Satu lagi tentang optimisme, ditengah preseden opini yang selalu ada pada lisan kita sebagai seorang muslim. Opini lazim yang biasa keluar dari kita adalah pesimisme pada Islam dan ummatnya. Memandang skeptik terhadap apa-apa yang berkaitan dengan perkembangan ke-Islaman dan keummatan. Islam yang terpecah-belah, saling menuding keburukan, menepuk dada menunjuk diri yang paling benar, budaya berhalaisme, ummat pemalas atau ummat yang kacau balu tidak tahu skala prioritas, tidak paham prinsip dan idealisme, tidak menjunjung harga diri dan kehormatan, baik pada dimensi akidah, akhlak maupun syariah.
Rasanya anda semua familiar dengan maksud saya ini. preseden dan opini lazim ini tidak jarang mematikan semangat untuk bergerak maju dan sibuk dengan kerja-kerja kebaikan atau perbaikan. Tapi sebentar dulu, saya termasuk orang yang tidak serta-merta mengamini kelayakan apalagi kebenaran preseden ini. saya merasa selalu ada sudut pandang yang berbeda, dan boleh jadi sudut pandang itu yang nyaman untuk digunakan dalam memandang segala hal. Salah satunya adalah sudut pandang optimisme.
Jangan lihat terlalu jauh kalau ingin menilai ummat Islam akhir zaman ini. Sekali Tuhan sudah nobatkan kita sebagai ummat terbaik dengan kalimat “pelantikan” yang terkenal itu; “kuntum khairu ummah...”, maka tak elok kita menjelek-jelekkan diri sendiri. Terlebih lagi ketika diakhir zaman ini ummat butuh sekali manusia-manusia Islam yang bersemangat dalam berjuang, berkorban dan terus bergerak mengabarkan serta mencontohkan kebaikan-kebaikan.
Mari lihat saja apa yang ada disekitar kita, semakin burukkah Islam itu. Jangan jauh-jauh. Lihat anak-anak kita, bandingkan dengan kita dahulu ketika seusia dengan mereka. Saya yakin banyak anak-anak kita kondisi ke-Islamannya jauh lebih baik dari kita dahulu. Dengan membandingkan usia yang sama, mereka lebih dulu bisa baca atau bahkan tulis Al Qur’an, lebih banyak hafalan surah-surah, aktif di TPA/TPQ. Anak-anak kita lebih mengenal akhlak dan akidah lebih baik, mendapatkan wawasan ke-Islaman lebih banyak karena saat ini lebih banyak sekolah-sekolah Islam untuk dijadikan pilihan, dari PAUD, TK, SD, SMP sampai SMA. Bahkan tidak sedikit dari kita yang memasukkan anak-anak kita ke pesantren sehingga saat ini santri jauh lebih banyak dari masa-masa terdahulu.
Selain itu, lihat rak-rak buku yang ada di ruang kerja atau ruang tamu, saya kok yakin lebih banyak buku-buku agama kini yang tersedia dirumah anda dibandingkan rumah ayah anda dahulu. Meskipun akan ada yang mengatakan; “banyak buku Islam, bukan berarti dibaca kan?!” Ya betul, tetapi lebih ga jelas dibaca kalo dahulu di rak tak ada buku Islam kan?! Itu mengapa sudah lebih dari 10 tahun ini, buku Islam menjadi buku terlaris di negeri ini. lihat istri dan kaum wanita di sekitar kita, mulai lebih banyak yang menggunakan kerudung bukan? Dan hiduplah industri-industri pakaian muslim-muslimah. Lihat dompet anda, sudah mulai ada kartu ATM bank syariah ya? bank-bank pun mulai berdandan syariah akibat tuntutan anda, teman anda, tetangga anda yang ingin kebutuhan jasa keuangannya sesuai tuntunan Islam. Efeknya, sekolah, universitas, kurikulum dan silabus mata kuliah sekarang akrab dengan syariah, sehingga akhirnya Islam menjadi familiar pada semua hal, langkah men-syaamil mutakammil-kan Islam sudah mulai diayunkan. Begitu juga dengan upaya-upaya me-rahmatan lil alamin-kan Islam.
Sekarang lihat jumlah jamaah haji Indonesia, mulai banyak kaum muda yang berangkat ke tanah suci, nyadar ga sih? Shaf-shaf shalat wajib berjamaah di masjid pun dibanyaki oleh orang-orang muda. Memang iman tidak otomatis berkorelasi positif dengan angka dan jumlah-jumlah itu, tetapi tentu akan sangat tidak beralasan keimanan yang baik dikaitkan dengan variabel-variabel diatas dengan jumlah yang kosong bukan? Numbers and figures tell a thousand words.
Nah hal-hal kecil yang dekat dengan saya itulah yang membuat saya tetap optimis, dan saya berusaha tidak keluar dari gerbong optimisme itu, semoga begitu juga dengan Anda. Mari sebarkan otimisme ini, mari tetap menjaga motivasi, atau bahkan membangkitkan inspirasi untuk berbuat lebih banyak dan lebih baik. Meski akhirnya itu hanya berguna untuk diri kita sendiri, kerana kerja kebaikan dan perbaikan setidaknya menghentikan diri kita dari kesibukan pada keburukan dan memburukkan. Bismillah..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar