakukan inovasi produk (product engineering) melakukan rekayasa produk keuangan melalui kamuflase jual-beli, mengingat pengetahuan mereka tentang apa yang boleh dalam syariat adalah transaksi yang ada underlying-nya, dapat berupa jual-beli atau bagi-hasil. Karena transaksi untuk bagi hasil relatif berisiko dan “sukar” untuk direkayasa, maka tidak heran rekayasa produk lebih banyak terjadi pada produk-produk jual-beli. Rekayasa produk bank syariah yang berbasis jual beli akhirnya terfokus pada pemenuhan rukun akad saja, yaitu adanya underlying transaction. Akhirnya underlying trannsaction tidak berfungsi sebagai hakikat atau tujuan transaksi tetapi sekedar menjadi justifikasi atas hakikat atau tujuan sebenarnya dari transaksi itu, yaitu transaksi untuk mendapatkan sejumlah uang (credit transaction). Disamping itu, kelemahan pada sharia aspect khsususnya pada proses perumusan fatwa atau sharia audit membuka peluang berkembangnya rekayasa produk yang hakikatnya hanya produk kamuflase.

Dr. Muhammad Obaidullah, seorang peneliti IRTI-IDB yang juga mantan pelaku pasar keuangan, dalam beberapa artikel dan penjelasannya di beberapa seminar seringkali mengungkapkan keprihatinan beliau tentang kecenderungan ini. Beliau mengatakan bagaimana Islamic scholars lebih mengedepankan pandangan hukumnya dalam mengeluarkan fatwa atau menilai boleh-tidaknya sebuah operasi keuangan atau produk, sehingga penilaiannya sebatas mencari kesesuaian operasi keuangan atau produk-produk itu dengan rukun-rukun akad yang relatif baku.

Yang luput dari penilaian seperti ini adalah hakikat operasi yang sebenarnya dapat terlihat pada implikasi operasi atau produk tersebut pada perekonomian. oleh sebab itu, pemahaman operasional produk dan transmisi ekonomi untuk mengetahui implikasi tadi menjadi penting dalam proses perumusan fatwa atau sharia audit.

Definisi sektor riil yang tadi sempat disinggung sepatutnya konsisten dengan definisi aktifitas atau proses penciptaan barang dan jasa. Sehingga transaksi keuangan syariah khususnya di perbankan syariah yang akhirnya tidak mengakibatkan terjadinya proses penciptaan barang dan jasa, dimana barang dan jasa menjadi fokus transaksi, maka patut diduga transaksi keuangan tersebut hanya transaksi kamuflase.

Identifikasi Riba

Riba dalam aktifitas atau transaksi ekonomi bukan hanya sekedar unsur yang melekat pada aktifitas dan transaksi, dan bisa digugurkan unsur tersebut tanpa merubah hakikat aktifitas atau transaksi. Eksistensi riba dalam suatu aktifitas ekonomi akan membentuk karakteristik tertentu dari aktifitas atau transaksi itu. Dengan kata lain, keberadaan riba dalam suatu aktifitas atau transaksi ekonomi akan memberikan implikasi yang spesifik dalam perekonomian secara umum.

Praktek-praktek teknis pada tingkat produk keuangan dan aktifitas ekonomi lainnya, ketika secara masif dilakukan, praktek-praktek tersebut akan membentuk kecenderungan yang khas dalam perekonomian. Ketika transaksi keuangan menggunakan konsep bunga (riba) maka karakteristik yang terbentuk diantaranya adalah;

(i) uang menjadi komoditi yang diperdagangkan dimana bunga menjadi harga dari sejumlah uang yang di transaksikan;

(ii) pasar keuangan menjadi pasar mandiri yang terpisah (dikotomi) dari pasar utama ekonomi yaitu pasar barang dan jasa (riil);

(iii) bunga menjadi salah satu pemicu terciptanya uang baru dalam sistem;

(iv) potensi terjadinya misalokasi sumberdaya akibat fokus transaksi lebih terkonsentrasi pada transaksi sejumlah uang;

(v) potensi terjadinya ketimpangan ekonomi akibat karakteristik yang lebih menarik pada transaksi-transaksi keuangan, dimana konsep riba menawarkan tingkat keuntungan yang tetap dan pasti.

Dengan alasan ini, pada dasarnya riba dapat diidentifikasi dengan mengenali fenomena-fenomena implikasi dari sebuah aktifitas atau transaksi ekonomi. Hal ini tentu menjadi cara alternatif dan menjadi komplemen dari fiqih sebagai alat untuk mengidentifikasi keberadaan riba dalam suatu transaksi ekonomi.

Dengan demikian, transaksi keuangan syariah akan terjaga kesyariahannya sepanjang aktifitas ekonomi cenderung tidak berimplikasi seperti lima kecenderungan di atas. Penjelasan implikasi aktifitas ekonomi di atas sebenarnya memiliki satu karakteristik kuat dari sebuah transaksi keuangan syariah, yaitu transaksi yang diikuti oleh aktifitas penciptaan barang atau jasa. Sehingga keseimbangan sektor keuangan dan sektor riil menjadi sebuah kemutlakan atau keniscayaan yang sifatnya alamiah. Sederhananya, jika ada transaksi keuangan yang tidak berimplikasi pada penciptaan barang atau jasa, maka patut diduga transaksi tersebut mengandung riba.

Konsep Riba Ibnu Arabi

Pemahaman sektor riil yang bebas riba sebenarnya sudah dijelaskan oleh Ibnu Arabi, ketika beliau mengatakan jika keuntungan muncul dari transaksi yang tidak mengandung ‘iwad (penulis mencoba memahami ‘iwad ini dengan definisi equal counter value-nya ibnu taiymiah), maka keuntungan transaksi tersebut mengandung riba. Beliau menjelaskan bahwa elemen ‘iwad itu ada tiga, yaitu Ghurmy (ownership risk), Ihktiar (value added) dan Dhaman (liability). Dengan kata lain, keuntungan yang muncul harus diiringi dengan munculnya penciptaan/pengadaan barang atau jasa melalui proses ghurmy, ikhtiar dan dhaman.

Prof. Dr. Saiful Azhar Rosly dalam pembahasan ‘Iwad menyebutkan bahwa profit dalam transaksi jual beli akan dibenarkan jika barang yang ditransaksinya memiliki salah satu elemen ghurmy, ikhtiar atau dhaman. Keberadaan elemen itulah yang membenarkan seorang penjual mengenakan margin, dimana didalamnya mengandung sejumlah keuntungan yang penjual ingin dapatkan. Kondisi inilah yang secara sederhana membedakan esensi transaksi pinjam-meminjam (debt) dengan jual beli (al bay’). Mengambil profit melalui transaksi pinjam-meminjam menjadi dilarang oleh syariah karena menurut Ibnu Arabi tidak memiliki unsur ghurmy dan ikhtiar.

Prinsip yang digariskan Ibnu Arabi ini sangat berguna dalam mengidentifikasi eksistensi praktek riba dalam suatu transaksi keuangan atau ekonomi. Prinsip Ibnu Arabi ini mampu memelihara karakteristik transaksi keuangan syariah melekat dengan aktifitas produktif di sektor riil.
Berdasarkan penjelasan Ibnu Arabi, transaksi ekonomi yang sesuai dengan syariah bukan sekedar ada barang yang diperjual-belikan, tetapi harus menempatkan barang yang diperjual-belikan itu sebagai fokus utama transaksi, bukan hanya justifikasi. Pemahaman inilah yang kemudian membuat definisi sektor riil atau transaksi riil menjadi lebih utuh dan tepat.
Penjelasan ini juga bermaksud menunjukkan bahwa kepentingan sharia compliance hakikatnya sama dengan kepentingan prudential regulation atau tujuan final kebijakan moneter yaitu stabilitas sistem menuju pada pertumbuhan ekonomi yang sustainable. Hal ini juga semakin menegaskan karakteristik alami dari disiplin ilmu Islam khususnya dalam keuangan Islam, yaitu kesatuan hakikat dan tujuan. Tidak ada dikotomi kepentingan dalam aspek-aspek ekonomi dan keuangan. Hanya permasalahan umum saat ini adalah bagaimana mendekatkan aplikasi dan teori

Harapannya industri perbankan syariah Indonesia melalui Bank Indonesia bekerjasama dengan Dewan Syariah Nasional mencoba konsisten dengan hakikat transaksi, dimana selanjutnya diyakini akan memelihara hakikat aktifitas ekonomi Islam, yaitu aktifitas produktif yang selalu melekat pada sektor riil (aktifitas ekonomi riil) dan berkontribusi penuh pada pertumbuhan ekonomi.

Pertimbangan Aspek Makroekonomi

Karakteristik utama dari produk-produk rekayasa seperti commodity murabahah, bay’ al dayn dan bay’ al innah adalah produk yang terdiri atas beberapa akad, dimana produk seperti ini rentan sekali melanggar ketentuan syariah karena akad-akad tersebut saling bergantung (bersyarat). Contohnya produk commodity murabaha untuk pendanaan yang terdiri atas akad; (i) mudharabah muqayada; (ii) spot murabaha ; dan (iii) deferred murabaha. Atau produk bay’ al inah yang terdiri atas; (i) spot murabaha ; dan (ii) deferred murabaha.

Menggunakan alat analisis baik berdasarkan implikasi produk dalam perekonomian maupun konsep ‘iwad Ibnu Arabi, maka produk-produk lembaga keuangan syariah seperti commodity murabaha, bay’ al dayn dan bay’ al innah sesungguhnya merupakan produk rekayasa yang bersifat kamuflase dan identik dengan produk keuangan konvensional. Produk-produk tersebut pada dasarnya menggunakan barang/commodity hanya sebagai justifikasi transaksi kredit. Barang bukanlah fokus utama transaksi, tetapi ia sekedar menjadi pembenaran darii tujuan bertransaksi sejumlah uang.

Khusus produk commodity murabahah, beberapa pertimbangan akan menjadi sangat penting dalam menentukan apakah produk tersebut dapat dioperasionalkan dalam industri perbankan syariah nasional.

  1. Kepentingan stabilitas makroekonomi; produk keuangan commodity murabahah yang tidak berimplikasi pada penciptaan barang baru, tentu akan memberikan kecenderungan yang sama dengan produk-produk konvensional. Produk konvensional atau sejenisnya yang hakikatnya hanya mentransaksikan uang akan membentuk kecenderungan ketimpangan antara sektor riil dan keuangan, sehingga pada akhirnya akan berpotensi mengancam kestabilan sistem, seperti yang selama ini menjadi argumen ekonomi Islam.
  2. Kepentingan pembangunan ekonomi nasional; dengan skema commodity murabahah dimana transaksi barangnya menggunakan pasar komoditi yang terletak di luar negeri, maka kecenderungan capital outflow akan terjadi dalam perekonomian nasional jika perbankan menggunakan produk sejenis commodity murabahah. Aplikasi produk sejenis ini tentu akan menurunkan kapasitas pembiayaan bagi sektor riil domestik.

Summary

  1. Identifikasi sebuah aktifitas, transaksi atau produk keuangan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dapat dilakukan melalui analisis pada implikasi aktifitas, transaksi atau produk tersebut terhadap perekonomian secara umum. Karakteristik umum ekonomi Islam dimana sektor keuangan selalu merefleksikan apa yang terjadi di sektor riilnya dapat dijadikan komparasi dalam menilai suatu aktifitas, transaksi atau produk keuangan sesuai dengan syariah atau tidak.
  2. Produk commodity murabahah memiliki esensi dan implikasi yang mirip dengan produk-produk konvensional. Produk ini menggunakan jual beli dan barang hanya sebagai justifikasi dari transaksi kreditnya, sehingga esensi transaksi adalah terletak pada pemenuhan kebutuhan pada sejumlah uang saja (kredit). Pada produk ini barang tidak menjadi titik perhatian transaksi.
  3. Kepentingan stabilitas ekonomi dan kemanfaatan ekonomi nasional sebaiknya menjadi pertimbangan yang cukup untuk membatasi aplikasi produk ini di dunia keuangan syariah Indonesia.

Tidak ada komentar: