Jumat, 30 September 2011

Menguji Keabsahan Pemikiran Ekonomi

Krisis keuangan global sejak bergulir tahun 2007-2008, terlepas dari kekacauan yang telah disebabkannya, cukup menarik untuk mencermati langkah-langkah penanggulangan dan mengamati respon ekonomi terhadap langkah-langkah tersebut. Karena pada dasarnya krisis ini menjadi wahana yang baik untuk menguji keabsahan dan keshahihan aliran-aliran pemikiran atau madzhab ekonomi yang ada.

Selama ini keabsahan dan keshahihan sebuah teori dalam ekonomi, umumnya di-challenge dengan hipotesa, baik menggunakan pendekatan kuantitatif berdasarkan data masa lampau dengan rekayasa model yang bersandar pada parameter-parameter tertentu maupun menggunakan pendekatan kualitatif berdasarkan logika atau transmisi rasional yang bersandar pada fakta masa lalu dan perkiraan masa depan.

Hampir semua pemikiran atau madzhab ekonomi berusia pendek. Karena umumnya madzhab ekonomi muncul dan hidup karena satu anomaly, fenomena atau masalah ekonomi pada satu masa atau periode tertentu. Atau setidaknya madzhab akan berusia selama belum ada anomaly ekonomi baru yang mementahkannya, yang membuktikan bahwa madzhab tersebut keliru. Lihatlah bagaimana madzhab awal ekonomi hidup, diyakini dan diadopsi, madzhab klasik ekonomi. dengan punggawanya sang bapak ekonomi dunia, Adam Smith dengan ungkapan termasyurnya “invisible hand”.

Ide pokok madzhab klasik adalah keyakinan pada keampuhan market mechanism, dimana mekanisme invisible hand-nya dipercaya akan menyelesaikan gangguan-gangguan ekonomi dengan sendirinya. Bersandar pada keyakinan itu, maka konsekwensinya adalah kebijakan ekonomi sepatutnya dilakukan dengan tidak mengintervensi pasar. Biarkan pasar bekerja dan membenarkan apa yang salah, jika ada ketidakseimbangan maka dalam jangka panjang semuanya akan kembali seimbang.

Madzhab klasik seakan menjadi titik tolak munculnya madzhab yang lain. Madzhab klasik dinilai sebagai dasar pemikiran awal dari ekonomi modern yang memberikan gambaran besar lebih menyeluruh tentang mekanisme, hubungan sebab akibat, interaksi dan konsekwensi-konsekwensi ekonomi. Pemikiran yang menggambarkan ekonomi dengan transmisi sebab akibat pada berbagai aspeknya. Sehingga terlihat pola dan konsep ekonomi yang lebih tertata.

Tetapi ternyata kepercayaan pada madzhab klasik goyah atau bahkan hilang, dengan munculnya anomaly dahsyat yang bersifat massif terhadap ekonomi dunia, yaitu saat dunia mengalami depresi hebat pada tahun 1929-1930 (great depression). Ketika itu madzhab klasik tidak mampu memberikan solusi atas keterpurukan dunia. Klasik menganggap kondisi depresi sebuah keniscayaan system, pada waktunya (jangka panjang?) nanti ekonomi akan membaik kembali. Tetapi mungkin banyak yang tidak sabar dengan janji “jangka panjang” itu, sehingga akhirnya muncullah madzhab baru.

Muncullah madzhab baru yaitu madzhab Keynesian yang berawal dari pemikiran John Maynard Keynes. Madzhab ini muncul karena klasik gagal dan diperlukan logika berfikir baru. Dan memang madzhab baru ini (dianggap) berhasil memecahkan masalah depresi ekonomi hebat yang tidak bisa dijawab oleh klasik. Madzhab baru ini memiliki pendekatan yang berbeda atau bahkan cenderung bertolak belakang dengan keyakinan klasik. Keynesian berkeyakinan pemerintah harus intervensi pada pasar dalam rangka menjaga stabilitas, pasar tidak bisa dibiarkan sendirian, jangka waktu menuju seimbang tidak jelas berapa lamanya, oleh sebab itu madzhab Keynesian terkenal dengan ungkapan: “in the long-run we are all dead”. Begitulah selanjutnya madzhab baru ekonomi muncul sebagai respon atas kegagalan madzhab-madzhab sebelumnya dalam merespon masalah-masalah besar dari jalannya ekonomi.

Dari dua madzhab inilah kemudian muncul madzhab-madzhab turunan yang semakin memperkaya logika berfikir ekonomi konvensional modern. Meskipun mulai banyak madzhab baru tetapi pada dasarnya madzhab-madzhab tersebut dapat dikatakan memiliki inspirasi utama dari dua madzhab dasarnya, yaitu klasik dan Keynesian.jika ingin menyederhanakan dua madzhab itu menawarkan dua logika berfikir yang berbeda; klasik mengandalkan kekuatan pasar dimana kebijakan ekonomi bersandar pada kebijakan no intervention/no discretion, sedangkan Keynesian mengandalkan kebijakan intervensi/discretion.

Menariknya, setiap krisis ekonomi muncul maka krisis tersebut menjadi panggung bagi dua faksi besar madzhab itu untuk mengaku-aku bahwa madzhabnyalah yang benar. Dahulu masa pasca great depression seiring dengan rezim moneter bretton woods, madzhab Keynesian mengaku kejayaan madzhabnya dan menuding klasik sudah kadaluarsa. Sementara ketika dimulai liberalisasi perdagangan di bawah payung WTO, madzhab klasik mengatakan madzhabnyalah yang valid dan mendeklarasi kematian madzhab Keynesian.

Nah, krisis kali ini yang muncul secara marathon sejak tahun 2008, sepertinya berhasil melucuti keyakinan kita pada aliran-aliran pemikiran atau madzhab yang ada, krisis juga berhasil membingungkan pola-pola yang selama ini menjadi keyakinan banyak pakar. Pilihan pada pemikiran moneterist, keyakinan pada market mechanism-nya classic dan neo-classic, discretion-nya Keynesian dan new-keynesian, semuanya tidak mampu menjawab dengan baik masalah yang ada. Jikapun diterapkan, ekonomi merespon tidak seperti yang diharapkan. Jangan-jangan krisis kali ini menyerang pondasi logika ekonomi konvensional yang paling dasar, dimana pondasi itu menjadi landasan dan filosofi bersama dua faksi besar madzhab pemikiran ekonomi; klasik dan Keynesian. Jika memang begitu, tidak heran kalau kedua madzhab besar tadi tidak memiliki jawaban atas anomaly ekonomi kali ini.

Tidak ada komentar: