Kamis, 02 Juli 2009

Ekonomi yang Bersahaja

Merujuk pada estimasi volume transaksi narkoba dan pelacuran dalam tulisan saya sebelumnya; Underground Economy: Sebuah Estimasi, diketahui volume transaksinya masing-masing sekitar Rp 72 triliun dan Rp 57,6 triliun.

Bayangkan, dengan dana sebesar itu berapa jembatan serupa Suramadu yang kita bisa persembahkan pada rakyat. Nilai jembatan Suramadu hanya Rp 4,7 triliun, dengan angka “foya-foya” di narkoba dan pelacuran kita bisa dapatkan 32 jembatan!!! Atau bisa mengembangkan aset perbankan syariah hampir tiga kali lipat dalam waktu hanya satu tahun!!! Cape deh...

Hebat ya, transaksinya ada, tapi ga masuk dalam perhitungan GDP tuh. Ya, ekonomi akhirnya “bocor” karena absennya syariat dan akhlak dalam sistemnya. Potensinya terbuang tanpa ada manfaat barang serambutpun.

Nah sekarang bayangkan lagi jika saja keadaannya sebaliknya, semua orang yang berduit sedikit lebih taat dengan syariat dan akhlak Islam mereka, mungkin akan kita dapatkan ekonomi yang lebih baik. Apalagi jika prilaku mereka diikuti dengan kesederhanaan dan kezuhudan yang teramat indah.

Bayangkan jika para pemain saham (meski sahamnya halal, katanya hanya saham Jakarta Islamic Index), para pemegang premi asuransi (meski juga asuransinya sudah syariah), para pemegang sukuk, para penggila hobby; bikers, modifikasi mobil, wisata kuliner, kolektor barang antik, atau backpackers yang addict menjelajah sudut-sudut negeri (walaupun uang yang dipakai semuanya berasal dari kerja-kerja yang halal), sedikit peka dengan kondisi orang-orang miskin, yatim piatu, pengangguran, dhuafa penderita penyakit, korban bencana dan lain-lainnya, mungkin kita akan saksikan atmosfer ekonomi yang jauh lebih bersahaja.

Kepekaan dan kesadaran pada hakikat hidup itu akan melahirkan kesederhanaan prilaku ekonomi. Dengan kepekaan dan kesadaran, para pemegang saham bersedia mengorbankan potensi return yang didapat karena lebih berharap pada return yang Allah janjikan; barang siapa yang mengeluarkan hartanya di jalan Allah, maka Allah akan lipat-gandakan rizkinya. Para pemegang premi asuransi pun punya prinsip yang sama, apalagi mereka sangat lebih percaya pada asuransi atau jaminan Allah. Dan percaya kalau Allah tidak akan memberikan ujian berupa bencana atau kemalangan diluar kemampuannya sebagai manusia, terlebih lagi keikhlasan dan kesabaran telah mematri jiwanya untuk siap dengan segala cobaan dan ujian, karena mereka sadar semua itu pasti akan menggugurkan dosa dan menghantarkan pada derajat kemuliaan.

Para pemegang sukuk, lebih berbahagia jika dananya langsung dimanfaatkan oleh para dhuafa, mereka yang terdesak dan terhimpit keimanannya karena kesempitan ekonomi, karena dari situ ia akan dapatkan return berupa pahala yang menjanjikan kebahagiaan yang jauh lebih hakiki dari return sukuk manapun. Para penggila hobby, sadar betul bahwa “kegilaannya” hanya akan menyita waktu mereka untuk dapat semakin dekat dengan Allah terkasih. Mereka relakan waktu dan dana mereka demi mendapat waktu untuk memperbanyak tilawah, bermal shaleh serta kerja-kerja dakwah. Mereka paham betul hobby akan semakin memfokuskan perhatian dan konsentrasinya pada kenikmatan-kenikmatan yang melenakan. Mereka sadar betul bahwa kebahagiaan hanya ada di akhirat, masa penikmatan hanya ada di sana. Dan mereka tak ingin menyesal hanya kerena hobby yang remeh seperti itu.

Wallahu a’lam bishawab.

Tidak ada komentar: