Selasa, 23 Maret 2010

Sejarah Islam dan Peradaban yang Hilang


Membaca buku, majalah atau merupakan sebuah rutinitas yang wajib bagi saya. Khususnya buku, sudah menjadi keharusan bagi saya, dimana aktifitas itu dulu berupa beban kini berubah menjadi kebutuhan atau bahkan keinginan. Hanya saja sedikit buku yang saya baca mampu membangkitkan semangat eksplorasi, antusiasme yang tidak henti sebelum mata sampai pada kalimat terakhir buku itu. Beberapa kali saya evaluasi, ternyata jenis buku yang selalu membangkitkan kenikmatan dan menjadi ekstasi dalam membaca adalah buku-buku sejarah.

Nah, buku yang saat ini sedang antusias saya baca adalah buku “Dari Puncak Bagdad: Sejarah Dunia Islam” tulisan Tamim Ansary orang Amerika Serikat keturunan Afghanistan yang diterbitkan oleh Zaman (Indonesia). Pemaparan penulis begitu ringan dengan gaya penulisan bercerita. Tulisan ini begitu berbeda dengan buku-buku sejarah pada umumnya yang mayoritas terpaku pada data peristiwa dan tokoh. Kekuatan buku Tamim Ansary ini terletak pada alur cerita yang ringan itu. Oleh karena itu, sebelum saya lupa, saya juga ingin memberikan apresiasi pada penerjemah yang barangkali atas effortnya membuat buku ini begitu menarik rangkaian ceritanya.

Sejarah Islam adalah Sejarah Tersendiri
Bagian-bagian pertama dari cerita ini memaparkan eksistensi sejarah Islam dalam alur sejarah dunia. Ansary berkeyakinan – setelah melalui perenungan dan analisis data sejarah – bahwa sejarah Islam merupakan entitas tersendiri dari sejarah. Sejarah peradabannya bukalah sebuah tahapan lanjutan dari sejarah dunia sebelumnya (khususnya sejarah Barat). Ansary bahkan menegaskan secara lugas bahwa sejarah Islam berjalan dan berkembang secara paralel dengan sejarah dunia dibelahan bumi yang lain, meskipun nanti pada waktu-waktu atau periode tertentu akan akan bersinggungan dengan sejarah Barat.

Dengan nilai, bentuk dan karakter yang dominan diinspirasi oleh munculnya agama Islam sejarah Islam tentu akan membentuk peradaban berikut peristiwa-peristiwa peradabannya sendiri. Dari aspek waktu sejarah Islam bermula ketika terjadi peristiwa Hijrah, dimana Islam berubah bentuk dari sebuah ajaran dalam sebuah wilayah menjadi sebuah Ummat. Sejak peristiwa hijrah, Islam tak terbendung secara ajaran, peradaban (komunitas sudah berkembang pada semua elemen peradaban), dan wilayah. Islam meliputi aktifitas masal dalam ekonomi, hukum, budaya apalagi politik.

Oleh karenanya sejarah Islam sukar untuk disebut sebagai tahapan lanjutan dari proses sejarah dunia Barat. Dan dengan cukup percaya diri Ansary menyebutkan bahwa sejarah Islam sebagai entitas tersendiri dalam sejarah dunia. Dan ia sudah sangat layak untuk dituturkan bukan hanya sekedar satu atau dua bab dalam buku-buku sejarah, tetapi ia harus menjadi buku baru yang akan secara komprehensif memaparkan dinamika peristiwanya seiring dengan waktu.

Islam dan peradabannya di refleksikan oleh kemanunggalan komunitas yang disebut sebagai ummat. Dan dengan kemanunggalan itu mulai tersusunlah interaksi teratur manusia-manusia dalam aspek ekonomi, hukum, budaya dan politik. Oleh karenanya, merujuk pada definisi peradaban ini, dapat dikatakan sejak kemanunggalan itu tidak lagi eksis, maka seakan-akan peradaban Islam hilang, namun sejarahnya terus berjalan. Sejarah Islam mencatat bahwa periode saat ini dimana kemanunggalan ummat atau layak juga disebut khilafah Islan atau daulah Islam tidak lagi wujud, adalah periode sejarah terendah dari kecemerlangan Islam. Islam kembali menjadi ajaran saja seperti masa sebelum peristiwa hijrah.

Ekonomi Islam dan Sejarah Islam
Pemaparan sejarah ini akhirnya membantu saya untuk memahami aspek lain dalam disiplin ilmu. Karena sejarah secara runut akan memperlihatkan ruang lingkup peristiwa secara sebab-akibat. Sehingga orang yang memahami disiplin ilmu lain dalam Islam semisal hukum dan ekonomi menjadi lebih tercerahkan. Karena melalui sejarah potongan atau penggal-penggal peristiwa yang biasa dijadikan pedoman dalam mengambil dalil hukum atau dalil ekonomi akan terlengkapi ketika penggalan itu diketahui posisinya dalam alur sejarah, diketahui peristiwa lengkapnya, waktunya, tokoh-tokohnya, sampai dengan latar belakang dan implikasi berupa peristiwa sejarah lainnya.

Nah, bagian inilah yang menarik bagi saya dari buku sejarah ini, karena ia akan mencerahkan saya lebih terang tentang disiplin ilmu yang saya geluti, yaitu ekonomi Islam. Sejarah mengkonfirmasi dalil-dali ekonomi yang dijadikan pedoman dalam menyusun premis, hipotesis atau bahkan teori berupa penggalan-penggalan peristiwa. Bahkan menggunakan pengetahuan sejarah Islam kita semakin membuka ruang fikir untuk mengembangkan ekonomi Islam.

Di samping itu, sejarah menjadi penjelas bahwa ekonomi Islam adalah sebuah entitas yang juga berbeda dengan ekonomi barat modern. Karena menggunakan logika Ansary, dimana sejarah Islam tersebut bergerak dan berkembang paralel maka sangat rasional kalau ekonomi yang menjadi elemen sejarah Islam atau peradaban Islam, adalah entitas terpisah dari ekonomi mainstream. Ekonomi Islam pada dasarnya adalah implikasi logis dari perkembangan peradaban manusia yang menjalankan semua aktifitasnya – termasuk aktifitas ekonomi – berdasarkan nilai-nilai Islam. Meski diakui bahwa kelaziman berupa aktifitas manusia sebelum Islam dibenarkan untuk terus dilakukan, tetapi hal tersebut sudah melalui proses verifikasi syariat baik melalui Qur’an, Hadits, Ijma atau Qiyas.

Berdasarkan sejarah Islam atau perjalanan peradaban Islam, maka eksistensi ekonomi Islam akan mengutuh ketika lingkungan bertumbuhnya juga mengalami penyempurnaan seperti lingkungan peradaban Islam. Peradaban Islam dipercaya akan tampil kembali jika dan hanya jika kemanunggalan ummat terbentuk kembali dengan pemahaman nilai-nilai Islam pada skala minimal juga terbenam dalam jiwa manusia-manusia Islam. Pembentukan kemanunggalan ummat itulah yang kini menjadi tantangan utama saat ini dalam membangkitkan peradaban islam, sekaligus membangikitkan ekonomi, hukum, budaya dan tentu saja politik Islam.

Saya secara pribadi meyakini pembentukan kemanunggalan ummat bersyarat pada penanaman akidah, akhlak dan syariat Islam pada manusia-manusia Islam dalam jumlah yang memadai. Artinya bilangan atau jumlah manusia-manusia shaleh yang berkelompok, berjuang menegakkan Islam harus kemudian eksis sebelum kemanunggalan itu wujud secara bertahap. Mungkin baru ini yang bisa saya tulis sebagai hikmah yang saya dapatkan dari membaca seperdelapan dari buku Ansary. Sekali lagi jarang buku sejarah memberikan antusias membaca seperti yang disuguhkan buku ansary ini. seingat saya buku sejarah sebelum ini yang selalu memberikan antusias yang tidak berbeda adalah buku “60 Sahabat Rasulullah” tulisan Khalid Muhammad Khalid. Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar: