Rabu, 15 Juli 2009

Perbankan Syariah & Produk Pembiayaannya


Atas pertimbangan keterdesakan kondisi akibat dominasi nasabah floating customer dalam perbankan syariah nasional dan kebijakan moneter yang masih cenderung merugikan (bahkan dapat mengancam) pertumbuhan perbankan syariah nasional serta kebutuhan pengelolaan likuiditas, maka sangat dimaklumi munculnya produk/instrumen treasury dalam perbankan syariah Indonesia. Kemunculan Sertifikat Investasi Mudharabah Antar Bank Syariah (SIMA), Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dan yang terakhir SUKUK (SBSN) dapat dikelompokkan pada produk treasury yang dapat dimanfaatkan bank syariah dalam mengelola likuiditas mereka.

Kemunculan produk ini harus disikapi dengan hati-hati atau bahkan mungkin harus dibatasi jumlahnya. Dan fungsi produk/instrumen tersebut harus dijaga fungsinya untuk sekedar membantu bank dalam pengelolaan likuiditas mereka. Jangan sampai produk/instrumen itu berubah menjadi alternatif produk pembiayaan bank syariah. Karena jika itu terjadi, tentu produk/instrumen tersebut akan menjadi variabel negatif bagi pertumbuhan pembiayaan bank syariah ke sektor riil. Dengan perhitungan risiko dan besar kecilnya return, produk/instrumen “treasury” itu akan memunculkan fenomena trade-off dengan produk pembiayaan bank syariah.

Fenomena itu jelas wujud dalam operasional perbankan konvensional, dimana produk treasurynya bahkan cenderung menjadi referensi pricing dalam produk kreditnya. Dengan karakteristik mudah, cepat dan relatif berisiko rendah, maka produk treasury disamping produk jasa seperti SBI dan produk-produk derivatif menjadi pilihan utama dalam meraih profit bagi bank-bank konvensional. Padahal aktifitas disektor treasury konvensional tersebut relatif berkorelasi negatif pada pertumbuhan ekonomi, karena sifat produk tersebut adalah transaksi aset finansial yang tidak terikat pada transaksi sektor riil dalam perekonomian.

Oleh sebab itu, belajar dari hal tersebut karakteristik transaksi perbankan syariah yang terikat erat dengan transaksi sektor riil harus tetap dijaga melalui produk-produknya. Sehingga upaya penjagaan produk-produk yang berkarakteristik berkontribusi penuh pada sektor riil menjadi sangat penting. Dengan begitu proses-proses produk engineering atau sofistikasi produk perbankan syariah harus menjadi hal yang perlu diperhatikan.

Secara garis besar klasifikasi produk pembiayaan atau produk yang dapat mendatangkan profit yang ada dalam ruang lingkup operasional bank adalah sebagai berikut:

1. Produk pembiayaan berbasis bagi hasil (musyarakah, mudharabah) dan jual beli (murabahah, istisna, salam, ijarah, rahn) harus terus dikembangkan karena secara langsung berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.

2. Produk jasa (kafalah, wakalah, hawalah) juga dapat terus dikembangkan meskipun kontribusinya tidak langsung pada perekonomian, tetapi produk ini sifatnya memperlancar aktifitas ekonomi riil.

3. Produk “treasury” (SBIS, SIMA dan SBSN) perlu dibatasi dan dijaga fungsinya hanya sebagai produk pengelolaan likuiditas, bukan produk pendulang profit. Khusus produk SBSN untuk memiliki kontribusi yang positif dan maksimal pada sektor ekonomi riil sebaiknya lebih berbentuk project base daripada berbentu asset base seperti yang umumnya dipraktekkan banyak institusi keuangan syariah.

4. Produk pembiayaan yang kamuflase syariah (commodity murabahah atau tawarruq, bay’ al inah, bay' al dayn, bay’ bithaman ajil) harus dilarang, karena sesungguhnya hakikat transaksinya adalah transaksi kredit yang tidak ada kaitan atau kontribusinya pada aktifitas ekonomi riil atau pertumbuhan ekonomi.

Wallahu a’alam

Tidak ada komentar: