Senin, 08 Agustus 2011

Reality Show Krisis Keuangan Global


Ada yang mencuri perhatian saya ditengah keasyikan saya mereview ulang beberapa fatwa DSN-MUI yang saya nilai kurang sejalan dengan semangat Ekonomi Islam. Yaitu, riuh rendah dunia keuangan global yang terakhir ini semakin memanas dan tampak semakin serius permasalahannya. Dan bagi saya terlalu berharga untuk dilewatkan begitu saja. Meski saya tahu bahwa badai dahsyat krisis keuangan yang menghantam Amerika (US) dan Eropa (EU) belum lah sepenuhnya berakhir, tapi drama krisis sepanjang tahun 2010 dan awal 2011 tidak lah menarik untuk dianalisa dan ditulis. Itu mengapa saya tidak banyak menulis tentang kondisi terkini ekonomi dunia.

Tetapi memasuki semester kedua tahun ini, gegap gempitanya menjadi begitu menarik untuk disimak. Episod krisis kali ini dimulai dengan naiknya tensi politik antara kubu partai demokrat-nya Obama dan partai republik di parlemen US. Mereka memperdebatkan urgensi penambahan limit utang negara ekonomi terbesar di dunia itu. Demi menyelamatkan negara dari risiko yang lebih buruk, kubu demokrat meminta parlemen menyetujui proposal pemerintah untuk menaikkan limit utang negara hingga mencapai USD 14,3 triliun (IDR 122.000 triliun) atau bertambah sekitar USD 2,5 triliun.

Tenggat waktu penambahan limit utang US tanggal 2 Agustus 2011, ternyata tidak di lampaui. Parlemen kemudian sepakat untuk menyetujui proposal pemerintah, sehingga sedikit dapat dipastikan dari perspektif pemerintah Obama dunia keuangan US untuk sementara ini aman setidaknya hingga tahun 2013.

Berdasarkan laporan BBC, Ben Bernanke Gubernur Federal Reserve (Fedres) pernah mengatakan jika parlemen tidak menyetujui penambahan limit utang US, maka negara itu harus siap dengan konsekwensi kehilangan rating kredit AAA mereka. Karena ketiadaan cukup dana akibatnya US berpotensi untuk menunda atau membatalkan pembayaran kewajiban obligasi mereka, dan itu tentu otomatis akan menurunkan peringkat portfolio kredit mereka.

Efek selanjutnya kepercayaan dunia juga akan runtuh terhadap mata uang dollar yang selama ini menjadi mata uang perdagangan utama dunia. Jika sampai kesitu perekonomian US, hal yang menakutkan tentu tidak ingin dihadapi oleh setiap orang Amerika. Jangankan mengalaminya, membayangkannya saja sudah menyeramkan khususnya bagi para pelaku industri keuangan.

Namun apa mau dikata, awan gelap diatas langit keuangan Amerika ternyata semakin gelap. Meski parlemen telah menyetujui penambahan limit utang, rating kredit US ternyata tetap diturunkan oleh lembaga rating terkemuka yaitu Standard and Poors (S&P). Meski pada saat yang sama lembaga rating Moodys dan Fitch masih mempertahankan peringkat triple A bagi US. Mungkin S&P belajar dari pengalaman 2008 dimana ketika itu lembaga rating dipertanyakan kredibilitasnya karena meski memberikan peringkat yang bagus pada portfolio lembaga keuangan besar US, namun ternyata tidak mampu mencerminkan kebusukan portfolio itu.

S&P mungkin tidak mau mengambil risiko, sehingga kinerja keuangan US harus menanggung risiko itu dengan menerima tamparan atau hukuman berupa penurunan peringkat dari AAA menjadi AA+. S&P beralasan bahwa bahwa peringkat kredit US didorong oleh situasi politik dan prospek ekonomi negara digdaya itu kedepan. Bahkan Direktur S&P, John Chambers mengatakan, penurunan peringkat lebih jauh tidak bisa dihindarkan apabila ketidakseimbangan fiskal AS yang buruk tidak membaik.

Meski limit utang sudah disetujui ditambah, reaksi pasar ternyata tidak serta merta membaik merespon kebijakan terbaru US. Karena pasar berargumentasi bahwa kebijakan itu tidak menjawab substansi masalah ekonomi US. Penambahan limit utang itu sebenarnya memberikan kekhawatiran baru bagi investor, karena kini US memiliki rasio utang dengan GDP-nya yang mencapai sekitar 100%.

Tidak sampai disitu hukuman pasar bagi dunia keuangan US. Putaran roda dunia keuangan begitu cepat, apalagi industri ini telah menjadi industri tanpa sekat, sehingga dalam hitungan waktu yang sangat singkat, reaksi global semakin menyudutkan Amerika khususnya dan pasar keuangan dunia pada umumnya. Lembaga pemeringkat kredit di China Dagong Global Credit Rating sudah menurunkan peringkat kredit Amerika Serikat dari A+ menjadi A. Akibat kepercayaan terhadap US yang semakin merosot, beberapa negara mulai bersiap menyingkirkan USD sebagai cadangan devisa mereka .

Kondisi keuangan US yang memburuk ternyata semakin diperparah oleh kinerja keuangan Eropa yang tidak juga menunjukkan perbaikan. Krisis utang Eropa sudah bersiap mengambil korban selanjutnya setelah Islandia dan Yunani, yaitu dua negara raksasa ekonomi mereka; Italia dan Spanyol. Akumulasinya parameter kepercayaan yang banyak dijadikan pedoman yaitu pasar modal, menunjukkan reaksi yang sangat keras terhadap situasi yang berlarut-larut. Tidak tanggung-tanggung hampir semua bursa di dunia mengalami koreksi dramatis sejak Jum’at lalu (5 Agustus 2011).

Khusus bursa US, Dow Jones turun 5,6 persen menjadi berakhir pada 10.809,85, penutupan terendah sejak Oktober lalu. Dan Ini adalah penurunan satu hari paling tajam sejak krisis keuangan tahun 2008. Indeks S&P 500 yang lebih luas turun 6,7 persen menjadi 1.119,46, sedangkan indeks komposit teknologi Nasdaq turun 6,9 persen menjadi 2.357,69

Saya pribadi suka tidak nyaman jika menganalisa menggunakan parameter pasar modal khususnya aktifitas di lantai bursa, karena esensi aktifitas disana adalah aktifitas spekulasi. Naik-turunnya aktifitas ekonomi bermotif spekulasi tidak dapat dijadikan pedoman tentang kinerja ekonomi. Namun parameter ini dapat mewakili ukuran tingkat kepercayaan pelaku pasar terhadap perekonomian sebuah negara.

Memperhatikan apa yang berlangsung di dunia keuangan Amerika dan Eropa, maka akan sangat rugi jika apa yang terjadi saat ini tidak diketahui. Gunjang-ganjing dunia keuangan US dan EU berpotensi berakhir dengan perubahan dramatis wajah sistem keuangan dunia dan peta kekuatannya, bahkan sangat kuat sekali korelasinya pada perubahan peta politik dunia. Tetapi untuk saat ini apa yang terjadi itu sangat berharga untuk menjadi pelajaran bagi negara lain dalam menjalankan kebijakan-kebijakan ekonomi mereka. Belum terlambat bagi mereka yang selama mengekor kebijakan ekonomi US dan EU untuk merubah haluan.

Krisis keuangan global yang bermula pada semester kedua tahun 2008 ditandai dengan runtuhnya lembaga keuangan prestisius Lehman Brothers di Amerika Serikat, ternyata sampai saat ini masih menjadi “soap opera” yang skenarionya masih terus berjalan. Bak sinetron, dalam perjalan ceritanya krisis ini memiliki alur cerita naik dan turun. Nah, saat ini krisis keuangan dunia sampai pada episod yang memanas kembali.

Menarik untuk mengetahui akhir dari episod krisis kali ini, siapa lagi korbannya? Atau pertanyaan yang paling menggelitik, apakah ini episod paling akhir dari sinetron besar krisis keuangan global, dimana puncak cerita diakhiri dengan tamatnya ikon ekonomi modern dunia, yaitu Amerika Serikat? Ups, kok menggunakan analogi sinetron ya? Mungkin lebih pas kita gunakan analogi “reality show”, lebih menarik dan mendebarkan. Mari tonton terus adegan demi adegan dari episod kali ini.

Tidak ada komentar: