Minggu, 22 Mei 2011

Manusia Belakang Panggung


Untung manusia yang dapat mewujudkan idealismenya itu sedikit jumlahnya. Bayangkan kalau semua orang memiliki peluang, kesempatan, kemampuan dan kemauan mewujudkan idealismenya, boleh jadi tak ada kerja jamaah dalam amal-amal kebaikan. Karena sangat mungkin setiap orang ingin sekali dikenal sejarah, menjadi pusat perhatian, menjadi pelaku utama yang di-hero-kan, menjadi pemimpin, inisiator, pelopor, pengatur yang dikenang-kenang pada setiap amal-amal kebaikan. Harum nama dan penegasan eksistensi diri menjadi motivasi bagi kebanyakan orang untuk tampil terdepan dalam projek-projek kebaikan.

Mewujudkan ide, gagasan, konsep-konsep amal shaleh pada semua bidang, seperti pendidikan, hukum, budaya, lingkungan hidup, politik, ekonomi dan sosial, berupa pendidikan bagi anak dhuafa, perlindungan hukum bagi buruh dan TKI, pelestarian budaya dan alam sekitar, advokasi usaha bagi pengangguran, dan lain sebagainya, tak akan mungkin dilakukan dengan baik jika tidak ada orang yang secara ikhlas bersedia membantu mewujudkan ide, gagasan dan konsep itu tanpa ngotot mengedepankan ide, gagasan dan konsep dirinya.

Ya, banyak orang yang berupaya sekeras mungkin untuk mewujudkan mimpi-mimpinya, ketika berhasil maka dinisbahkanlah gelar sukses pada dirinya. Namun jika ada orang yang secara sadar dan ikhlas menempatkan diri untuk berupaya mewujudkan mimpi orang lain karena alasan mimpi yang sama atau sekedar “tahu diri” tak memiliki kemampuan mengedepankan mimpinya sendiri, sukar mengatakan manusia-manusia di posisi ini sebagai manusia yang sukses.

Saya bukan sedang berbicara tentang apa itu sukses dan definisi sukses yang sepatutnya, meski saya ingin sekali nanti berargumentasi tentang sukses yang saya yakini. Saya sedang berbicara tentang “manusia-manusia belakang panggung”, manusia yang tidak pernah dilihat, dikenal dan diukir oleh sejarah, tetapi mereka unsur penting dari projek-projek yang dikenal oleh sejarah. Untuk satu hal ini sejarah mungkin masih belum adil bagi manusia-manusia belakang panggung.

Tetapi mungkin juga tidak masalah bagi mereka, karena memang ketahuan diri mereka akan posisinya, atau memang karena keikhlasan yang kemudian mereka memahami betul konsekwensi-konsekwensi “remeh” itu. Yang lebih penting bagi mereka adalah kontribusi yang dapat mereka berikan dari setiap kerja-kerja kebaikan.

Manusia-manusia belakang panggung boleh jadi sangat pantas untuk ditauladani, karena mereka contoh manusia yang penuh dengan kekonsistenan dan ketaatan pada projek-projek kebaikan. Peran dan fungsi mereka membuat kerja-kerja jama’i menjadi berjalan dengan baik.

Tulisan ini saya dedikasikan bagi mereka, manusia-manusia belakang panggung. Manusia yang membuat siapa saja diatas panggung dielu-elukan dan dikenang-kenang. Mereka, seperti istri yang selalu siap sedia menyediakan segala sesuatunya untuk suami mereka yang bersiap tampil dalam pentas sejarah dan selalu sigap menjaga semua yang ditinggalkan suaminya di rumah, seperti prajurit yang disiplin berada di posisi-posisi terdepan di medan pertempuran sesuai titah para jendral mereka yang termahsyur, seperti OB yang sigap menyediakan laptop dan LCD serta snack untuk rapat-rapat penting para pemimpin negara dan CEO perusahaan terkemuka.

Salam takzim bagi mereka, penghormatan yang tak terhingga pada mereka. Semoga Allah SWT melimpahkan keharuman nama mereka di langit, lebih harum dari nama orang-orang yang mereka dukung di bumi.

Tidak ada komentar: