
Berita kematian kakek-nenek, paman-bibi, kerabat jauh, tetangga, atau bahkan orang tua. Berita itu seakan sambung menyambung dan seolah terus menjadi lonceng-lonceng peringatan bagi kita yang hidup. Hal itu mulai sering terjadi pada saya. Dalam beberapa tahun ini, saya sudah alami kehilangan kakek dan nenek, adik dan kakak dari kakek-nenek, paman dan bibi, kerabat jauh dan tentu saja tetangga. Diakhir renungan dari peristiwa itu saya selalu bertanya pada diri sendiri; kapan giliran saya?
Kematian untuk banyak orang sudah menjadi topik utama dalam lamunan mereka. Ada yang merindu-rindu kapan kematian itu tiba baginya, tetapi sangat banyak yang masih memandang kematian sebagai momok yang menakutkan, sehingga dengan sengaja topik kematian ia enyahkan dan usir dari beranda lamunannya.
Saya sendiri kadangkala berharap kematian segera tiba, ketika saya merasa begitu dekat dengan Tuhan. Tapi seringkali kematian memaksa saya untuk meneteskan air mata, karena kengerian yang ada dibelakangnya. Kengerian itu membuat kematian menjadi begitu menakutkan. Dan itu ada ketika saya begitu asyik dengan nikmat-nikmat dosa.
Kematian memiliki dua dimensi fungsi. Untuk sebagian orang, kematian dapat melecut semangat untuk cepat-cepat mendapatkan apa yang diharap-harap. Tetapi untuk sebagian lainnya, kematian mampu menghentikan putaran waktu, menihilkan motivasi dan membuat wajah tertunduk lesu.
Kematian adalah pasti, lebih pasti dari karir dan jabatan, lebih niscaya dari cita-cita dan harapan, lebih selalu dari obsesi dan kesuksesan. Kematian ya tetap kematian, suka tidak suka, siap tidak siap, ia akan sampai kepada kita..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar