Ada yang menarik perhatian benak saya pagi tadi. OB yang akrab dengan saya dikantor bertanya; abis jogging ato senam mas? Saya jawab; ya jogging dong, kan dah ga boleh senam lagi. Loh memang kenapa ga boleh? Bertanya mas OB itu terheran-heran. Kan sudah haji, sudah ga boleh lihat yang macam-macam, jaga mata jaga hati, jawab saya sambil tertawa kecil. Maklum senam dikantor saya selain instrukturnya wanita, kebanyakan pesertanya juga wanita, jadi agak riskan bagi saya. Mendengar jawaban saya mas OB tertawa lepas sambil mengangguk-angguk.
Setelah percakapan singkat itu, saya tercenung memikirkan kembali jawaban saya. Hmmm.. beda tipis ya antara syiar dan sombong. Terus terang jawaban saya tadi lebih saya khususkan untuk diri sendiri, agar selalu ingat pada komitmen haji dan tidak menyia-nyiakan prosesi suci yang saya sudah jalani di tanah Haram beberapa waktu yang lalu.
Harus ada sesuatu yang berbeda, harus ada sesuatu yang berubah, dan perbedaan ataupun perubahan diri saya sepatutnya adalah perbedaan atau perubahan yang lebih baik. Haji harus membuat saya menjadi pribadi yang lebih baik. Haji menuntut dan bahkan sudah merubah standar-standar amal kebaikan. Oleh sebab itu, menjadi kewajiban saya untuk patuh dan menghormati kemuliaan Tuhan yang Beliau sudah sempatkan pada saya.
Meski sebenarnya hingga saat ini saya masih penasaran, gelar haji yang melekat pada setiap jamaah yang selesai menunaikan prosesi haji itu sejarahnya seperti apa, dalilnya apa (jika ada). Pada dasarnya saya memaklumi gelar itu bagaikan sebuah penghormatan bagi mereka yang sudah dipernahkan oleh Allah SWT menjadi tamunya di tanah suci. Menjadi tanda bagi manusia-manusia yang memiliki kesempatan untuk menjadi penghuni syurga, karena haji merupakan salah satu ibadah utama yang jika mendapatkan kemabruran haji tidak ada imbalan yang pantas kecuali syurga bagi manusia pelaksananya.
Tetapi tidak jarang saat ini gelar haji tidak lagi bermakna sakral bagi nurani para alumninya, tetapi ia menjadi gelar yang tak lebih dari sekedar gelar saja, sama seperti gelar keilmuan yang kurang lebih untuk menunjukkan kelebihan dunia bagi pemiliknya, seperti gelar lulus menempuh pendidikan pada jenjang-jenjang tertentu. Saya sendiri masih terus berusaha mendapatkan kesimpulan dari hakikat haji. Oleh sebab itu, saya akan terus mengingatkan diri ini pada setiap kesempatan bahwa diri ini pernah menjadi tamu Tuhan di tanah Haram, jangan sia-siakan semua itu.
2 komentar:
Gelar haji merupakan budya spritual, yang oleh banyak orang mendambakan itu. Allah mewajibkan dengan suatu persyaratan yaitu kemampuan. Banyak yang ingin tetapi, tidak ada dana, banyak yang ingin tetapi tidak sehat, banyak yang ingin tetapi tidak mempunyai ilmu dan banyak yang ingi tetapi tidak mempunyai talenta sebagai abdi Tuhan.
Mereka yang sanggup dana dan sehat inilah mempunyai kesempatan dan mungkin dari sekian itu menjadikan haji sebagai status sosial. dan menyia-nyikan perjalan spritual ibadah hajinya.
Gelar haji merupakan budya spritual, yang oleh banyak orang mendambakan itu. Allah mewajibkan dengan suatu persyaratan yaitu kemampuan. Banyak yang ingin tetapi, tidak ada dana, banyak yang ingin tetapi tidak sehat, banyak yang ingin tetapi tidak mempunyai ilmu dan banyak yang ingi tetapi tidak mempunyai talenta sebagai abdi Tuhan.
Mereka yang sanggup dana dan sehat inilah mempunyai kesempatan dan mungkin dari sekian itu menjadikan haji sebagai status sosial. dan menyia-nyikan perjalan spritual ibadah hajinya.
Posting Komentar