IMF baru saja mengeluarkan review Dewan Eksekutif IMF yang memuji ketahanan ekonomi Indonesia. Pertumbuhan ekonomi semester pertama yang positif dan relatif tinggi dibandingkan negara-negara serantau dan negara setingkat. Dengan inflasi yang relatif stabil dan kontraksi pasar finansial yang juga sudah memulih, Indonesia memang layak mendapatkan pujian untuk kinerja perekonomiannya. Dan rasanya semua pihak sepakat dengan kredit poin positif ini.
Hanya saja yang menjadi perdebatan menggelitik adalah, apakah performa itu buah kinerja pemerintah atau memang hasil dari kondisi dasar ekonomi domestik dan mekanisme pasar alami dalam perekonomian nasional. Artinya kinerja ekonomi boleh jadi lebih merupakan hasil kerja keras sektor swasta daripada hasil kebijakan dan diskresi sektor pemerintah.
Harus diakui, imbas guncangan krisis ekonomi 1997-1998 telah merubah topografi ekonomi Indonesia. Sektor riil dibanjiri pelaku UMK dan aktifitas ekonomi informal yang kemudian membuat sektor ekonomi domestik menjadi lebih dinamis dan dominan. Sementara sektor keuangan menjadi lebih ramping dan berhati-hati dalam produk-produk treasury. Sementara perkembangan sektor riil domestik membuat perbankan nasional lebih terekspos oleh portfolio kredit pada usaha yang berorientasi domestik. Sehingga hasilnya, guncangan eksternal sektor keuangan akibat krisis keuangan global menjadi minimal impact-nya pada industri keuangan domestik.
Pelajaran yang berharga dari kondisi tersebut adalah ketahanan dan ketangguhan fundamental ekonomi Indonesia akibat bergerak dan membesarnya sektor riil instead of sektor keuangan. Selain itu eksposur perbankan yang miskin terhadap produk derivatif pada sektor treasury-nya yang dicerminkan oleh angka LDR yang meningkat (derasnya kucuran kredit pada sektor riil), sedikit banyak menambah kuat stabilitas perekonomian nasional.
Berdasarkan analisis sederhana itu, terdapat dua solusi relevan yang harus diperhatikan perekonomian Indonesia dalam mempertahankan dan meningkatkan ketahanan ekonomi mereka, yaitu; pertama, meningkatkan keterlibatan ekonomi masyarakat dalam rangka meningkatkan volume ekonomi, penguatan sektor riil dan efisiensi alokasi sumber daya; kedua, pada sistem keuangan nasional perlu didorong signifikansi peran industri keuangan syariah dimana kualitas industri keuangan syariah juga dijaga esensi mekanismenya (sharia compliance).
Ketika hakikat aktifitas keuangan syariah tidak menemukan aplikasi yang tepat, maka perkembangan keuangan syariah hanya akan bermodal pada sentimen positif berdasarkan persepsi bahwa keuangan syariah sebagai alternatif produk keuangan konvensional yang pamornya meredup. Jika hal ini yang terjadi, pada akhirnya keuangan syariah akan berakhir pada “kehancuran” yang sama seperti apa yang dialami oleh keuangan konvensional.
Dengan demikian, sangat krusial mengidentifikasi esensi mekanisme keuangan syariah dan kemudian mengaplikasikannya dalam tataran teknis berupa produk-produk keuangan serta mekanisme kebijakan, ketentuan termasuk pengawasannya (lihat tulisan saya sebelumnya tentang Produk Kamuflase dalam Perbankan Syariah).
Sofistikasi, inovasi dan diversifikasi produk keuangan syariah baik yang ada di perbankan, pasar modal, asuransi dan pegadaian sepatutnya tidak menciptakan whirlpool baru bagi uang beredar. Karena hal itu hakikatnya akan memperbesar kolam uang yang menganggur dan pada akhirnya membuat sektor riil semakin tidak “bergizi”. Sofistikasi, inovasi dan diversifikasi produk keuangan syariah seharusnya semakin membuat pintu akses modal bagi proyek-proyek riil semakin menganga, sehingga saluran “nutrisi” berupa modal bagi sektor riil semakin deras mengalir dan membesarkan volume ekonomi.
Melihat perkembangan sistem keuangan syariah nasional terkini, berdasarkan perkembangan produk, infrastruktur, sharia governance, regulasi dan kecenderungan pemikiran, Indonesia berpeluang menjadi tauladan bagi pengembangan industri keuangan syariah di dunia internasional. Hal ini harus dipertahankan, dikembangkan dan dieksplorasi terus. Salah satu tahapan yang juga harus dilewati adalah Indonesia menjadi tauladan dalam pendidikan ekonomi/keuangan/perbankan syariah dunia. Indonesia harus menjadi pelurus kecenderungan yang “membengkok” khususnya dalam pemikiran keuangan/perbankan di dunia. Indonesia harus menjadi pelopor dalam pembelajaran ekonomi/keuangan/perbankan syariah yang benar/ideal. Oleh sebab itu upaya mewujudkan universitas atau perguruan tinggi nasional sebagai pusat pembelajaran ekonomi/keuangan/perbankan syariah di dunia harus segera dilakukan.
Kelebihan bentuk sistem dan struktur ekonomi syariah indonesia, dimana sektor riil lekat dengan sektor finansialnya, harus menjadi modal dasar yang baik dalam membangus pusat pembelajaran itu. Indonesia berpeluang menawarkan mainstream baru dalam perkembangan ekonomi syariah yang tidak dimiliki nagara lain. Perkembangan sistem social sector dan microfinance menjadi kelebihan berharga yang dimiliki Indonesia. Dengan demikian, hampir tidak ada alasan bagi Indonesia untuk tidak mampu menjadi pelopor dan tauladan.
Hanya saja yang menjadi perdebatan menggelitik adalah, apakah performa itu buah kinerja pemerintah atau memang hasil dari kondisi dasar ekonomi domestik dan mekanisme pasar alami dalam perekonomian nasional. Artinya kinerja ekonomi boleh jadi lebih merupakan hasil kerja keras sektor swasta daripada hasil kebijakan dan diskresi sektor pemerintah.
Harus diakui, imbas guncangan krisis ekonomi 1997-1998 telah merubah topografi ekonomi Indonesia. Sektor riil dibanjiri pelaku UMK dan aktifitas ekonomi informal yang kemudian membuat sektor ekonomi domestik menjadi lebih dinamis dan dominan. Sementara sektor keuangan menjadi lebih ramping dan berhati-hati dalam produk-produk treasury. Sementara perkembangan sektor riil domestik membuat perbankan nasional lebih terekspos oleh portfolio kredit pada usaha yang berorientasi domestik. Sehingga hasilnya, guncangan eksternal sektor keuangan akibat krisis keuangan global menjadi minimal impact-nya pada industri keuangan domestik.
Pelajaran yang berharga dari kondisi tersebut adalah ketahanan dan ketangguhan fundamental ekonomi Indonesia akibat bergerak dan membesarnya sektor riil instead of sektor keuangan. Selain itu eksposur perbankan yang miskin terhadap produk derivatif pada sektor treasury-nya yang dicerminkan oleh angka LDR yang meningkat (derasnya kucuran kredit pada sektor riil), sedikit banyak menambah kuat stabilitas perekonomian nasional.
Berdasarkan analisis sederhana itu, terdapat dua solusi relevan yang harus diperhatikan perekonomian Indonesia dalam mempertahankan dan meningkatkan ketahanan ekonomi mereka, yaitu; pertama, meningkatkan keterlibatan ekonomi masyarakat dalam rangka meningkatkan volume ekonomi, penguatan sektor riil dan efisiensi alokasi sumber daya; kedua, pada sistem keuangan nasional perlu didorong signifikansi peran industri keuangan syariah dimana kualitas industri keuangan syariah juga dijaga esensi mekanismenya (sharia compliance).
Ketika hakikat aktifitas keuangan syariah tidak menemukan aplikasi yang tepat, maka perkembangan keuangan syariah hanya akan bermodal pada sentimen positif berdasarkan persepsi bahwa keuangan syariah sebagai alternatif produk keuangan konvensional yang pamornya meredup. Jika hal ini yang terjadi, pada akhirnya keuangan syariah akan berakhir pada “kehancuran” yang sama seperti apa yang dialami oleh keuangan konvensional.
Dengan demikian, sangat krusial mengidentifikasi esensi mekanisme keuangan syariah dan kemudian mengaplikasikannya dalam tataran teknis berupa produk-produk keuangan serta mekanisme kebijakan, ketentuan termasuk pengawasannya (lihat tulisan saya sebelumnya tentang Produk Kamuflase dalam Perbankan Syariah).
Sofistikasi, inovasi dan diversifikasi produk keuangan syariah baik yang ada di perbankan, pasar modal, asuransi dan pegadaian sepatutnya tidak menciptakan whirlpool baru bagi uang beredar. Karena hal itu hakikatnya akan memperbesar kolam uang yang menganggur dan pada akhirnya membuat sektor riil semakin tidak “bergizi”. Sofistikasi, inovasi dan diversifikasi produk keuangan syariah seharusnya semakin membuat pintu akses modal bagi proyek-proyek riil semakin menganga, sehingga saluran “nutrisi” berupa modal bagi sektor riil semakin deras mengalir dan membesarkan volume ekonomi.
Melihat perkembangan sistem keuangan syariah nasional terkini, berdasarkan perkembangan produk, infrastruktur, sharia governance, regulasi dan kecenderungan pemikiran, Indonesia berpeluang menjadi tauladan bagi pengembangan industri keuangan syariah di dunia internasional. Hal ini harus dipertahankan, dikembangkan dan dieksplorasi terus. Salah satu tahapan yang juga harus dilewati adalah Indonesia menjadi tauladan dalam pendidikan ekonomi/keuangan/perbankan syariah dunia. Indonesia harus menjadi pelurus kecenderungan yang “membengkok” khususnya dalam pemikiran keuangan/perbankan di dunia. Indonesia harus menjadi pelopor dalam pembelajaran ekonomi/keuangan/perbankan syariah yang benar/ideal. Oleh sebab itu upaya mewujudkan universitas atau perguruan tinggi nasional sebagai pusat pembelajaran ekonomi/keuangan/perbankan syariah di dunia harus segera dilakukan.
Kelebihan bentuk sistem dan struktur ekonomi syariah indonesia, dimana sektor riil lekat dengan sektor finansialnya, harus menjadi modal dasar yang baik dalam membangus pusat pembelajaran itu. Indonesia berpeluang menawarkan mainstream baru dalam perkembangan ekonomi syariah yang tidak dimiliki nagara lain. Perkembangan sistem social sector dan microfinance menjadi kelebihan berharga yang dimiliki Indonesia. Dengan demikian, hampir tidak ada alasan bagi Indonesia untuk tidak mampu menjadi pelopor dan tauladan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar