Kamis, 09 Oktober 2008

Hakikat Klasik Vs Keynesian

Membaca artikel Farewell to the Neo-Classical Revolution-nya Robert Skidelsky, mungkin akan semakin menguatkan pendapat bahwa beberapa dekade lalu adalah masa kejayaan neo-Klasik. Namun menarik mencermati pergulatan pemikiran Klasik - Keynesian ini jika kita lebih teliti melihat apa yang terjadi disekitar kita. Tepatnya, ada beberapa kejanggalan yang mungkin kita bisa temukan dalam aplikasi dua pemikiran itu sehari-hari.

Pertama, ketika kampanye globalisasi didengungkan semenjak kaum moneteris "berhasil" mematahkan pemikiran Keynesian pada pertengahan tahun 1970-an, perekonomian dunia digerakkan oleh pemikiran Klasik dalam bentuk modernnya. Milton Friedman sebagai motor moneteris mengkritik kebijakan diskresi Keynesian yang akan berakhir pada kondisi Crowding Out, dimana kebijakan fiskal (G) kemudian menekan investasi swasta (I) yang terakumulasi pada stagnasi pertumbuhan ekonomi. Tetapi anehnya, mungkin sejak tahun 70-an pula, buku-buku teks yang menjadi buku pedoman bagi pembelajaran ekonomi bagi para calon-calon sarjana sampai Phd, adalah buku-buku yang lebih banyak disusun oleh kaum Keynesian. Lihat saja buku-buku yang ada ditangan anda para akademisi, buku Gregory Mankiw, Paul Krugman, Rudiger Dornbusch atau Stanley Fisher?

Entah kebingungan seperti apa yang akan dihadapi mereka para sarjana ketika akan mengimplementasikan ilmunya di lapangan, karena ternyata ada gap yang mendasar antara yang mereka pelajari (dan mungkin juga sudah mereka yakini) dengan kecenderungan perkembangan aplikasi ekonomi. Atau cukup menjawab kejanggalan ini dengan berkilah: "emang gue pikirin". Kalau sudah seperti itu, yakinlah bahwa ilmu ekonomi yang realistis teraplikasikan adalah ekonomi madzhab pasar, tidak penting pemikiran ekonomi, tidak peduli apa itu Klasik atau Keynesian, yang penting perekonomian harus memberikan kepuasan maksimal bagi pemangku ekonomi (baik ia CEO multinational company maupun sekedar penguasa kelurahan).

Kedua, ketika gegap gempita globalisasi melalui freetrade area pada level regional mulai terbentuk, aplikasi-aplikasi instrumen fiskal dan moneter ternyata kental menggunakan style-nya Keynesian. Bunga sebagai instrumen sentral dalam perekonomian diperlakukan sesuai dengan rekomendasi Keynessian. Inkonsistensi (kalau tidak mau disebut kebingungan) sepertinya menjadi wajah resmi ekonomi konvensional modern sejak dulu. Klasik memandang bahwa bunga terbentuk oleh kekuatan depositors (tabungan) dan kekuatan pengusaha (investasi). Sementara Keynesian relatif melihat bunga sebagai harga keseimbangan dari penawaran dan permintaan uang (IS-LM Concept). Meskipun saat ini mayoritas perekonomian pernegara (baik maju maupun berkembang) menggunakan konsepsi Keynesian yang selanjutnya dielaborasi oleh Sir John Hicks (disinipun sudah terlihat inkonsistensi nasional dan internasional), tetapi baik konsepsi Keynesian dan Klasik tidak mampu menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi dalam perekonomian.

Lompatan-lompatan pemikiran diawali dari Klasik ke Keynesian, kemudian ke Moneteris, neo-klasik, new keynesian dan seterusnya, dengan dalih bahwa hal itu sebagai sebuah dinamika koreksi keilmuan, pada hakikatnya menunjukkan ketidakberdayaan ekonomi konvensional modern untuk merumuskan seperti apa ekonomi sepatutnya menjadi. Dua elemen dasar dari ekonomi, yaitu prilaku manusia dan system ekonomi, yang sejatinya coba diramu oleh para ekonom. Tetapi mereka gagal mengharmonisasikan keduanya dalam sebuah interaksi ekonomi.

Para ekonom itu sudah berasumsi bahwa manusia dibiarkan saja dengan sifat-sifatnya mengejar kepuasan ekonomi, dari situlah kemudian ekonomi dimodelkan, diformulakan, dirumuskan dalam madzhab-madzhab pemikiran. Jika kebetulan ada sifat manusia serakah dalam interaksi itu, akhirnya tersedia juga legal system untuk mengakomodasi keserakahan tersebut. inilah sebenarnya pangkal dan akar kesalahan ekonomi konvensional modern. Pertama, kesalahan membiarkan manusia berekonomi menurut sifat-sifat alamiahnya dengan mengabaikan eksistensi sifat-sifat negatif manusia. Kedua, kesalahan memodelkan system ekonomi yang cenderung meng-entertaint sifat-sifat negatif manusia seperti keserakahan. padahal ketika menyadari bahwa manusia memiliki sifat-sifat negatif, tentu sifat-sifat tersebut akan melebur dalam system yang mereka rumuskan.

2 komentar:

restamasta mengatakan...

salam kenal....ulasan pendek yang cukup menarik tentang perkembangan pemikiran ekonomi. Apakah / pernahkah diulas secara panjang lebar mulai dari pertama kali wacana ekonomi digulirkan beserta aplikasi nyatanya? terkadang sulit memahami konsep secara utuh jika mencoba untuk membandingkan lalu menemukan keadaan (realita) yang mungkin jauh berbeda.akan menjadi sangat menarik (informatif & edukatif) apabila ada media diskusi sehingga pembahasan dan pemahaman dapat efektif. salam.
-res-

pelamun mengatakan...

terima kasih sekali atas komentarnya. memang kalau dicari literaturnya, sulit kita menemukan pembahasan madzhab pemikiran dikonfrontasikan dengan aplikasi, hampir ga ada. buku yang mendekati itu bagi saya malah buku makroekonominya Sadono Sukirno. selain itu murni pembahasan madzhab yang sifatnya nostalgia. lihat saja semua madzhab berakhir dan muncul karena kegagalan ekonomi. untuk lebih komprehensif tidak ada jalan yang terbaik kecuali membaca dari sumbernya, yaitu sumber madzhab klasik-keynesian dan turunannya. maaf jika kurang memuaskan...