Selasa, 11 Januari 2011

Satu Lagi Tentang Investasi Emas (Berkebun Emas?)

Beberapa bulan yang lalu saya sudah membahas secara singkat tingginya risiko produk investasi emas yang coba dilakukan oleh bank syariah menggunakan akad murabaha. Produk itu mengedepankan akad murabaha yang disediakan bank syariah bagi nasabah yang berkeinginan memiliki emas, meski di dalamnya terdapat akad pendukung yaitu rahnu (gadai).

Mengedepankan murabaha sebagai soko guru akad dalam produk tersebut memberikan kesan kuat bahwa produk ini disediakan untuk nasabah yang sedang terbius dengan tren naiknya harga emas di pasaran. Pada tulisan itu saya simpulkan bahwa produk tersebut identik dengan produk mortgage amerika serikat yang berakhir dengan krisis.

Tingginya risiko bersumber dari pengabaian fluktuasi harga emas yang dimungkinkan pula terjadi penurunan. Kemenarikan produk ini hanya bertumpu pada trend harga yang tengah melambung. Bagaimana jika turun? Bukankah risiko macetnya murabaha di bank-bank syariah akan meningkat? Saat ini dengan trend harga yang sedang meningkat tentu saja akan ada dalih jika terjadi kemacetan pada murabahanya, maka tinggal saja melego/lelang emas ietu dipasar, dengan kecepatan peningkatan harga yang sedemikian laju, tentu kemacetan murabaha akan mampu diselesaikan.

Nah, saat ini ternyata dengan hakikat yang sama ternyata bersemi produk gadai emas dari bank-bank syariah. manarik bagi saya untuk mencermati produk ini. Meski sejujurnya saya masih berpendapat sama seperti menyikapi murabaha emas diatas, namun gadai emas yang satu ini memberikan kesan yang berbeda. Gadai dikedepankan untuk memberikan pesan bahwa produk ini untuk mereka (juga) yang memiliki kebutuhan uang tunai, sehingga emas yang digadaikan bukan hanya goldbar (batangan emas), seperti kesan kuat yang melekat pada produk murabaha emas diatas, tetapi juga emas-emas berupa perhiasan.

Melalui produk ini juga coba disampaikan pesan bahwa dengan kondisi yang ada saat ini para pemilik harta dapat menjaga nilai hartanya dengan mengkonversi hartanya dalam bentuk emas. Hanya saja, yang menjadi pertanyaan, sejauh mana produk ini mampu menampilkan fungsi pelayanan kebutuhan akan likuiditas dan penjagaan nilai harta dibanding dengan fungsi sebagai instrumen spekulasi? Karena memang di balik akad gadai tersebut ternyata ada akad pendukung yaitu murabaha.

Terlepas dari perdebatan fungsi dan upaya diversifikasi produk bank syariah, saya hanya ingin menyampaikan bahwa pada dasarnya produk gadai emas dan murabaha emas itu sama. Kemenarikannya sangat bergantung pada trend harga emas yang sedang melambung. Risiko tinggi tetap akan mengancam yaitu saat ketika harga emas turun. Bank pasti menjelaskan bagaimana produk ini telah memberikan pesan yang jelas bagi para nasabah untuk prudential, mengingat produk ini juga memiliki kewajiban biaya (biaya administrasi dan penyimpanan). Oleh sebab itu, nasabah harus cermat dalam menghitung kelajuan peningkatan harga dengan biaya yang melekat.

Namun pada saya risiko yang lebih saya perhatikan adalah risiko yang kemungkinan ditanggung oleh bank syariah. Jika harga cenderung turun sehingga harga pasar tidak mampu mencover biaya gadai, akibat sentimen pasar, kejenuhan pasar dan lain sebagainya, maka bank syariah harus berhati hati pada risiko macet pada produk gadai tersebut karena nasabah enggan menebus emas mereka. Bank dapat saja melelang, tapi akan sangat berisiko melelang pada saat harga lebih rendah dari biaya. Kalaupun harus menunggu harga naik, pertanyaannya seberapa lama bank mau menunggu? Padahal sisi funding bank syariah juga menuntut pembagian return. Ingat dana yang dipakai untuk pemberian dana (taksiran) gadai adalah dana nasabah.

Oleh karenanya, kehati-hatian berupa diversifikasi bentuk emas yang diterima oleh bank syariah dalam produk gadai ini sebaiknya dilakukan. Terlebih lagi ketika kecenderungan harga emas mulai menurun. Artinya bank syariah sebaiknya menekan penerimaan gadai dalam bentuk goldbar yang dominan dipakai oleh para spekulan. Meski tidak jaminan juga bahwa nasabah gadai emas perhiasan memiliki motivasi yang lebih “ramah”, yaitu kebutuhan uang tunai dan penjagaan nilai harta. Intinya bank syariah harus pula mengenali betul karakteristik nasabahnya, dan tingkat edukasi masyarakat terhadap penggunaan produk emas ini. Karena tingkat pemahaman masyarakat yang baik mampu meredam risiko yang ada. Semoga Allah mudahkan segala upaya menampilkan bank syariah sebagai bank yang lebih baik. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar: