Rabu, 17 Maret 2010

Sepenggal Hikmah Tentang Hidup



Sudah lama ingin saya kisahkan kembali sebuah cerita sederhana tentang sebuah hakikat kerja atau barangkali hakikat ekonomi. Kisah ini saya baca puluhan tahun lalu ketika masih di sekolah dasar dari sebuah majalah anak-anak yang langganankan orang tua, kalau tidak salah majalah “Ananda”. Saya kurang tahu apakah majalah itu masih beredar saat ini. saya sudah tidak ingat siapa penulis dari cerita ini. semoga beliau ikhlas saya cerita ulangkan kisah mulia penuh hikmah ini. Dan semoga beliau mendapat ridha Allah atas cerita ini.

Kisah ini bercerita tentang perjuangan sebuah keluarga yang berusaha untuk sejahtera. Namun ditengah upaya itu sang ayah tenggelam dalam permainan judi yang menurutnya dapat membuat keluarganya cepat meraih kesejahteraan. Sang ibu dan anaknya prihatin melihat tingkah polah sang kepala keluarga. Karena bukan hanya harta benda mereka yang semakin habis tetapi juga lambat laun sang ayah terperosok pula dalam lembah syirik karena bergantungnya ia dengan dukun-dukun dalam menjalankan permainan judinya.

Satu saat sang ibu tidak tahan lagi melihat keluarganya perlahan-lahan ada di tepi jurang kehancuran. Bersama anaknya ia pergi ke seorang cerdik pandai di kampungnya, dan meminta nasehat apa yang sebaiknya ia lakukan untuk mengatasi masalah keluarga mereka. Setelah mendengar panjang lebar semua tingkah polah suami sang ibu, dalam rangka perbaikan sebuah keluarga yang diambang kehancuran, si cerdik pandai ini meminta sang ibu untuk mengajak sang bapak menghadapnya, dengan dalih bertemu dengan seorang dukun yang bisa memberikan jalan pintas menuju kekayaah yang mewah.

Singkat cerita sang bapak dapat dihadirkan menemui sang cerdik pandai. Dengan kelihaiannya meyakinkan orang lain, sang cerdik pandai memberikan kunci rahasia agar cita-cita kaya sang bapak dapat segera terwujud. Sang cerdik pandai mengatakan bahwa ia mampu memberikan emas dan perak melimpah dengan sekejap, tetapi hanya ada satu benda yang dapat dirubah menjadi emas dan perak, yaitu tepung putih yang biasa ada di bawah daun pisang. Sang cerdik pandai juga mengatakan tepung itu harus sebanyak satu karung penuh untuk dapat diubah menjadi emas dan perak sebanyak beberapa karung.

Mendengar syarat itu, sang ayah merasa mudah melaksanakannya, karena selama ini dia dan keluarganya sebenarnya memiliki sebidang kebun yang penuh dengan pohon pisang yang memang tidak terawat. Dengan semangat ia mulai mengumpulkan serbuk atau tepung putih dari bawah daun pisang yang ada. Dari waktu kewaktu ia mulai sadar kalau pohon-pohon yang tersedia tidak akan memberikan tepung putih itu dengan cepat sebanyak satu karung. Akhirnya ia membuka lahan baru untuk menanam pohon pisang. Dan waktu demi waktu membuat lahan itu semakin luas saja.

Akhirnya suatu hari, berbinarlah mata sang bapak ini karena saat itu ia sudah mampu mengumpulkan satu karung penuh tepung putih daun pisang. Ia segera bergegas menemui sang cerdik pandai yang ia kira sebagai dukun sakti. Setibanya dihadapan sang cerdik pandai, ia dinasehati agar datang tiga hari lagi untuk mengambil beberapa karung emas dan perak. Dengan harap cemas sang bapak menunggu tiga hari yang dirasakan seperti bertahun-tahun. Selepas tiga hari, ia menuju rumah sang cerdik pandai, sesampainya disana, ternyata anak dan istrinya sudah pula ada disana, namun karena rasa harapnya yang amat sangat ia tidak lagi memperdulikan anak dan istrinya itu. Cepat-cepat ia bertanya dimana emas dan perak miliknya.

Dengan tersenyum sang cerdik pandai mengajak sang bapak ke sebuah kamar, ketika pintu kamar itu dibuka, terbelalaklah mata sang bapak karena didalamnya betul penuh dengan harta benda yang terbuat dari emas dan perak. Sang cerdik pandai dengan penuh senyum bersahaja berkata, “itu semua milikmu”. Belum habis bahagia dan kekagetan dari wajah sang bapak, dengan santun sang cerdik pandai memperlihatkan sebuah karung di sudut ruangan yang masih berisi tepung putih daun pisang. Sang bapak menjadi heran, mengapa tepung itu masih berupa tepung pikirnya, dari mana emas dan perak ini?

Sang cerdik pandai kemudian segera menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Singkatnya ia katakan emas dan perak itu berasal dari penjualan buah pisang yang dipanen oleh anak dan istri sang bapak. Sang bapak ternyata tidak menyadari berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan satu karung tepung putih itu, ia begitu konsentrasi dengan tepung putih itu saja. Ternyata waktu yang berlalu sudah melewati beberapa kali panen buah pisang, dan oleh anak istrinya buah-buah hasil panen yang melimpah dari kebun yang semakin hari semakin luas itu dijual dan hasilnya dibelikan harta benda yang kini ada dihadapan mereka.

Sang istri meminta maaf kepada sang bapak, karena ini semua dilakukan awalnya ingin menyadarkan sang bapak yang sudah tenggelam dengan judi dan kemusyrikan. Mendengar cerita sang cerdik pandai dan istrinya, tak kuasa air mata keinsyafan mengalir di pipinya. Serta merta ia memeluk anak dan istrinya, meminta maaf atas kekhilafan yang selama ini sudah dilakukannya. Sejak itu sang bapak berjanji akan bekerja keras dengan tekun untuk mengejar kebahagiaan yang sebenar-benarnya.

Apa yang menjadi hikmah dari cerita ini bagi anda? Bagi saya banyak, banyak sekali. Hikmah berkeluarga, hikmah kerja, hakikat kerja dan usaha, hakikat ekonomi yang baik atau anda memiliki versi hikmah yang lain? Wallahu a’lam. Cerita ini begitu melekat pada saya. Oleh karena cerita-cerita seperti inilah saya begitu sensitif dengan kiat-kiat sukses cepat yang sering dibuat-buat atau dicari-cari orang saat ini. Semoga hikmah cerita ini dapat anda terima .

Tidak ada komentar: