Inikah akhir dari hegemoni ekonomi barat? Kekacauan ekonomi kini mampu mencapai jantung ekonomi dunia, memporak-porandakan Amerika Serikat dengan krisis keuangan yang berlarut-larut, melompat dari satu rekor keterpurukan yang satu keterpurukan berikutnya. Krisis ketidakpercayaan akibat kecurangan demi kecurangan pelaku ekonomi terhormat mereka, dari rating agency, akuntan public sampai fund manager.
Sementara itu, ketidakefektifan program-program penanggulangannya terus menambah kerumunan pengangguran dan semakin tersebar di penjuru negeri. Uang yang dihabiskan untuk program penanggulangan krisis dan kekacauan ekonomi terus mencetak rekor tersendiri dan semakin menguras uang rakyat, mengangkangi hak-hak wajib pajak khususnya kelompok masyarakat kelas menengah. Bank dan lembaga keuangan jumlahnya semakin menyusut, seperti pula kecenderungan susutnya size dan kontribusi pertumbuhan ekonomi Amerika.
Tidak heran selanjutnya akan dilihat dan dirasakan, pemerintah Amerika termasuk penduduknya semakin sensitive dengan isu-isu guncangnya ekonomi. Pemerintah tidak segan-segan mengeluarkan dana sebesar apapun demi mencegah semakin buruknya kepercayaan dunia pada peran Amerika sebagai mesin ekonomi dunia. Tetapi kemungkinan besar penduduknya akan semakin kritis dalam merespon langkah-langkah pemerintah, kerena sudah pasti mereka tidak ingin dikorbankan dalam situasi sulit seperti ini.
Pada tingkatan selanjutnya kekacauan ekonomi mau-tidak-mau akan memiliki wajah pada berbagai aspek kehidupan Amerika. Kekacauan ekonomi telah menyulut konflik di beberapa sisi Negara dan bangsa Amerika. Sehingga, pasarpun akhirnya akan mencermati apa yang terjadi pada semua aspek Amerika, khususnya kegaduhan politiknya, kepekaan social-budayanya serta fleksibilitas system hukum mereka. Yang jelas kekacauan ekonomi Amerika kini perlahan mampu mengendurkan tekanan politik-militer mereka terhadap dinamika dunia. Kini terlihat jelas beberapa negara sudah mulai berani secara terang-terangan tidak bersahabat dengan kemauan Amerika. Mungkin karena Amerika yang semakin “melemah” atau Negara mereka yang semakin “menguat” posisinya.
Pada saat yang sama organ vital lainnya dari hegemoni ekonomi barat adalah Eropa, dimana kini kawasan itu tengah meradang, “demam tinggi”, akibat krisis utang yang diyakini lebih parah dari yang saat ini Nampak di permukaan. Krisis utang menyebabkan beberapa Negara raksasa ekonomi Eropa ada pada posisi illiquid dan insolvent, dengan rasio utang mereka yang begitu mencengangkan: umumnya melebihi atau mendekati 100%!
Krisis utang Eropa kini betul-betul menguji kesolidan Eropa sebagai kawasan yang berkomitmen menjadi masyarakat ekonomi terkemuka dan paling sejahtera di muka bumi. Namun tanda-tanda kesolidan masih samar-samar terlihat, kesetiakawanan yang diharapkan ada dalam mengatasi krisis utang anggota Negara-negara kawasan ekonomi Eropa sebanyak 17 negara itu ternyata sulit didapatkan. Kecenderungan ini entah karena memang kemampuan yang tidak ada karena mungkin hamper semua Negara anggota menutupi kegentingan ekonomi yang serupa atau memang mereka lebih focus pada ekonomi nasional mereka masing-masing. Alasan kedua saja sudah menjadi nilai yang negative bagi pasar apalagi jika memang alasan pertama yang lebih shahih.
Wajar jika Negara Eropa lain tidak ingin senasib dengan Islandia dan Yunani yang kini bangkrut secara ekonomi. Tetapi kecemasan yang amat sangat sudah menghinggapi Portugal, Spanyol dan Italia, sementara selevel ekonomi Prancis saja, tiga bank besarnya telah di-downgrade credit rating-nya. Betul-betul awan hitam sedang menggelayuti langit Eropa, dan awannya semakin menghitam, membuat kawasan itu semakin gelap suasana dan atmosfer ekonominya.
IMF sebagai lembaga keuangan dunia yang dahulu didirikan untuk menjaga krisis keuangan tahun 1915-1944 tak berulang di Eropa, tampaknya seperti lumpuh tak berdaya. Setelah menangani Yunani, IMF terkuras “energy”-nya. Bahkan kini China yang pendapatan per-kapitanya jauh-jauh dibawah negara-negara kawasan Eropa, terlihat berperan sebagai Negara “donor’ dengan membeli surat utang negara-negara Eropa, mengatasi kesulitan likuiditas jangka pendek mereka.
Keterpurukan ekonomi Amerika dan Eropa yang kini masih mendominasi ekonomi-politik dunia, jika tak mampu diatasi tentu diyakini banyak kalangan akan menyeret ekonomi dunia dalam jurang krisis yang lebih dalam. Tidak ada perekonomian yang terisolasi atau imun terhadap krisis. Wajah ekonomi setelah itu tentu tidak akan sama lagi seperti dulu. Sekali lagi, kini menjadi pertanyaan klasik adalah; apakah krisis utang Eropa yang ada lebih buruk dari yang terlihat. Jika iya, rasanya tidak ada resep yang manjur menuju pada perbaikan ekonomi, kecuali menunggu saja kebusukan menyeluruh dan sempurna dari ekonomi ini. Harapannya, dari kebusukan itu akan muncul organisma baru ekonomi, yang lebih berhati-hati, lebih sehat dan kuat.ekonomi seperti apa itu?
Jika masih mungkin diperbaiki, tentu ada biaya yang harus ditanggung, relakah Negara-negara terlanjur kaya itu menerima konsesinya? Seberapa besar pengorbanan yang mereka dapat berikan? Sebelum sampai ke pertanyaan itu saja, kita harus melalui satu pertanyaan sederhana yang maha sulit, yaitu; bagaimana memperbaiki kekacauan ini? Perbaiki sistemnyakah, instrument kebijakan, regulasi, infrastruktur, atau moral pelakunya? Artikel ini tidak untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Artikel ini hanya ingin menyampaikan sebuah awareness, bahwa we are in a big trouble!
Saya jadi ingat buku Paul Kennedy; “raise and fall of world’s emporium” yang menjabarkan data sejarah dari berbagai kerajaan/negara terkemuka dunia yang kemudian tersimpulkan bahwa keruntuhan hegemoni mereka diawali oleh kehancuran ekonominya. Jika pun apa yang terjadi saat ini adalah sebuah tahapan awal kehancuran hegemoni barat, mungkin kita harus mulai belajar untuk bersabar dan ikhlas membiarkan proses pembusukan ekonomi barat berlangsung sempurna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar