Prof. Dr. Volker
Nienhaus[1]
Dari krisis global yang terjadi, banyak pihak berharap
bahwa penerapan Islamic Finance dapat mencegah terjadinya krisis, karena dalam
operasional Islamic Financial Institution (IFI): (i) tidak ada interest-bearing debt contract; (ii) ada real asset
backing of finance; (iii) ada risk sharing antara financier dan entrepreneur serta; (iv) tidak ada debt
trading. Sehingga secara keseluruhan dalam Islamic Finance tidak ditemui
excessive leverage dan risk accumulation, melainkan superior systemic stability
(yg meliputi efficiency, stability dan justice). Dengan demikian melalui
Islamic Finance diharapkan akan terjadi peningkatan wealth. Pada praktek Islamic
Finance banyak ditemui structure products yang diklaim telah sharia compliance, namun pada dasarnya produk-produk tersebut tidak dapat
diterima secara umum. Tetapi beberapa Sharia Board dan Sharia Scholar mengakui ke shariahan produk
tersebut. Diantara produk-produk tersebut adalah: Tawarruq and Comodity
Murabahah, Collateralized Debt Obligations, Short Selling, Profit Rate Swaps
dan Total Return Swaps.
Pada kenyataannya ketika produk-produk Islamic Finance
tersebut diterapkan akan mengakibatkan terjadinya unrestricted liquidity
(Tawarruq and Comodity Murabahah), speculation (Collateralized Debt Obligations
dan Short Selling) dan sharia conversion (Profit Rate Swaps dan Total Return
Swaps), sehingga pada gilirannya tidak memberikan peningkatan wealth dan juga
dapat mengakibatkan systemic anomalies dan systemic vulnerability.
Implikasi dari kondisi di atas
dapat mengakibatkan arah perkembangan keuangan syariah tidak sesuai dengan yang
diharapkan. Pada tahap awal akan terjadi Systemic Commingling, dimana Islamic
Finance berinteraksi dengan Conventional Finance, yang dilanjutkan dengan
Islamic Finance melakukan emulation (mimic / peniruan) akan produk-produk yang
ada di Conventional Finance. Pada tahap selanjutnya akan terjadi Systemic
Inclusion, dimana Islamic Finance berintegrasi dengan Conventional Finance,
sehingga terjadi absorption Islamic Finance dalam operasi Conventional Finance,
yang pada akhirnya sulit untuk membedakan antara produk Islamic Finance dan
produk Conventional Finance. Hal ini terjadi karena beberapa hal, seperti: (i) adanya
kompetisi dari bank-bank konvensional; dan (ii) adanya demand akan emulated
products, lebih tingginya profit dari structure products, sharia scholar yang
mengutamakan legalistic approach dari pada substansi ekonomi Islam dan
unfavouravble regulatory environment.
Sehubungan dengan hal tersebut
diatas untuk menjaga Islamic Finance tetap sesuai dengan butir 1, maka kedepan
perlu di pertahankan Systemic Coexistence dimana Islamic Finance tetap dapat
berinteraksi dengan Conventional Finance, namun dengan tetap menjaga perbedaan
yang ada (distinction). Systemic Coexistence dapat berlangsung dengan baik bila
adanya global liquidity management infrastucture, adanya non-discriminatory
regulations and tax rules dan corporate governance structure. Hal-hal yang
dapat mendorong dipertahankannya Systemic Coexistence adalah: comparative
disadvantage of emulation, demand for genuine Islamic financial innovations,
higher risk of leverage products, nilai-nilai syariah dan substansi ekonomi
Islam serta improved market and regulatory environment.
Dr. Muhammad
Nejatullah Siddiqi[2]
Siddiqi menyebutkan pandangannya
terhadap perkembangan industri keuangan syariah dunia sebagai berikut:
“Most of us have been busy
competing with conventional economics on its own terms, demonstrating how Islam
favors creation of more wealth, etc. We have had enough of that. It is time to
demonstrate how modern man can live a peaceful, satisfying life by shifting to
the Islamic paradigm that values human relations above material possessions”
Opini Siddiqi ini dengan sangat
jelas mengharapkan agar integrasi nilai-nilai syariah berupa akhlak Islami
cukup terlihat dalam praktek-praktek ekonomi syariah. Pertimbangan komersial
yang focus pada orientasi profit yang secara materi tidak mendominasi motivasi
aktifitas ekonomi syariah.
Dr. Mohammad Omar
Faruuq
Koreksi orientasi aktifitas
ekonomi, keuangan dan perbankan syariah dengan lebih rinci dikemukakan oleh
Faruuq. Faruuq menjelaskan sekaligus merekomendasikan peralihan orientasi
aktifitas ekonomi syariah:
1.
Dari legalism ke value orientation;
maksudnya orientasi nilai-nilai moral lebih dikedepankan dibandingkan orientasi
legalisasi hukum.
2.
Dari prohibition ke maqhasid orientation;
maksudnya orientasi atau pendekatan kemanfaatan ekonomi (maqhasid) lebih
diperhatikan dibandingkan pendekatan pelarangan.
3.
Dari form ke substance orientation;
maksudnya lebih mengutamakan substansi dibandingkan bentuk atau symbol-simbol.
4.
Dari micro-juristic ke holistic; maksudnya lebih
mengedepankan pendekatan menyeluruh daripada pendekatan parsial.
5.
Dari financialisation ke real economy orientation;
maksudnya mengutamakan orientasi aktifitas produktif ekonomi riil daripada
terbatas pada orientasi sektor keuangan semata.
6.
Dari risk avoidance ke risk sharing; maksudnya
industri harus menggunakan konsep berbagi risiko daripada konsep menghindari
risiko yang selama ini menjadi cirri kuat dari system konvensional, yaitu risk
transfer.
7.
Dari development neutral ke development relevant;
maksudnya pengembangan ekonomi syariah harus memperhatikan implikasi positif
pada pembangunan ekonomi dibandingkan mengabaikan pembangunan ekonomi karena
berorientasi pada sektor keuangan saja.
8.
Dari poverty neutral ke poverty sensitive;
maksudnya aplikasi ekonomi, keuangan dan perbankan syariah harus memiliki
implikasi dalam pengentasan kemiskinan dibandingkan selama ini mengabaikan isu
pengentasan kemiskinan akibat orientasi hanya pada aktifitas keuangan
komersial.
9.
Dari debt ke equity orientation;
maksudnya aplikasi ekonomi, keuangan dan perbankan syariah harus mengedepankan
orientasi bagi-hasil daripada orientasi aplikasi yang berbasis utang.
10.
Dari parochialism ke universalism; maksudnya
aplikasi ekonomi, keuangan dan perbankan syariah jangan bersifat ekslusif hanya
terbatas untuk kalangan tertentu tetapi bersifat inklusif yaitu dapat
dimanfaatkan semua pihak.
[1] Prof. DR. Volker Nienhaus,
Islamic Finance and Financial Crisis: Implications for
Islamic Banking, International Seminar “Changing Landscape of Islamic Finance: Eminent
Challenges and Future Directions”, Khartoum, Sudan 5 April 2010.
[2] Muhammad Nejatullah Siddiqi dalam artikelnya Muhammad Fahim Khan, Islamic Science of
Economics: to be or not to be