Selasa, 14 Juli 2009

Quo Vadis Kampanye Dinar




Isu dinar yang berkembang terakhir ini akhirnya hanya mengerucut pada aktfitas investasi menggunakan dinar. Jika dianalisa dan direnungkan lebih dalam aktifitas seperti itu, sekedar investasi dalam bentuk emas, cuma untuk kasus ini dibungkus dengan Dinar yang kental sentimen atau semangat keislaman, kejayaan Islam dengan simbol dinar yang dipromosikan untuk aktifitas ini. Jadi kalau mau jujur, kecenderungan terakhir tentang dinar sebenarnya sudah terdistorsi dari semangat awal untuk menjadikan dinar sebagai alat transaksi. Aktifitas investasi dalam bentuk dinar sama sekali tidak ada kaitannya dengan Islam. Aktifitas investasi ini sama dengan aktifitas investasi yang selama ini sudah ada yaitu investasi dalam bentuk emas, dimana keuntungannya berasal dari selisih harga jual dan harga beli.

Nah kalau sudah seperti itu, analisa selanjutnya yang jadi lebih menarik bagi saya, karena investasi dalam bentuk emas sama saja dengan menyisihkan harta, dimana aktifitas yang relatif masif akan membuat “pengerutan” potensi volume transaksi riil ekonomi di perekonomian. Jadi dari perspektif makro-ekonomi, investasi dalam bentuk emas harus disikapi berhati-hati dan membutuhkan kepekaan yang lebih. Ketika uang berubah menjadi emas, maka emas relatif given atau idle (menganggur), padahal ia punya potensi menghidupkan pasar jika bentuknya lebih likuid.

Implikasi dari aktifitas investasi masif dalam bentuk emas:
1. Mengurangi volume transaksi di pasar
2. Volume transaksi yang tertekan tentu akan menekan sektor penawaran
3. Penawaran yang tertekan akan menyebabkan kecenderungan inflasi (supply-demand law)
4. Penawaran yang tertekan juga tentu mempengaruhi employment level
5. Tekanan pada volume transaksi dan penawaran tentu akan juga menekan output total ekonomi.

Dari implikasi ini jelas bahwa investasi dalam bentuk emas yang berlebihan similar dengan prilaku hoarding (Ihtikar). Implikasi dari aktifitas ini akan berefek negatif bagi perekonomian.

Dengan demikian, saya secara pribadi ingin mengajak untuk mengembalikan “misi” awal dari kampanye dinar, yaitu menjadikannya sebagai alat tukar dalam perekonomian. Tetapi dalam “marhalah dakwah” ekonomi Islam, skala prioritas dakwah dinar(sebagai alat tukar) itu dibawah dakwah prohibition of riba/maysir. Bahkan berdasarkan fakta sejarah dan teori, boleh dikatakan, pre-requisite dari optimalisasi/efektifitas pemberlakuan dinar adalah lingkungan ekonomi yang bebas riba dan maysir (bunga dan spekulasi).

3 komentar:

Unknown mengatakan...

wah..mantaff nih Pak Ali penjelasannya ttg Dinar...dari dulu saya sudah punya pemikiran yg sama. Cuma dasar teoritis Pak Ali lebih tajam.
Sangat sepakat, necessary condition, penggunaan Dinar harus sudah dalam sistem yg bebas riba, bebas spekulasi. Ibarat tahapan ibadah sholat, ya memang sholat kewajiban harus ditunaikan, cuma sebelumnya setiap orang kan harus wudhu dulu.

Dedy Kurniawan mengatakan...

Assalamualaikum pak Ali... baru ketemu nih websitenya.. saya usul bank syariah mulai dibuka ada tabungan dinar dan dirham. Biar dinar dan dirhamnya bisa berputar. Ini salah satu solusi dilematisnya menyimpan dinar. Kalau tidak disimpan maka daya beli kita berkurang karena nilai rupiah turun. Tetapi kalau disimpan maka uang tidak berputar. Selain itu mnrut saya kalo menyimpan dinar harus ada tujuannya, misal untuk biaya sekolah. Jadi suatu saat dinar itu akan digunakan. Tak sekedar ditumpuk-tumpuk..

Anonim mengatakan...

untuk aplikasi sy temukan www.dinarku.com....
gimana..