Selasa, 20 September 2011

Menjalani Hidup Dengan Terus Belajar


Menjalani hidup dengan terus belajar, melewatinya dengan selalu berkaca pada sejarah, bercermin dan selalu mengkoreksi diri berdasarkan peristiwa-peristiwa masa lalu, tentu hal itu membuat kehidupan manusia baik secara pribadi maupun kolektif akan mengalami perubahan. Perubahan itu baik atau buruk tergantung pada definisi yang digunakan, baik seperti apa dan buruk itu bagaimana.

Tak jarang manusia dulu menganggap sesuatu itu baik tetapi pada saat ini sesuatu itu buruk, begitu pula sebaliknya. Tetapi ada juga dengan proses pembelajaran yang sama, kehidupan manusia berubah dengan terus membaik. Usia dan pengalaman terus memperbaiki wawasan, kemampuan, kebiasaan dan interaksi hidup serta kehidupan manusia, baik pada skala dirinya sendiri maupun kolektif (komunitas).

Manusia belajar dan kemudian melakukan penyesuaian dan perubahan. Mengkoreksi cara berfikir dan bertindak, memperbaiki bagaimana berprasangka dan mengambil kesimpulan. Koreksi dan perbaikan juga dilakukan pada tatacara interaksi diantara mereka, tatakelola kehidupan mereka, hukum dan perundangan yang menjamin hak dan kewajiban mereka.

Proses inilah yang dikenal dengan pembangunan budaya, teknologi, hukum, ekonomi dan semua aspek kehidupan manusia. Ini sebuah proses pembentukan peradaban. Tetapi dalam proses tersebut tidak jarang ada masalah-masalah yang muncul baik dari dalam pribadi individual manusia atau muncul karena proses interaksi yang tidak berjalan baik.

Misalnya nafsu serakah yang menghalangi seorang manusia mencapai tingkat kebijaksanaan potensialnya, atau perang yang merefleksikan tidak adanya titik-temu antara manusia dalam interaksi kehidupan mereka. Kendala itu tentu menghambat, menghentikan atau bahkan memundurkan proses pembentukan dan perbaikan peradaban.

Namun perlu diingat, manusia itu manusia, makhluk yang padanya ada kemampuan untuk bijaksana tetapi juga berpotensi untuk frustasi pada kondisi dan situasi tertentu. Artinya pembangunan peradaban bisa bersumber pada nilai-nilai kebijaksanaan tetapi juga dapat berasal dari frustasi. Frustasi dapat muncul akibat salah mengambil hikmah, putus asa untuk bersabar menemukan jalan keluar.

Nah yang menjadi masalah adalah jika pembangunan peradaban dikontaminasi oleh nilai-nilai frustasi itu. Dikhawatirkan ketika akhirnya frustasi menjadi inspirasi bagi tersusunnya nilai-nilai kehidupan, menjadi paradigma, cara pandang dan strategi bertindak, tentu peradaban dapat saja dibangun berdasarkan nilai-nilai dari frustasi itu.

Inilah rangkuman renungan yang saya punya dalam memandang inggris dalam beberapa hari kunjungan disana. Melihat dan memperhatikan kehidupan mereka, memahami dan mencoba berempati pada proses peradabannya, komunitasnya dan sejarah panjang yang menjadi pelajaran bagi mereka.

Memikirkan ini, tentu saya jadi berfikir; bagaimana logika Islam memandang hal ini? Peradaban Islam tidak dibangun sendirian oleh upaya manusia, tetapi sejak awal dilakukan berdasarkan instruksi dan ketentuan dari Dzat diluar manusia yang diakui sebagai Tuhan; Dzat yang menciptakan manusia, mengenal manusia, menyediakan dunia dan yang akan menilai manusia diakhir cerita kehidupannya.

Tidak ada komentar: