Judul diatas itu ingin langsung menyampaikan apa tujuan tulisan kali ini. Judul itu ingin menjawab kegelisahan banyak aktifis dakwah yang muncul dalam kerja-kerja mereka. Entah gelisah itu muncul karena begitu lamanya kerja dakwah yang dilakukan atau karena belum tercapainya harapan-harapan dakwah. Bagi saya ini penting dan inilah logika saya dalam mencerna dan mencari akar masalah mengapa banyak sekali kekecewaan terhadap aplikasi Islam khususnya ekonomi.
Kegelisahan itulah yang mendorong para pekerja dakwah menetapkan ukuran-ukuran pragmatis atas kerja-kerja dakwah. Dan ketika ukuran pragmatis itu muncul dari ketidaksabaran, keterburu-buruan dan kegelisahan lainnya, maka ukuran itu malah membuat kerja dakwah kehilangan substansi fungsinya. Dengan ukuran-ukuran pragmatis itu orientasi pekerja dakwah relative berubah; dari orientasi proses kerja menjadi orientasi hasil kerja, dari orientasi pekerja menjadi orientasi penikmat dan dari orientasi pencapaian sistematik menjadi orientasi pencapaian instan.
Dengan strategi yang optimal, konsistensi kerja harusnya ada pada proses kerja berdasarkan prinsip dan substansi Islam bukan pada konsistensi pencapaian hasil tertentu. Untuk kesekian kali, ingin saya tegaskan kepada para pekerja dakwah, bahwa hasil kerja itu hak Tuhan. Yang dituntut dari pendakwah hanyalah proses kerja yang maksimal, berhasil atau tidak itu hak tuhan.
Memang sudah menjadi hukum Tuhan kalau kerja yang keras memiliki korelasi kuat dengan hasil yang diharapkan. Tetapi akan menjadi tidak benar jika orientasi langsung melompat pada hasil kerja dengan mengabaikan proses kerja yang benar. Orientasi hasil kerja bahkan akhirnya mengorbankan prinsip-prinsip kebenaran dalam proses kerjanya. Apa saja dilakukan yang penting hasil kerja memberikan apa yang diharapkan.
Sepatutnya yang dilakukan adalah orientasi pada proses kerja, dengan menggunakan tingkat inovasi yang maksimal, strategi yang tepat, dan mengerahkan semua kemampuan. Hasilnya bagaimana? Dengan orientasi ini hasil kerja diserahkan menjadi domain Tuhan, kita mungkin tidak perlu care dengan hasil itu, kita serahkan saja kepada Tuhan. Sepanjang proses kerja sudah dilakukan dengan maksimal kita sudah memenuhi prinsip umum Tuhan, bahwa kerja maksimal menjadi prasyarat memperoleh hasil kerja yang baik.
Tetapi dengan menyerahkan sepenuhnya hasil kerja kepada Tuhan, kita membuka diri untuk semua bentuk hasil terutama hasil yang mungkin tidak diharapkan. Namun, jika memang kita yakini hasil itu dari Tuhan, boleh jadi hasil yang tidak baik itu adalah yang terbaik bagi dakwah. Jadi hasil apapun dari kerja dakwah, berhasil atau tidak, itu semua adalah anugerah terbaik dari Tuhan. Nah, kalau seperti ini logikanya kenapa harus gelisah dengan hasil, kenapa harus menghabiskan energy lebih banyak akibat hasil yang tidak memuaskan. Kenapa tidak konsentrasi saja pada proses, dan jika gelisah atau kecewa, gelisah dan kecewalah jika kita tidak maksimal dalam berproses. Gelisah dan kecewa tidak ada hubungannya dengan hasil.
Diluar itu semua, orientasi ini pada akhirnya akan menjaga kesadaran bahwa tujuan utama kerja dakwah terletak pada proses-proses kerja dakwah itu sendiri, bukan pada hasil kerja. Pekerja dakwah sampai pada kepuasannya cukup jika ia sudah melakukan kerja dakwah dengan maksimal. Kepuasan bukan pada hasil kerja dan saat-saat menikmatinya. Inilah yang saya maksud dengan judul di atas, kita ini pekerja dakwah bukan penikmat dakwah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar