Selasa, 02 Februari 2010

Zakat dalam Keuangan Publik Islam


Kasus dikriminalisasikannya warga negara yang mencuri buah kapuk, semangka, pisang dan lain-lain karena alasan himpitan ekonomi, menggambarkan kegagalan yang sangat mendasar dari peran keuangan publik. Tanpa mengenyampingkan kebobrokan sistem hukum di tanah air, kekacauan keuangan publik memiliki peran yang tidak kalah penting membuat masyarakat kelas bawah menjadi korban dari sistem ekonomi dan hukum.

Hal yang mungkin paling keliru dalam aplikasi keuangan publik saat ini adalah disorientasi fungsi utama keuangan publik. Keuangan publik saat ini lebih difokuskan pada penyediaan dana bagi pembangunan fasilitas publik beserta turunan-turunannya. Dan kekeliruan seperti inilah yang kemudian membuat kepentingan utama publik, khususnya masyarakat kelas bawah menjadi terabaikan. Kepentingan utama apa itu? Kebutuhan pokok mereka!

Dalam keuangan publik Islam, kebijakan peruntukan keuangan publik tidak bisa keluar dari tujuan utama Islam itu sendiri. Islam menginginkan setiap manusia kembali pada fungsi atau misi kemanusiaannya di dunia, yaitu menghamba pada Tuhan (beribadah). Oleh sebab itu, Tuhan memagari dalam akidah, akhlak dan syariat, agar setiap orang tidak akan terhambat dari kewajiban penghambaannya.

Ketika seseorang menghadapi kendala ekonomi, maka akan ada zakat yang yang akan memberikan solusi sehingga ia kembali konsentrasi pada kewajiban hakikinya pada Tuhan. Disamping memang juga telah menjadi sebuah kewajiban bagi seseorang untuk berusaha semaksimal mungkin agar dapat menghidupi diri dan keluarganya. Tetapi kita tidak menutup kemungkinan ada orang yang seorang diri tidak mampu melakukan upaya apapun untuk memenuhi kebutuhan pokoknya karena alasan permanen akibat kelemahan dalam hal usia, kecacatan fisik, dan lain sebagainya.

Kondisi inilah mengapa Islam menempatkan zakat sama pentingnya dengan shalat. Islam menempatkan zakat bukan hanya sebagai sebuah ibadah wajib tetapi juga soko guru atau pilar utama ekonomi (muamalah). Dan lihatlah, jika zakat menjadi instrumen utama keuangan publik, maka misi keuangan publik yang paling utama adalah mem-back-up kepentingan masyarakat dhuafa. Inilah fungsi utama keuangan publik yang menjadi karakteristik Islam.

Misi keuangan publik tidak bisa digeser untuk pengadaan kelengkapan fasilitas publik sebelum semua kebutuhan dasar masyarakat dhuafa sudah terpenuhi secara menyeluruh. Kedisiplinan keuangan publik Islam untuk mengedepankan kepentingan masyarakat dhuafa menjadi syarat yang digariskan oleh syariat, sehingga orientasi atau fokus wajib ini tidak dapat dinego mengingat ia menjadi sandaran bagi fungsi kemanusiaan, bukan hanya sekedar sandaran fungsi perekonomian.

Ketidakjelasan mekanisme pajak, baik pada sisi pengumpulan dan penggunaannya, membuat aplikasi pajak sangat bergantung pada kebijaksanaan penguasa. Dan akhirnya, kita akan banyak lihat bagaimana pajak menjadi alat kezaliman penguasa terhadap warganya. Sebaliknya dengan zakat, pajak bahkan menekan masyarakat dhuafa bukan memuliakan kepentingannya. Itu mengapa pajak menjadi sekedar instrumen darurat dalam mekanisme keuangan publik Islam.

Tidak ada komentar: