Beberapa waktu lalu ketika saya mengajar satu kelas di Paramadina, saya terbawa pada eksplorasi fikiran tentang dua tiang utama ekonomi Islam; kewajiban zakat dan pelarangan bunga. Untuk kesekian kalinya renungan dan dialektika fikiran saya tertuju pada dua instrument utama ekonomi Islam ini. Dua instrument ini tak habis-habisnya memberikan hikmah atas posisinya dalam sebuah perekonomian.
Kewajiban zakat memastikan kehidupan sisi demand ekonomi, sementara pelarangan riba memelihara respon yang sehat dari sisi supply atas setiap aksi demand dalam ekonomi. Keduanya melakukan kerja kolaborasi yang menghasilkan sinergi prima bagi ekonomi, dan ini menggambarkan kombinasi yang indah dari dua instrument utama dari dua sektor yang berbeda.
Hal ini menegaskan bahwa ekonomi produktif menjadi misi utama ekonomi Islam. Karena dua instrument ini bertemu dalam pasar (ekonomi) untuk memastikan sekaligus menjaga aktifitas produktif ekonomi selalu ada. Ketika perekonomian lesu dan menekan demand pasar untuk terus berkurang, maka zakat akan menjaga agar tingkat demand tidak sampai membuat pasar gagal (market failure). Zakat akan memastikan tingkat demand minimum selalu terjaga, yaitu dimana ketika ekonomi selalu memastikan adanya tingkat permintaan pada kebutuhan dasar.
Selain itu, untuk menjaga aktifitas produktif terus terpelihara, maka instrument pelarangan riba akan “memaksa” arah arus modal bermuara pada aktifitas produksi. Dimana pada saat yang sama kecenderungan yang di-drive oleh instrument (prinsip) pelarangan riba akan merespon setiap demand yang ada di pasar. Dan respon tersebut tentu dengan porsi yang memadai untuk membentuk tingkat keseimbangan pasar yang optimal, dimana interaksi itu diharapkan mampu meredam ancaman inflasi. Dengan begitu terlihat bahwa peran dari prinsip pelarangan riba lebih berada pada sektor penawaran dari ekonomi.
Berdasarkan logika diatas, baik implementasi zakat maupun pelarangan riba, substansinya adalah ingin menjaga ekonomi tetap berjalan. Proses produksi dan konsumsi (termasuk proses distribusi didalamnya) dalam ekonomi dapat terus terjaga pada tingkat yang memadai (atau mungkin dapat dikatakan pada tingkat minimum).
Uniknya Tuhan menetapkan kedua prinsip ini; zakat dan pelarangan riba sifatnya wajib dengan tingkat pengenaan sangsi (dosa) ada pada grade yang maksimum jika ada pelanggaran, sehingga dapat dipahami betapa krusialnya kedua instrument ini bagi berjalannya ekonomi. Dilain pihak kita juga melihat betapa Islam memandang bahwa ekonomi sangat penting untuk diproteksi dengan prinsip-prinsip yang sifatnya wajib, dalam rangka menjaga kepentingan manusia. Yaitu kepentingan mereka terpenuhi kebutuhan dasarnya dalam ekonomi, agar mereka mampu tetap menjalankan kewajiban utamanya sebagai hamba Tuhan, yakni beribadah, baik wajib maupun sunnah.
Dengan demikian, berdasarkan pemahaman modus operandi prinsip-prinsip ekonomi Islam ini, kita akhirnya mampu pula menyadari bahwa lesson learn dari ini semua adalah begitu sayangnya Tuhan pada kita sampai-sampai perlindungan-Nya begitu rapih dan tertib, begitu utuh dan menyeluruh.
Nah, jika dicermati lebih jauh, instrument-instrumen atau prinsip-prinsip Islam lainnya yang bersifat sukarela seperti instrument infak, sedekah, wakaf, hadiah dan lain sebagainya hadir serta dianjurkan dalam rangka mempertinggi kualitas berekonomi. Apalagi jika ditambah dengan dukungan kehalusan budi pekerti, moral prilaku dan akhlak islami, ekonomi dalam bingkai Islam akan semakin Indah untuk dinikmati. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar