Minggu, 31 Oktober 2010

Sesungguhnya Anugerah

Dua bulan terakhir ini merupakan dua bulan yang cukup memberikan pelajaran bagi saya. Dua bulan yang harus dilewati dengan kekuatan stamina dan kematangan emosi. Dua bulan terakhir ini banyak amanah sekaligus ujian yang Tuhan berikan pada saya. Hasilnya? Ada yang terlaksana dan tentu ada pula yang gagal total. Tetapi yang membuat dua bulan ini berbeda dengan bulan-bulan biasa adalah intensitas kegiatan, kerja dan dinamika hidup saya yang sangat tinggi, sampai-sampai waktu untuk berfikir tentang diri sendiri saja dapat dikatakan saya tidak punya.

Entah kenapa Tuhan tumpukkan kegiatan itu pada dua bulan terakhir ini. Pada satu hari dalam 2 bulan terakhir itu, pernah saya melakukan kegiatan marathon seperti safari kampanye orang-orang penting. Saat itu setelah saya mendarat di bandara Cengkareng dari Denpasar selepas kurang lebih 4 hari meeting dengan kolega membahas Stabilitas Sistem Keuangan, saya harus segera menuju kampus UI Depok untuk mengajar mata kuliah Perbankan Syariah, namun terlebih dulu saya mengambil kendaraan yang saya titipkan di kantor. Kurang lebih dua jam saya mengajar disana, tetapi menjelang siang saya harus bergegas ke Bandung untuk mengisi kuliah informal yang sudah dijadwalkan bersama teman-teman alumni FE UNPAD bagi mahasiswa pemerhati Ekonomi – Keuangan Syariah.

Karena kemacetan atau kepadatan kendaraan menuju Bandung dari Depok, alhasil saya baru sampai di Bandung selepas waktu dzuhur, padahal sesi yang disepakati adalah sebelum dzuhur, untunglah para mahasiswa bersabar untuk menunggu, disana pun saya mengajar sekitar 2 jam. Menjelang ashar saya segera bergegas untuk mengejar amanah ketiga, yaitu memberikan training bagi mahasiswa baru STEI SEBI di puncak Bogor. Kesepakatannya saya harus di lokasi training sekitar jam 16.00 WIB, tetapi karena kepadatan kendaraan khususnya ketika saya berusaha keluar Bandung dan perjalanan yang jauh karena harus mengambil rute Padalarang-Cianjur-Puncak, bukan tol Cipularang, saya baru sampai di Puncak-Bogor sekitar pukul 20.00 WIB. Disana saya habiskan waktu kurang lebih sama 2 jam.

Tersenyum saya selepas menjalankan itu, karena sejak pertama saya niatkan dari bandara Cengkareng, dalam hati saya pesimis ketiga amanah itu dapat saya tunaikan, mengingat kondisi fisik dan mental yang sudah terkuras karena 4 hari dinas dan perjalanan yang melelahkan. Teringat saya pada peristiwa-peristiwa sepanjang perjalanan menuju tiga lokasi itu, seperti menabrak truk gandeng di tol cikampek ketika menuju Bandung. Saya mengantuk saat itu, beruntung saya cepat mengendalikan kendaraan setelah tersadar menabrak sudut bak besi belakang truk yang memuat sepeda motor ketika itu. Beberapa kali handphone saya berdering dari mahasiswa untuk sekedar bertanya tentang referensi skripsi, thesis, data, jadwal kuliah atau permohonan konsultasi. Atau beberapa kali pula sampai di handphone saya pesan-pesan berupa sms yang mengingatkan kegiatan di Masjid komplek rumah dimana saya dimanahi mengurusnya, atau sms yang mengingatkan jadwal taklim, program mabit, dan program-program dakwah lainnya.

Menarik nafas dalam-dalam dan kemudian keluar kalimat hamdallah dari lisan saya. Tetapi di benak saya muncul pertanyaan yang menjadi kesibukan saya selanjutnya; apa hikmah yang Tuhan inginkan dari semua kesibukan ini? Saya yakin sekali, ada manusia-manusia mulia diluar sana yang kegiatannya jauh lebih padat dari yang saya miliki. Tetapi kegiatan ini saja sudah menjadi sebuah rangkaian kesibukan yang telah membuat saya menghela nafas panjang. Fikiran itu terus menjadi topik di benak saya meskipun rangkaian kesibukan itu ternyata masih terus berjalan pada hari-hari berikutnya; seperti kerja, mengajar kuliah, dinas, pengajian mahasiswa, meeting dengan NGO dan lain-lain.

Pada beberapa hari setelahnya baru saya nyaman pada satu kesimpulan, bahwa ini semua menjadi salah satu dari sekian banyak bentuk anugerah yang Tuhan berikan. Kesibukan itu bukanlah ingin meletihkan, bukan pula sekedar ujian komitmen dan keistiqomahan. Kesibukan itu menjadi pengawal diri, penjaga hati dan pemelihara jiwa. Karena dengan kesibukan itu ternyata saya tidak memiliki waktu untuk berfikir dan berencana menikmati dunia yang dapat melenakan. Saya tidak memiliki kesempatan mencuri-curi waktu untuk bercengkerama dengan kegiatan yang sia-sia. Teringat saya dengan nasehat seorang Ustadz yang dahulu pernah menegur saya, ketika saya asyik dengan diri saya sendiri; akhi jika antum tidak sibuk dengan urusan akhirat, maka antum akan sibuk dengan urusan dunia yang tak ada habisnya ini.

Duh Allah yang Maha Penyayang, betapa sayang-Mu begitu banyak bentuknya. Seringkali pandanganku terkelabui melihat sayang-sayang-Mu. Atau tidak jarang bahkan aku manipulasi kasih sayang-Mu itu. Duh Rabbi yang Maha Jeli, meskipun kesibukan pada kebaikan sudah memenuhi waktuku, masih saja aku memiliki akal bulus untuk mencuri waktu untuk bermaksiat dihadapan-Mu. Kau sibukkan aku saat siang hari, maka aku bermaksiat malamnya, sebaliknya jika kau sibukkan aku pada malam hari, maka aku bermaksiat pada siangnya. Duh Tuhan yang selalu Memenuhi Janji, aku khianati anugerah-anugerahmu seketika Engkau berikan, dan kini boleh jadi aku semakin lihai mengelabui Engkau dan diriku sendiri. Wallahu a’lam.

1 komentar:

Homo Islamicus mengatakan...

Sangat rindu dengan derai-derai hikmah yang keluar dari lisan Hamba Allah Yang Mulia, atau setidaknya berusaha untuk menjadi mulia di hadapan-Nya. Mulia karena bijaknya dia dalam bertutur dan berbuat, bijaknya dia dalam mentafakkuri tanda-tanda kebesaran-Nya. Dalam sulit dan sibuknya beraktivitas Tiada keluh dalam sanubarinya, tiada sedih untuk susahnya hidup. Tersenyum dan bersyukur dengan simpul senyumnya dan tetesan air mata kesyukurannya....

Sungguh Agung Rahmat Allah memberikan hikmah melalui lisannya...melalui tindak tanduknya...

Semoga Allah merahmati dan menciptakan jama'ah orang-orang yang penuh hikmah dalam kerja-kerjanya....

Dan semoga Rahmat Allah senantiasa selalu atas kita untuk dapat terus istiqomah dalam mengarungi jalan-Nya................

Amiiiiin...