Rabu, 21 Oktober 2009

Bangsa yang sedang Mewujudkan Takdirnya


Indonesia memasuki era baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Politik, hukum, pendidikan, budaya dan terlebih lagi ekonomi sedang berproses dalam atmosfer yang berbeda. Setidaknya semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara itu sedang bergerak dengan nafas optimisme.

Perubahan sudah terlebih dulu terjadi dalam ranah politik. Rezim diktatorial telah berganti dengan era reformasi, era perubahan yang menggelinding dengan semangat kebebasan dan keadilan. Perubahan itu menempatkan semua warga dan elemen bangsa berada dalam satu posisi yang setara, memiliki kesempatan, hak dan kewajiban yang sama dari dan untuk negara.

Semangat itu, ternyata tergambar pula pada prestasi ekonomi Indonesia. Di penghujung dekade pertama abad baru 21 ini dunia diguncang dengan terpaan krisis keuangan yang memporak-porandakan banyak struktur, infrastruktur sekaligus kinerja ekonomi negara-negara dunia, dari negara miskin, berkembang sampai negara-negara maju terkemuka. Tetapi Indonesia menjadi satu dari sedikit negara yang masih mampu maju dan bertumbuh, bukan saja mampu mempertahankan angka pertumbuhan yang positif tetapi juga mampu menjaganya pada tingkat pertumbuhan yang relatif tinggi.

Silakan baca artikel yang penuh dengan semangat positif, yang ditulis oleh CYRILLUS HARINOWO HADIWERDOYO Pengamat Ekonomi (Koran Seputar Indonesia)

Pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di antara Rusia,India & China

MORGAN Stanley adalah salah satu bank investasi terkemuka di Amerika Serikat (AS). Meskipun didera krisis keuangan beberapa waktu yang lalu sehingga harus ditolong oleh Pemerintah AS, kemampuan Morgan Stanley dalam melakukan analisis tidaklah surut.

Itulah sebabnya apa yang dikatakan perusahaan tersebut tentang suatu negara senantiasa menarik perhatian para investor. Kredibilitasnya mirip dengan Goldman Sach yang telah berhasil melambungkan negara-negara BRIC (Brasil, Rusia, India, dan China) menjadi suatu kelompok elite negara berkembang saat ini. Dengan latar belakang tersebut, apa yang dikemukakan Morgan Stanley dalam publikasinya yang membahas Indonesia tanggal 12 Juni 2009 lalu memicu perhatian yang besar.

Dalam publikasi yang berjudul Adding another “I” to the BRIC story? itu, Indonesia mulai dikategorikan setara dengan negaranegara BRIC. Publikasi itu melihat kemiripan Indonesia dengan India sebagai suatu perekonomian yang berbasis penduduk yang besar. Itulah sebabnya Morgan Stanley menyatakan perlu menambah ?cerita? tentang Indonesia, di samping India, dalam akronim BRIC tersebut. Pernyataan dari Morgan Stanley tersebut tentu didasarkan pada berbagai fakta yang berkembang. Sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia dikategorikan berupa jumlah penduduk yang besar dan sumber daya alam yang melimpah.

Namun dalam beberapa tahun terakhir sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia juga berasal dari biaya modal yang semakin murah. Sumber pertumbuhan yang lain berupa reformasi kebijakan yang pada akhirnya akan lebih memberikan kesempatan kepada dunia usaha untuk berkembang lebih baik. Terlebih lagi dengan tetap positifnya pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa krisis global ini, perhatian dari berbagai investor di seluruh dunia tertuju kepada Indonesia.

Sampai dengan 2008, pertumbuhan ekonomi Indonesia digambarkan dalam grafik mereka mulai melampaui Brasil (yang memang relatif rendah selama bertahun-tahun) dan Rusia sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di antara Rusia dan India (dan China). Grafik tersebut akan menjadi lebih menarik lagi jika memasukkan data terakhir tahun 2009 di mana Brasil bahkan mengalami pertumbuhan negatif.

Persepsi dan Prospek Perekonomian Indonesia

Publikasi Morgan Stanley tentang Indonesia tersebut pada akhirnya memperkuat persepsi yang sudah berkembang sampai hari ini tentang prospek perekonomian Indonesia.Persepsi tersebut antara lain terbangun oleh studi yang dilakukan Goldman Sach (N-11: Not just an acronym) pada 2007 yang menempatkan Indonesia dalam kedudukan yang sangat terhormat di antara negara-negara berpenduduk besar yang memiliki prospek ekonomi besar dan tergabung dalam N-11 (Next Eleven) tersebut.

Persepsi tersebut semakin diperkuat oleh studi Pricewaterhouse Coopers (The World in 2050 yang diperdalam dengan Banking in 2050) yang kembali menempatkan Indonesia dalam jajaran perekonomian elite di percaturan perekonomian global. Dengan berkembangnya persepsi semacam itu, minat para investor untuk melakukan investasi di Indonesia menjadi semakin berkembang. Selain bank-bank Inggris yang secara berturut-turut melakukan akuisisi di Indonesia beberapa waktu terakhir,perbankan Indonesia memperoleh perhatian investor yang semakin besar dari seluruh penjuru dunia.

Sampai hari ini masih saja terdengar minat yang serius dari investor maupun bankir asing untuk melakukan akuisisi perbankan di Indonesia. Demikian juga di berbagai sektor ekonomi lain,minat tersebut mirip dengan apa yang timbul setelah maraknya perhatian orang pada negara-negara BRIC.Perkembangan inilah yang akhirnya akan melahirkan self fulfilling prophecy karena minat investor tersebut akhirnya akan mampu merealisasi prediksi Morgan Stanley tentang prospek pertumbuhan Indonesia di tahun 2011 dan sesudahnya.

Dalam studi Morgan Stanley tersebut, PDB Indonesia yang dalam tahun 2008 dinyatakan sebesar USD509 miliar diprediksi akan mencapai antara USD700 sampai USD800 miliar pada 2013. Prediksi ini mendasarkan diri pada pertumbuhan ekonomi riil sebesar antara 6-7 persen mulai tahun 2011 ke atas.Sebagaimana prediksi dari Goldman Sach yang meleset cukup jauh hanya dalam waktu dua tahun (Goldman Sach memprediksi PDB Indonesia 2010 sebesar USD419 miliar dalam studi N-11: Not just an acronym, padahal pada 2008 sudah mencapai USD509 miliar), bukan tidak mungkin prediksi Morgan Stanley juga akan meleset.

Hal ini terutama berkaitan dengan deviasi yang cukup besar antara pertumbuhan PDB riil dengan PDB nominal yang dikonversikan dalam mata uang dolar AS.Sebagai contoh, dalam tahun 2008, PDB nominal Indonesia tumbuh dengan 25,4 persen,sementara PDB riil tumbuh dengan 6,1 persen. Bahkan setelah dikonversi dengan kurs yang sedikit melemah, pertumbuhan PDB Indonesia dalam dolar menunjukkan angka yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan PDB riil.

Dengan melihat perkembangan tersebut, PDB nominal yang diprediksi Morgan Stanley sebesar USD700-800 miliar tahun 2013 memiliki kemungkinan akan terlampaui. Ini berarti bahwa PDB nominal Indonesia memiliki kemungkinan akan mencapai antara USD800-1.000 tahun 2013 sehingga memungkinkan Indonesia untuk mencapai pendapatan per kapita sekitar USD5.000 pada saat kita semua memasuki era ASEAN Economic Community tahun 2015.Tingkat pendapatan yang sedemikian akan menempatkan kekuatan ekonomi Indonesia sekitar delapan kali dari kekuatan ekonomi Malaysia saat ini.

Prospek semacam itu akan menjadi lebih cepat terealisasi dengan dukungan perbankan yang lebih besar. Publikasi dari Morgan Stanley tersebut juga memperlihatkan tingkat penetrasi perbankan di Indonesia yang diukur dengan rasio kredit perbankan terhadap PDB termasuk sangat rendah dibandingkan dengan negaranegara BRIC dan dengan negaranegara di kawasan Asia Tenggara.

Optimisme terhadap perekonomian Indonesia sudah berkembang secara luas di luar negeri. Rasanya kita pantas berharap bahwa optimisme yang sama juga akan semakin berkembang di negara kita sehingga pada ujungnya kesejahteraan masyarakat dapat terus berkembang. (*)

Tidak ada komentar: