Senin, 15 Februari 2010

Sensitifitas terhadap Kasih Sayang Allah


Seberapa sensitif kita dengan kasih sayang Tuhan? Sepertinya sudah tak terhitung kita mendapatkan jamaah shalat di musholla atau tempat shalat lainnya, setelah kita terhalangi menunaikan shalat berjamaah di masjid. Tidakkah itu kita syukuri karena Tuhan sudah tunjukkan kasih sayang-Nya pada kita, dengan tetap memberikan kita kesempatan shalat berjamaah, meski telah lewat waktu berjamaah di masjid seperti yang biasa kita lakukan.

Dengan sensitifitas yang tinggi, akan kita sadari bahwa sesungguhnya kasih sayang Tuhan itu berserakan di mana saja dan kapan saja. Jika kita lihat pengemis di pinggir jalan yang kita lalui pada waktu pagi, jangan lihat ia melulu sebagai sebuah masalah sosial, padahal hakikatnya ia merupakan kesempatan yang dianugerahkan pada kita untuk mendapatkan pahala sedekah pagi yang sangat dianjurkan oleh Nabi.

Pernahkah juga kita alami, ketika hujan memaksa kita berteduh di serambi masjid dan tidak berapa lama adzan masjid itu berkumandang, dan kemudian rela atau tidak rela membuat anda tidak memiliki pilihan kegiatan lain kecuali berbaris bersama dalam jamaah shalat masjid itu, merasakan indahnya shalat berjamaah serta mengumpulkan pahala berjamaah seperti yang selama ini jarang kita rasakan.

Sekali lagi, setelah sebelumnya saya menulis tentang anugerah Tuhan yang berserak tapi tersembunyi, saya mengajak diri sendiri untuk tidak bosan-bosan untuk membuat diri semakin sensitif dengan kasih sayang Tuhan itu. Membuat anugerah yang berserak itu semakin terlihat adalah dengan membuka mata hati, dan membuka mata hati hanya bisa dilakukan dengan upaya semakin dekat dengan Sang Pemberi Kasih Sayang atau Sang Pemberi Anugerah.

Tidak ada komentar: