Senin, 20 Februari 2012
Bank Syariah: selalu mengecewakan?
Bengkulu, memberikan pengalaman yang berbeda, bukan hanya untuk pertama kalinya saya mengunjungi provinsi ini tetapi juga mendapatkan antusiasme yang lebih dari para peserta TOT Perbankan Syariah. Sebelumnya Bengkulu merupakan salah satu provinsi yang saya tidak begitu tahu kondisinya, baik suasana kota maupun kondisi penduduknya, makanya saya pun antusias untuk dating dan menghadiri sesi berbagi ilmu di Bengkulu.
TOT yang ditujukan untuk up-grading pengetahuan para dosen dari beberapa perguruan tinggi di provinsi Benkulu, biasanya dihadiri dengan kurang sepenuh hati oleh para dosen, mengingat dosen biasanya memiliki egoism tersendiri dengan kompetensi yang telah mereka miliki. Tetapi untuk Bengkulu kekhawatiran itu pupus pada hari pertama penyelenggaraan TOT tersebut. Antusiasme para dosen membuat saya mendapatkan semangat lain dalam berbagi ilmu. Bahkan Ketua STAIN Bengkulu berkeras dan berkomitmen untuk ikut sebagai peserta pada setiap sesi TOT yang ada, jarang sekali terjadi.
Begitu juga ketika saya harus mengisi kuliah umum bagi para mahasiswa, meski saat itu adalah saat liburan, tetapi tak kurang dari 200 peserta dapat hadir. Ternyata beberapa dosen juga tertarik untuk hadir dalam kuliah umum ini. Pertanyaan dari para peserta juga menunjukkan keingintahuan tinggi pada disiplin ilmu ekonomi, keuangan dan perbankan syariah. Yang menjadi perhatian saya dan kemudian menyita waktu saya untuk berfikir meski pertanyaan itu sudah saya jawab adalah satu pertanyaan yang selalu muncul pada setiap sesi diskusi tentang perbankan syariah dimana saja kapan saja, yaitu pertanyaan tentang pelayanan operasional bank syariah yang mengecewakan, entah itu produk dan harganya, aplikasi transaksi atau akadnya maupun fasilitas dan pelayanan pegawainya.
Nah, isu ini yang ingin saya diskusikan kali ini. Dalam banyak forum sebelum ini pesan sentral saya untuk bank syariah adalah willingness dari banyak pihak untuk dapat menerima kenyataan bahwa bank syariah merupakan entitas baru lembaga keuangan. Dari aspek usia dan size industri, pengalaman dan keahlian sampai dengan fasilitas dan infrastruktur, perbankan syariah masihlah minim, sehingga pelayanan jasa perbankan menjadi logis tidak optimal. Kekurangan ini selain menuntut perbaikan tentu saja mau tidak mau menuntut pula pemakluman. Dalam bahasa saya ia menuntut pengorbanan, khususnya dari para penikmat jasanya.
Memang tidak selayaknya dalam dunia bisnis membebankan kemajuan industri kepada pelanggan, tetapi wajar bagi saya mengingat nature bisnis syariah menuntut kondisi tertentu pada sisi pelanggan atau pemakai jasa bisnis ini. Lagi pula industri ini memang muncul dari desakan demand pada masyarakat pengguna yang menuntut adanya pelayanan jasa keuangan yang sesuai dengan keyakinan pelanggannya. Sehingga ketika bisnis ini muncul, tentu layaknya industri baru, ia belum mampu tampil sempurna seperti bisnis mapan dengan usia yang telah lama apalagi pengetahuan dan keahlian dari bisnis perbankan syariah masih terus dikenali dan digali. Oleh sebab alasan itu, jawaban saya masih terus berkutat pada pembangunan willingness untuk memahami dan kemudian memaklumi semua ketidak-optimalan itu, dengan bingkai berfikir bahwa itu semua merupakan bentuk pengorbanan dari satu perjuangan memunculkan dan memapankan industri Islami ditengah masyarakat.
Kekecewaan, ketidakpuasan dan ketidaksempurnaan pelayanan oleh industri perbankan syariah pada semua aspek, pada tahap awal harus disikapi dengan kaca-mata perjuangan. Karena memang definisi pejuang dalam urusan ini tidak dipanggul seorang diri oleh pelaku bisnis, tetapi semua pihak dalam industri baik dari sisi supply maupun sisi demand. Dan kenyataannya memang harus seperti itu, masyarakat harus berkorban, kekecewaan dan ketidakpuasan tidak harus (tidak boleh) disikapi dengan beralih ke bank konvensional, karena menjadi tidak logis pejuang meninggalkan medan pertempuran bahkan beralih menjadi bagian dari pasukan musuh hanya karena “pedangnya tumpul”.
Saya fikir masih ada seribu alasan lagi untuk tidak menjustifikasi ketidakpuasan itu. Tetapi kini, perlahan saya mulai mengalihkan focus jawaban dan diskusi saya pada sisi supply. Waktu yang disediakan oleh pelanggan dalam bentuk pengorbanan dan kesabaran mungkin akan memiliki batas, dan sebelum sampai pada batasnya sebaiknya para praktisi atau pelaku bisnis bank syariah sudah memiliki jawaban untuk masyarakat. Jawaban yang dibutuhkan tentu bukan lisan dan beribu alasan untuk kembali menjustifikasi kekurangan mereka, tetapi berupa perbaikan pelayanan, peningkatan keahlian dan pelengkapan fasilitas.
20 tahun perbankan syariah telah menjadi isu yang membuat banyak pihak membicarakan dan mendalami pengetahuan sekaligus keahlian industri ini. Dan telah 10 tahun industri ini melakukan pemapanan industrinya di tengah masyarakat dan dunia usaha. Regulasi berupa undang-undang perlahan terlengkapi, pendidikan formal juga non-formal terbentuk untuk spesifikasi pengetahuan dan keahlian bidang ini, infrastruktur terkaitpun bertahap membentuk dan menyempurnakan industri, sehingga wajar tuntutannya adalah optimalitas pelayanan bagi masyarakat.
Dahulu praktisi perbankan syariah masih di dominasi oleh pegawai yang berasal dari bank-bank konvensional pada semua level. Proses pendidikan non-formal berdurasi singkat yang membuat mereka layak menjalankan roda bank syariah. Proses itu menjadi keniscayaan dan realita atas kebutuhan jangka pendek industri ini. Namun kini, perlahan dan bertahap khususnya pada level dasar posisi praktisi mulai diisi oleh para fresh graduate yang ketika mahasiswa dulu menjadi pelopor pembelajaran formal ekonomi, keuangan dan perbankan syariah di perguruan-perguruan tinggi. Dengan demikian, diharapkan generasi “baru” ini mampu menjawab tantangan yang telah menjadi isu besar di perbankan syariah sejak lama, yaitu optimalisasi pelayanan bagi masyarakat.
Masalah pelayanan yang birokratif, lama dan rumit, mahalnya harga, terbatasnya ATM, internet, mobile banking dan fasilitas lainnya, produk yang belum mampu melayani semua kebutuhan, serta pelayanan pelanggan yang jauh dari kelaziman perbankan, menuntut kerja keras dan komitmen yang lebih dari para praktisi. Kepada mereka yang dulu ada dalam barisan pejuang dan pelopor ditingkat mahasiswa, kini waktunya membuktikan idealisme dan komitmen yang sudah ditumpuk pada masa pendidikan dahulu. Pada saat ini bukan lagi semangat diskusi dan aktifitas akademis yang dibutuhkan tetapi kemampuan pelayanan dan inovasi. Semangat jangan dikaburkan oleh situasi industri yang bersifat komersial, perjuangan tetap perjuangan, semangat tetap bersumber dari idealism jangan alihkan pada besar kecilnya gaji atau kompensasi.
Betul akan ada tuntutan remunerasi tetapi yakinlah bahwa selain memang ia merupakan hak, ia juga sudah akan berjalan sesuai scenario rejeki yang telah genap ketetapannya oleh Tuhan. Rejeki tidak akan tertukar, tidak akan kurang atau lebih. Jadi, jika aspek remunerasi itu sudah terlaksana dengan maksimal kemampuan, focus dan konsentrasilah dalam proses perjuangan. Kedudukan praktisi sebaiknya juga disemangati oleh persepsi sebuah misi. Kerja-kerja praktisi tidak melulu ada pada domain kerja nafkah tetapi merupakan bagian dari kerja-kerja dakwah.
Dengan persepsi kerja dakwah, maka benahi semua kerja dari aspek yang paling kecil hingga kerja-kerja utama. Profesionalitas kerja akan sempurna ketika dilengkapi oleh nilai-nilai kejujuran, keadilan dan sungguh-sungguh yang selama ini dikenal dalam kerja dakwah. Dari bolos kantor, bermalasan dan mencuri-curi baik waktu maupun materi dari kerja menjadi sesuatu yang mengganggu hati. Ingat nasehat para ustadz kita dulu dan kini, jika mereka yang membangun system keburukan begitu profesionalnya, mengapa kita yang jelas-jelas tengah membangun system kebaikan masih sibuk dengan hal-hal yang tidak penting? Mengapa dahulu kita begitu total tanpa pamrih dalam kerja dakwah, meski dakwah hanya menjanjikan kebaikan-kebaikan berupa pahala dan guguran dosa, mengapa ketika kini kerja dakwah anda begitu pragmatis padahal selain janji kebaikan seperti dahulu kini Allah tambah kebaikan itu dengan nafkah.
Layaknya dakwah jika dahulu anda senantiasa mendoakan binaan-binaan dakwah anda, kini sepatutnya doa-doa semacam itu anda lantunkan pula untuk lembaga dan pelanggan-pelanggan anda. Misalnya sebagai account officer sangat baik anda mendoakan kelancaran bisnis customer anda, sebagai customer service baik pula jika anda doakan keberkahan nafkah investor anda, sehingga semuanya berjalan baik pada sisi metafisik yang non-teknis dan non-material. Sebagai product engineering, inilah saatnya anda keluar dari kelaziman banker baik cara berfikir dan berinovasi, kenali betul logika bank syariah dimana kombinasi orientasi profit dan edukasi dakwah berpadu dalam produk-produk bank syariah. Semoga produk bank anda bukan hanya berorientasi pada keuntungan individual bank anda tetapi juga mempertimbangkan pelayanan untuk terwujudnya kemandirian ummat, memperluas kesempatan berusaha bagi sebanyak-banyaknya ummat. Kunjungi banyak pasar, ladang dan kebun serta pusat-pusat usaha lainnya, interaksi dengan mereka, serap kebutuhan mereka dan olah itu semua dalam inovasi-inovasi produk. Semoga Allah buka fikiran dan penuhi benak anda dengan inspirasi juga ilham yang penuh berkah, sesuai janji-Nya, bahwa Allah akan bantu semua usaha-usaha kebaikan meski saat ini anda merasa buntu dalam berfikir dan merenung.
Di lain sisi, boleh jadi masyarakat tidak selalu puas diimingi produk dengan janji-janji tingginya return produk anda, boleh jadi mereka sudah muak dan jenuh dengan itu. Perlakukan mereka sebagai objek dakwah yang dahaga pada semua perbuatan baik. Kabarkan pada mereka bahwa investasi-investasi yang menggunakan uang mereka sudah membantu sekian banyak pengusaha mikro dan kecil, sudah membuat banyak pedagang dan petani kecil terbantu usaha mereka, sudah membantu sekian banyak masyarakat dhuafa, sudah menjaga kelestarian alam, sudah membesarkan lembaga-lembaga dakwah termasuk bank syariah, sudah semakin memperbanyak orang bekerja dalam industri keuangan yang lebih berkah. Mungkin informasi-informasi seperti ini yang lebih menentramkan shareholder anda ketika membaca financial statement anda. Bayangkan bank syariah anda kesuksesannya bukan lagi hanya bergantung pada kinerja-kinerja teknis, tetapi ia didukung pula oleh doa-doa keberkahan dari pegawai, pemegang saham dan nasabah-nasabah anda. Subhanallah.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
3 komentar:
Dalam rangka apa ustad ke Bengkulu? Kampung halaman ane itu ustad.. Mohon doanya agar ane bisa segera mengabdi di Bengkulu dan bisa sosialisasikan Bank Syariah dengan lebih baik... (Adiet, Panitia FRPS Unsri 2010)
Subhanalloh yah,,,
serasa sedang menyimak tausiyah sewaktu Sharia Economist Training (SET FoSSEI JABODETABEK 2007 di Puncak...
Jadi makin semangat lagi nih untuk aktualisasi di dunia praktisi...
;-)
sungguh luar biasa,saya salah satu peserta bedah buku di STAIN BENGKULU.Artikel2 ini sangat kami perlukan,untuk menjalankan KJKS sebagai mana mestinya,yg tak lepas dari ketentuan SYARIAH,AMIN
Posting Komentar