Jika diukur menggunakan waktu, maka Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) telah berusia kurang lebih 7 tahun. Namun tentu yang lebih ahsan pertanyaannya adalah berapakah usia kemanfaatan IAEI ini bagi upaya-upaya pengembangan perekonomian Islam, atau manfaat IAEI bagi ummat secara umum. IAEI merupakan kumpulan pakar (intelektual), penuntut ilmu, atau ‘alim, mereka menjadi sumber hikmah, referensi kebijaksanaan dan pustaka ilmu.
Dengan definisi fungsional seperti itu, maka para pakar yang terkumpul dalam IAEI harus menyadari betul fungsi mereka ditengah-tengah masyarakat termasuk posisi mereka ditengah upaya pengembangan system ekonomi Islam. Sebagai sumber hikmah, referensi kebijaksanaan dan pustaka ilmu, maka kepentingan tunggal dari seorang intelektual adalah kesahihan ilmu. Ilmu yang mampu melayani manusia dengan semua kebutuhannya, yang konsisten in-line dengan kehendak Sang Pemilik Ilmu.
Itu mengapa dapat juga dikatakan bahwa pengabdian seorang intelektual pada hakikatnya adalah pengabdian kepada Tuhan. Tugas mereka adalah meredaksionalkan hukum-hukum Tuhan dengan bahasa yang lebih dimengerti oleh ummat manusia lain, mengelaborasi hikmah-hikmah yang tersirat dari kehendak Tuhan yang tersurat, memformulasi model-model aplikasi dari panduan Tuhan berupa ayat-ayat teoritis dan terakhir tugas mereka adalah memberikan ketauladanan sekaligus membina ummat.
Nah, dalam konteks ini, saya bermimpi IAEI sebagai kumpulan intelektual ekonomi Islam menjadi komponen bangsa yang kredibel dalam berkontribusi untuk membina ummat menuju peradaban ekonomi Indonesia yang lebih Islami, peradaban ekonomi yang lebih dekat dengan Tuhannya. Perannya menjadi sumber ilmu sekaligus tempat bertanya ummat tentang aplikasi-aplikasi ekonomi Islam. Ia juga menjadi pembina ummat dalam melazimkan budaya ekonomi yang Islami. Dan tentu saja, pada beberapa kondisi, IAEI berfungsi menjadi lembaga kontrol atas perkembangan dan pengembangan ekonomi Islam di tanah air.
Untuk kepentingan itulah, maka dalam acara pemilihan pengurus baru IAEI ini (Muktamar II IAEI, 30 Juli 2011) para anggotanya harus memahami betul posisi dan fungsi utama lembaga ini. Dengan begitu, pertimbangan tersebut mampu membantu menentukan siapakah intelektual terbaik diantara mereka yang pantas memimpin agar kedepan IAEI maksimal kemanfaatannya bagi ummat.
Agar ia mampu menjadi sumber ilmu yang shaih, maka para intelektuali yang berada di dalamnya sepatutnya memiliki keilmuan yang mendalam. Sementara untuk membina dengan efektif dan efisien, maka disamping diperlukan keahlian membina yang baik, dibutuhkan pula prasarana dan sarana serta lingkungan yang memadai. Dan supaya IAEI mampu menjadi lembaga kontrol yang optimal, maka dibutuhkan tingkat kemandirian (independen, bebas kepentingan) yang selalu terjaga.
Nah, kini pertanyaannya siapakah yang dapat memimpin IAEI dengan kemampuan menjalankan fungsi-fungsi tersebut?
Ternyata, para anggotanya sepakat menjatuhkan pilihannya pada sosok Prof. Dr. Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro, mantan Dekan FE Universitas Indonesia dan mantan Direktur IRTI – IDB, yang saat ini menjabat sebagai Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan RI, untuk menjadi nahkoda IAEI. Dengan segala pertimbangan dan dinamika diskusi di belakang pemilihannya, penunjukan dan pelimpahan amanah ini atas kehendak Allah SWT. Semoga IAEI tampil lebih bermanfaat bagi ummat dibawah kepemimpinan beliau. Selamat Pak Bambang!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar