Rabu, 25 Juli 2007

Iman & Kepuasan (2)


Dari mana iman itu datang? Dari kefrustrasian? Pelarian? Apologi terhadap sesuatu yang tidak memiliki jawaban? atau memang berasal dari sebuah proses pencarian atas inti kehidupan?


Iman dalam Islam melalui lisan Nabi yang diyakini sebagai buah dari inspirasi ilahi, adalah keyakinan pada 6 elemen utama, yaitu keyakinan pada Tuhan, Malaikat, Kitab-Nya, Nabi, Hari Akhir & Qadha - Qadar. Keyakinan pada keenam elemen ini sepintas terkesan ringan, namun pada hakikatnya memiliki implikasi yang sangat mendalam. Keyakinan pada Tuhan tentu memiliki konsekwensi pada kesadaran akan kebesaran dan kekuasaan Tuhan. Kekuasaan Tuhan meliputi semua lingkungan atau bahkan diri manusia itu sendiri. Dan ruang lingkup kekuasaan tersebut mensyaratkan keyakinan pada Malaikat (dengan segala implikasinya pada corak dan kefitrahan mekanisme alam yang menjadi tugas malaikat), Nabi (dengan segala bentuk contoh berkehidupan yang melekat pada diri Nabi dan sebagai medium penyampai kalimat-kalimat Tuhan), Kitab (dengan segala kemutlakannya sebagai medium hukum-hukum Tuhan), Hari Akhir (dengan segala kepastiannya sebagai ukuran kesuksesan hidup dan penentu kebahagiaan abadi setelahnya) dan Qadha - Qadar (dengan segala konsekwensinya sebagai sebuah ketentuan Tuhan yang menuntut keikhlasan manusia dalam menerimanya sekaligus menjadi alat penguji bagi keimanan itu sendiri).


Pengetahuan terhadap keyakinan pada 6 elemen utama tersebut bukan berasal dari proses perenungan, atau sebuah kesimpulan analisa yang bersandarkan pada metode-metode ilmiyah. pengetahuan itu langsung dari Tuhan melalui medium-medium penyampai seperti Nabi, Malaikat atau Kitab-Nya. Dengan demikian, pengetahuan keimanan pada tingkat filosofi dalam Islam sangat-sangat bergantuk pada penerimaan hati terhadap logika-logika keimanan. Peran akal belum begitu dominan untuk menerima logika-logika ini. Jadi kebersihan hati kemudian menjadi begitu penting untuk dapat menerima logika-logika keimanan tersebut. Oleh sebab itu, terlihat jelas manusia yang terjaga prilakunya dalam kebaikan, akan memiliki potensi yang lebih besar untuk dapat menerima logika-logika keimanan. wallahu a'lam bishawab

Tidak ada komentar: