Rabu, 16 Maret 2011

Peran Perbankan Syariah dalam Pemberdayaan UMKM


Telah menjadi pengetahuan banyak pihak bahwa peran Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian Indonesia begitu penting. Sektor UMKM nasional dikenal memiliki karakteristik positif seperti sektor yang menyerap tenaga kerja yang besar, mengakomodasi peran masyarakat miskin dan dominan dalam struktur ekonomi. Berdasarkan data terakhir yang diperoleh, sektor tersebut memiliki jumlah pelaku usaha yang mencapai 51,3 juta unit usaha atau memiliki kontribusi sebesar 99%! Menyerap tenaga kerja 90,9 juta pekerja (97%)! Menyumbang PDB sebesar Rp2.609 triliun (55,6%)! Serta memberikan sumbangan devisa sebesar Rp183,8 triliun (20%)!

Dengan ruang-lingkup usaha yang dominan beraktifitas di lingkungan ekonomi domestik, tidak mengherankan sektor UMKM selalu tampil menjadi “pahlawan” bagi perekonomian negeri ini, ketika ekonomi nasional berhadapan dengan badai krisis keuangan yang juga kerap menghantam ekonomi global. Oleh sebab itu, sangat beralasan sekali jika pemerintah dan pihak-pihak terkait mengambil posisi terdepan dalam mendorong sektor ini berkembang dengan lebih baik. Bagaimana dengan kontribusi industri perbankan syariah nasional terhadap pertumbuhan sektor UMKM?

Dengan data perkembangan UMKM yang tadi telah diungkapkan, ditambah dengan kenyataan bahwa populasi mayoritas penduduk indonesia beragama Islam yang merefleksikan pula kondisi populasi mayoritas dunia usaha di sektor UMKM, sepatutnya perbankan syariah bisa memberikan kontribusi yang signifikan pada sektor tersebut. Apalagi, diyakini praktek perbankan syariah beserta produknya sangat sesuai dengan nature dunia usaha sektor UMKM. Jika melihat data dan kinerja pembiayaan perbankan syariah kontribusi itu pada dasarnya sudah jelas terlihat.

Sejauh ini dengan kekuatan 11 bank umum syariah (BUS), 23 unit usaha syariah (UUS) dan 151 bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS), yang memiliki jaringan kantor mencapai 3.073 unit, perbankan syariah nasional telah menunjukkan perannya. Pembiayaan BUS dan UUS pada sektor UMKM diakhir tahun 2010 telah mencapai Rp52,6 triliun atau porsinya (share) sebesar 77,1% dari seluruh pembiayaan yang diberikan BUS dan UUS ke sektor usaha. Pada akhir tahun 2010 itu, pertumbuhan pembiayaan bagi UMKM tersebut mencapai 46,8% atau pertumbuhannya melebihi pertumbuhan total pembiayaan industri perbankan syariah itu sendiri. Sementara jumlah rekening pembiayaan bagi UMKM mencapai lebih dari 600 ribu rekening atau porsinya mencapai 69,3% dari total rekening pembiayaan perbankan syariah.

Keberpihakan bank syariah pada sektor UMKM ditunjukkan pula dengan berbagai strategi pembiayaan oleh masing-masing bank syariah secara individu, seperti pembukaan pusat-pusat pelayanan pembiayaan mikro seperti gerai UKMM atau sentra UMKM. Berdasarkan data pembiayaan sektoralnya, saat ini pembiayaan UMKM perbankan syariah terkonsentrasi pada pembiayaan di sektor retail (31,1%), jasa usaha (29,3%) dan perdagangan (13,2%). Eksposur pembiayan sektoral UMKM perbankan syariah identik atau sama dengan eksposur total pembiayaan industri.

Kinerja perbankan syariah diatas belum termasuk kontribusi 151 BPRS yang tersebar di 22 provinsi Indonesia. BPRS dengan karakteristik kapasitas yang relatif kecil dan spesifik melayani pelaku usaha di komunitas-komunitas kecil masyarakat, sudah tentu hampir seluruh kemampuan penyediaan pembiayaannya di salurkan pada sektor UMKM. Berdasarkan data pada akhir 2010 fungsi intermediasi BPRS bagi sektor UMKM tampak berjalan cukup optimal, hal ini ditunjukkan dengan angka FDR yang mencapai 128,5%. Meski pembiayaan bermasalah BPRS relatif lebih tinggi di bandingkan kinerja BUS dan UUS yaitu sebesar 6,5%, namun dalam periode 3 tahun terakhir angka pembiayaan bermasalah menunjukkan kecenderungan yang menurun. Pada skala usaha yang tidak jauh berbeda dan ruang lingkup pelayanan yang juga relatif sama, dalam melayani masyarakat UMKM, BPRS ditemani oleh lembaga keuangan non-bank syariah yang saat ini berkembang tidak kalah tingginya, yaitu Baitul Mal wa Tamwil (BMT). BMT merupakan berbadan usaha koperasi yang kini dikenal dengan Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS), yang jumlahnya kini diperkirakan telah mencapai lebih dari 3000 unit.

Namun meski kontribusi perkembangannya cukup besar, sektor UMKM bukannya tumbuh tanpa memiliki masalah. Masalah di sektor UMKM relatif begitu kompleks, dari masalah SDM, akses modal, budaya usaha, tingkat penguasaan teknologi maupun kemampuan manajemen. Sudah menjadi pengetahuan umum dimana tingkat pendidikan mayoritas pelaku usaha UMKM cukup rendah, budaya usaha yang belum terbangun baik ketika usaha yang dilakukan berdasarkan usaha turun temurun, pengelolaan dana usaha yang bercampur dengan keuangan rumah tangga dan lain sebagainya. Hal ini yang tengah dibenahi oleh pihak-pihak terkait secara berkesinambungan. Khusus untuk mengatasi masalah akses modal di sektor UMKM, saat ini bank syariah telah melakukan kerjasama dalam penyaluran pembiayaan ke sektor tersebut. Kerjasama tersebut berupa kerjasama pembiayaan yang menggunakan konsep linkage, dimana bank syariah yang lebih besar menyalurkan pembiayaan UMKM-nya melalui lembaga keuangan syariah yang lebih kecil, seperti BPRS dan BMT. Hal ini dilakukan karena memang jangkauan bank syariah besar yang belum menjangkau pelosok-pelosok sentra masyarakat usaha kecil atau lembaga keuangan syariah yang kecil lebih menyentuh langsung dengan pelaku usaha UMKM.

Skema pembiayaan linkage yang dilakukan bank syariah dengan BPRS atau BMT dapat berupa channeling, executing atau joint financing. Skema channeling menempatkan BPRS atau BMT sebagai intermediator BUS/UUS dengan pelaku UMKM. Sedangkan skema executing dilakukan ketika BUS/UUS menyediakan pendanaan yang dapat dimanfaatkan oleh BPRS atau BMT dalam pembiayaan mereka ke nasabah UMKM-nya. Sementara itu, skema joint financing adalah skema dimana BUS/UUS dan BPRS/BMT bekerja sama dalam memberikan pembiayaan pada pelaku UMKM. Disamping itu, akhir-akhir ini terbentuk juga kerja sama bank-bank syariah dengan lembaga-lembaga terkait dalam memecahkan masalah lain yang menghantui dunia UMKM, seperti masalah budaya usaha, tingkat penguasaan teknologi dan kemampuan manajemen. Bank syariah bekerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan atau pengelola dana sosial dalam upaya meningkatkan budaya kerja, kemampuan manajemen UMKM dan penguasaan teknologi. Hal tersebut dilakukan dalam bentuk program-program pembinaan nasabah. Pembinaan nasabah khususnya bagi nasabah UMKM telah menjadi faktor yang krusial dalam rangka menjaga pembiayaan UMKM yang berkualitas baik.

Pada masa yang akan datang diharapkan lebih banyak pihak mampu memberikan kontribusinya yang signifikan dalam mendorong peran perbankan syariah di sektor UMKM ini. Pada sisi sektor UMKM, diperlukan upaya perbaikan sarana atau infrastruktur, baik berupa infrastruktur yang bersifat fisik maupun non-fisik, agar sektor tersebut mampu berproduksi dan berkinerja dengan efisien. Perbaikan atau pembenahan sektor UMKM pada gilirannya diharapkan mampu menekan persepsi risiko tinggi yang melekat pada sektor tersebut. Sedangkan pada sisi perbankan syariah diperlukan peningkatan pengetahuan dan keahlian bankir syariah pada dunia UMKM di semua sektornya. Dengan begitu, diharapkan kontribusi perbankan syariah dapat lebih maksimal, misalnya pembiayaan perbankan syariah tidak hanya terkonsentrasi pada sektor retail, jasa usaha dan perdagangan saja dari UMKM tetapi juga sektor potensial lainnya, khususnya sektor produktif seperti sektor pertanian dan manufaktur.

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Terima kasih,,sangat membantu dan bermanfaat sekali,,
wassalam,,

Ulfah Alfiana FIAI UII

Mujaitun Tukiman mengatakan...

Sangat informatif dan membantu, coba baca juga nih Info UMKM dan Cara Mendapatkan Modal Usaha