Kamis, 26 Januari 2012

Seri Global Crisis: US, nation in waiting?


Sebelumnya saya pernah menyampaikan kalau kita saat ini dan waktu yang akan datang harus membiasakan diri menyaksikan agenda-agenda tidak biasa yang dilakukan oleh pemimpin-pemimpin negara maju, misalnya seperti agenda Presiden US Barack Obama. Setelah sebelumnya menghadiri dan menyaksikan penandatanganan perjanjian jual beli 230 pesawat antara Boeing dan maskapai penerbangan Indonesia Lion Air, baru-baru ini Obama melakukan kunjungan ke beberapa perusahaan manufaktur yang tergolong perusahaan kecil di beberapa negara bagian US. Salah satu perusahaan yang dikunjungi adalah perusahaan Conveyor Engineering and Manufacturing di Cedar Rapid, Iowa yang “hanya” mempekerjakan 80 karyawan.

Beberapa pakar mengatakan bahwa kunjungan itu tidak lepas dari propaganda atau kampanye Obama dalam menghadapi pemilihan Presiden US yang akan dilangsungkan pada bulan November tahun ini. Namun pesan kuat yang juga secara implisit ingin disampaikan dari kunjungan ini adalah kampanye penyelamatan ekonomi US yang terancam oleh tingkat pengangguran yang tinggi (8,5%), sehingga dibutuhkan awareness dan upaya dari semua kalangan untuk menurunkan tingkat ancaman itu. Apalagi ancaman lebih besar yaitu krisis utang masih belum sepenuhnya teratasi. Utang US kini mencapai USD 2 triliun. Agenda kunjungan ini sebenarnya secara tidak langsung menunjukkan pula tingkat keparahan kesulitan ekonomi yang dihadapi perekonomian US. Ketidakbiasaan agenda seorang presiden negara adidaya ekonomi mengunjungi unit usaha sektor riil, kecil pula, memberikan indikasi arah kebijakan ekonomi yang sepintas tidak beda dengan negara berkembang atau emerging market; pro-jobs dan pro-poverty alleviation.

Sebelumnya Obama menawarkan kebijakan peningkatan pajak bagi kelompok masyarakat kaya, reformasi pajak yang membuat perusahaan swasta US lebih memilih berproduksi di dalam negeri, kebijakan suku bunga rendah bagi kepemilikan rumah dan diplomasi perdagangan yang tidak adil (merugikan US) khususnya dengan pesainya dari China. Kebijakan-kebijakan tersebut semakin menunjukkan madzhab kebijakan yang lebih pro-sektor riil, padahal US telah puluhan tahun mendapatkan keuntungan besar dari booming sektor keuangan. Dalam pidatonya di depan kongres pada selasa lalu Obama terkesan memberikan indikasi akar masalah arah kebijakan ekonomi selama ini, dan memaparkan pula respon kebijakan yang dianggap sebagai obat ampuh dari morat-maritnya ekonomi mereka.



Seperti yang dikutip dari The Guardian, obama mengatakan: "Kita tidak akan kembali kepada ekonomi yang lemah akibat outsourcing, utang yang besar, dan keuntungan keuangan yang semu. Malam ini, saya ingin berbicara bagaimana kita bisa bergerak maju dan menjabarkan cetak biru bagi ekonomi yang dibangun untuk bertahan lama - ekonomi yang dibangun berdasarkan produksi, energi, dan kemampuan bagi pekerja Amerika dan pembaharuan bagi nilai-nilai Amerika." Bagi anda pemerhati diskursus pemikiran atau madzhab ekonomi, maka kebijakan Obama bernuansa madzhab neo-klasik yang mempercayai pertumbuhan ekonomi yang baik bersandar pada produktifitas, tingkat teknologi dan kapitalisasi modal. Tidak heran kini manuver kebijakan ekonomi Obama ada pada sektor riil, kerena memang akar masalah krisis saat ini hanya akan diobati oleh pembangunan lebih konsisten pada sektor ekonomi produktif, instead of kebijakan yang berkesan kosmetik pada sektor keuangan, seperti penguatan bemper likuiditas (i.e bailout) yang sebenarnya menguras banyak uang publik dan memunculkan ketidakseimbangan lanjutan, atau bahkan berpotensi menyulut kesenjangan antara penikmat bailout dan pembayar bailout. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar: