Selasa, 06 September 2011

BALIKPAPAN

This is my home town, Balikpapan. Kota tua yang menjadi transit pengolahan minyak dan gas bumi. Kota di sudut teluk kecil Kalimantan Timur yang berbukit-bukit. Kota yang menjadi gapura masuknya pendatang ke Kalimantan Timur, baik dari udara maupun laut. Dahulu Balikpapan kota kecil yang nadinya berfungsi dari degub bisnis minyak dan gas bumi sebagai jantung. Kota yang dominan dihiasi rumah-rumah papan beratap sirap.

Kini kota Balikpapan sudah meluas beberapa kali ganda. Jantungnya sudah memiliki banyak sumber daya, bukan lagi hanya bersandar pada bisnis minyak dan gas, tetapi juga perdagangan, wisata dan jasa. Kota Balikpapan sudah berubah wajahnya. Rumah-rumah yang dahulu papan sudah tenggelam digantikan oleh rumah-rumah beton. Gedung bertingkat tidak lagi hanya Hotel Benakutai sendirian, tetapi sudah banyak dan terus tumbuh; apartemen, perkatoran, hotel dan pusat berbelanjaan. Tidak heran memang dengan perkembangan ini, tercatat bahwa provinsi Kalimantan Timur menduduki daerah berpendapatan perkapita tertinggi di Indonesia yang mencapai lebih dari USD 11,000 per-kapita, lebih tinggi lebih dari dua kali lipat dari Jakarta (apalagi nasional).

Bangga melihat Balikpapan saat ini. Pada aspek sosialnya Balikpapan sepintas memperlihatkan prestasi yang mungkin remeh tetapi cukup signifikan dibandingkan kota-kota lain, yaitu menghilangkan kelompok pengemis jalanan diperempatan jalan atau tempat-tempat public lainnya. Lepas shalat jum’at dan Idul Fitri di masjid di kota Balikpapan, tidak terlihat seorang pengemispun di gerbang-gerbang masjid, seperti pemandangan biasa di kota-kota besar Indonesia lainnya. Entah apakah memang pemerintah kota memliki kebijakan terkait Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) ini, jika iya harus diakui, kebijakan itu relative berhasil. Mengikuti kebijakan sukses sebelumnya yang sudah diakui banyak pihak, yaitu kebijakan memelihara kebersihan kota. Ya, satu pemandangan yang sangat menonjol dari kota Balikpapan adalah kebersihan kota.

Meluasnya kota Balikpapan merambah perbukitan di utara kota. Hal ini menambah keunikan dan nilai eksotik kota. Kini jalan-jalan kota semakin banyak yang melintasi perbukitan, sehingga keliling kota Balikpapan akan semakin dapat dinikmati karena karakteristik jalan yang menurun dan menanjak dari satu bukit menuju bukit lainnya disertai dengan pemandangan lembah-lembah dimana perumahan semakin memadat. Semakin keutara, pemandangan bukit dan lembah hijau juga semakin indah untuk dinikmati, sangat menggiurkan bagi para komunitas biker. Terlebih lagi kini semakin banyak rest area, baik tradisional maupun modern di kanan dan kiri jalan dengan menawarkan buah-buah asli Kalimantan Timur, seperti durian, nenas, cempedak dan ellay (durian emas).

Dan yang tidak boleh dilewatkan adalah pantai pasir putih di pesisir kota. Daerah Manggar yang terletak di pinggiran kota menjadi lokasi wisata pantai yang paling diminati di Balikpapan. Meskipun begitu pantai Kemala yang terletak di kota Balikpapan tidak kalah menariknya, pasir putih yang bersih, air laut yang jernih dan ombak yang menggulung kecil namun bertenaga, jauh sekali kualitasnya jika dibandingkan dengan pantai ancol yang sudah tercemar.

Malam harinya, jangan juga lewatkan wisata kuliner di penjuru kota Balikpapan. Ada gerai-gerai bakso yang ada di setiap penjuru kota, dari bakso malang sampai bakso solo. Ada soto dari soto Banjar, soto Kudus, soto Lamongan sampai coto Makassar. Atau panganan khas mantau; roti semacam bakpau yang digoreng berisi daging rusa. Sedangkan pada pagi hari akan banyak dijumpai jajanan pasar untuk sarapan, dari waday (kue) banjar, kue bugis, cenil, ongol-ongol, barongko, bika, ketan, nasi kuning dan jengkol bersantan. Sangat nikmat disantap selepas melakukan jogging pagi di sepanjang “jalan minyak” (jalan di daerah pekilangan minyak) dengan berakhir di pantai.

Saya tidak bermaksud menulis artikel wisata, saya hanya ingin menggambarkan kota kelahiran saya, kota yang hingga sampai saat ini masih dihuni mayoritas keluarga besar saya. Selalu saja ada nuansa yang berbeda setiap kali saya mengunjungi kota ini. Namun terlepas dari itu semua, saya jadi berangan-angan, suatu saat saya akan kembali ke kota ini untuk mengabdi dan berkontribusi untuk pembangunan kota ini. Entah kapan.

Tidak ada komentar: