Senin, 31 Agustus 2009

Ekonomi Islam dan Ketauladanan


Perhatian pada praktek-praktek teknis ekonomi dan keuangan sedikit banyak telah melalaikan banyak pihak terhadap pentingnya pemahaman akhlak dalam berekonomi. Padahal pemahaman akhlak menjadi kesadaran awal yang paling penting dari wujudnya praktek-praktek teknis ekonomi dan keuangan Islam. Dan boleh jadi kekurang pahaman pada akhlak membuat praktek ekonomi dan keuangan Islam cenderung kehilangan “ruh”-nya. Praktek ekonomi dan keuangan Islam cenderung hanya meng-copy apa yang menjadi kelaziman ekonomi dan keuangan konvensional modern.

Akhlak ekonomi dan keuangan Islam merupakan hasil dari pemahaman akidah dan akhlak Islam. Penghambaan diri yang total kepada Allah SWT dengan semua konsekwensinya dan tata-kelola prilaku yang ter-sibghoh dengan nilai dan norma Islam membuat akhlak ekonomi dan keuangan menjadi luhur dan santun. Dan dengannya pelaksanaan syariat berupa praktek teknis ekonomi dan keuangan Islam menjadi tidak begitu sulit dilakukan. Dengannya pula bentuk-bentuk praktek-praktek teknis ekonomi dan keuangan Islam akan terpelihara ruhiyah-nya, deferensiasinya, keunggulannya dan kemanfaatannya.

Pembelajaran yang paling mudah dari akhlak ekonomi Islam ini adalah melalui ketauladanan Nabi, para Sahabat dan salafushaleh lainnya. Bagaimana Nabi memperlakukan hartanya yang terlihat pada kemurahan sedekahnya, kesederhanaannya, penahanan dirinya terhadap kemegahan dan lain sebagainya, menjadi ketauladanan ekonomi Islam yang utama. Para Sahabat pun tak kalah kayanya menyuguhkan ketauladanan, bahkan dari beliau-beliau kita mampu melihat sekaligus mencontoh transformasi seorang manusia dari jahiliyah menjadi Islam. Transformasi dari prilaku ekonomi jahiliyah menjadi Islami. Sedangkan para salafushaleh memberikan referensi yang lebih modern dan lebih bervariatif seiring dengan semakin kompleksnya kehidupan ekonomi manusia.

Ketauladanan menjadi sumber ilmu yang lebih efektif dan efisien dalam mengambil hikmah dibandingkan teori-teori yang masih membutuhkan keahlian menerjemahkan dalam praktek. Ketauladanan mereduksi salah tafsir sehingga penting bagi pemerhati ekonomi dan keuangan Islam untuk menggali ilmu melalui cerita-cerita ketauladanan manusia-manusia mulia terdahulu. Literatur tentang kisah-kisah hidup manusia-manusia shaleh sepatutnya menjadi referensi wajib menemani literatur-literatur utama dalam pembelajaran ekonomi dan keuangan Islam.

Kitab-kitab seperti Riyadhushalihin dan kitab-kitab sejenis lainnya sangat penting untuk kembali dibuka, dipelajari dan dicontohi. Dan kitab-kita baru tentang ketauladanan sebaiknya mulai pula ditulis, yaitu kitab-kitab ketauladanan yang lebih sesuai dengan perkembangan dan kompleksitas ekonomi modern saat ini. sehingga buku-buku ketauladanan menjadi handbook bagi mereka pecinta dan pejuang amal. Sehingga masyarakat tahu ketauladanan utuh dari Islam dan kemuliaan-kemuliaannya.

Begitu pula kita yang katanya telah memproklamirkan diri sebagai pemerhati ekonomi dan keuangan Islam apalagi sebagai praktisi, sudah sewajarnya telah menjalankan ketauladanan-ketauladanan ekonomi dan keuangan Islam tersebut. Kebiasaan sedekah, tidak bermewah-mewah, menjaga diri dari hal-hal yang subhat apalagi yang haram, kesederhanaan hidup sepatutnya telah menjadi kebiasaan atau bahkan karakter kita. Dengan begitu, kita inilah yang menjadi cermin bagi semua masyarakat (sebagai objek dakwah kita) dari ketauladanan Islam dalam ekonomi dan keuangan dari para manusia shaleh terdahulu.

Mari suguhkan kembali pada dunia ketauladanan-ketauladanan Islam yang suci, yang akan memuliakan manusia dan semua penghuni alam semesta. Bismillah.

Tidak ada komentar: