Rabu, 03 November 2010

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Dalam beberapa hari kedepan, ada episod hidup yang cukup penting yang akan saya lewati, memenuhi panggilan Allah ke tanah suci, ibadah haji. Ibadah yang menjadi pamungkas dari sekian ibadah wajib yang harus ditunaikan seorang manusia Islam. Jujur, dalam hati saya karuan perasaan yang ada, antara siap dan tidak siap, gelisah dan bahagia, harapan dan kenyataan. Allah yang memanggil tahu betul siapa hamba-Nya yang satu ini. oleh sebab itulah karuan rasa yang ada di dada ini. Namun di akhir rasa saya menyerahkan sepenuhnya diri dan jiwa, karena ini bukan keinginan, ibadah yang satu ini adalah ibadah panggilan. Saya tidak memiliki kuasa untuk menentukan skenarionya. Bahkan meski tinggal beberapa hari lagi, bisa saja saya batal ke tanah suci, karena Allah tidak berkenan tanah sucinya diinjak oleh hamba-Nya yang satu ini.

Namun jika memang menapakkan kaki di tanah haram itu nanti menjadi kehendak-Nya, maka sayapun tak akan menyia-nyiakan kepercayaan Allah untuk memperkenankan saya hadir pada perjamuan akbar ibadah suci di lembah yang suci itu. Sempat mampir dalam renungan siang tadi, jikalau Allah memperkenankan saya mengenakan pakaian ihram, berkeliling dalam lingkaran thawaf, berlari kecil antara bukit shafa dan marwa, memanjatkan doa di padang arafah dan melempar jumrah, maka seakan-akan saya dipanggil menghadap, seperti Nabi yang dipanggil menghadap saat Beliau menunaikan Isra’ dan Mi’raj. Ternyata pengalaman Nabi menghadap Allah, dialami oleh manusia Islam dalam bentuk berhaji.

Nah Insya Allah, dalam beberapa hari ini tiba giliran saya bersama istri “menghadap” Allah di rumah-Nya yang paling mulia. Sekali lagi karuan perasaan saya. Ingin rasanya menata kata yang terindah untuk mengungkapkan rasa syukur yang tak terkira dari kesempatan ini. tetapi sepertinya kata-kata itu tak dapat tersusun, karena hati saya yang belum mampu keluar dari rasa karuan ini. saya ingin bilang bahwa ini kemuliaan yang Allah berikan kepada saya dan istri, tetapi hati saya masih juga bertanya sinis: iyakah? Bukannya ini dapat menjadi pengkhianatanmu yang kesekian kali kepada Allah, karena kamu tidak memiliki kesiapan hati, kesiapan jiwa dan kerinduan yang tinggi?

Ibadah haji sepatutnya menjadi puncak penghambaan zahir, puncak kesadaran, puncak pengorbanan, dimana veterannya, alumninya, akan keluar dari lembah suci itu dengan wajah bersinar, menyandang derajat manusia yang lebih tinggi, namun kenapa masih ada bimbang dalam hati saya. Sampai tulisan ini saya tulispun saya belum menemukan alasan yang pas ada apa dengan kebimbangan itu. Yang saya tahu, kebimbangan itu muncul dari noktah-noktah hitam yang selama ini bersemayam dihati. Hasil dari kelakuan maksiat saya dari dulu hingga kini.

Sebelum semua itu saya akan bawa kesana, saya ingin dapatkan keikhlasan dari semua manusia yang mengenal saya atau pernah mengenal saya, terutama yang pernah berinteraksi dengan saya. Tolong buka pintu maaf saudara untuk saya, beri saya belas kasihan, berupa maaf yang saudara punya. Sekali lagi maafkan saya. Setelah ini saya akan menghiba ampunan dari Dzat Yang Maha Pengampun. Saya tidak ingin permohonan ampun saya pada Allah sia-sia karena belum dapat ikhlas dari manusia.

Maafkan saya...


sejak tanggal 8 November 2010 sampai dengan 19 Desember 2010, saya bersama istri akan menunaikan ibadah haji. jikalau ada utang atau muamalah lain yang belum kami tunaikan pada saudara-saudara yang membaca pesan ini, mohon kiranya dapat segera disampaikan kepada kami, agar kami dapat tunaikan kewajiban kami...

sekali lagi mohon maaf dari saudara semua...

Tidak ada komentar: