Rabu, 04 Januari 2012
Sejarah adalah Skenario Tuhan
Merangkai peristiwa masa lalu menjadi suatu cerita sejarah yang diurutkan berdasarkan usia mungkin bermanfaat bagi kita untuk mengetahui benang merah takdir yang diinginkan Tuhan atas masing-masing diri kita. Menyatukan penggalan-penggalan kisah hidup, kejadian atau apapun namanya, dengan mempertimbangkan peristiwa-peristiwa sebabnya, boleh jadi akan memberikan gambaran baru tentang kisah hidup kita yang mungkin selama ini persepsi sejarah hidup lebih banyak didominasi oleh daya ingat pada kejadian-kejadian tertentu. Padahal kejadian-kejadian tertentu itu dapat saja hadir karena kekecewaan dan trauma yang mendalam sehingga tidak mampu membaca substansi, pelajaran atau hikmah dibalik kejadian.
Salah satu skenario hidup saya yang mulai saya dapat pahami adalah jalan hidup di dunia kerja dan pengajaran ekonomi Islam. Meski di awal pendidikan sekolah, saya mampu berprestasi baik dan terkesan mudah bagi saya untuk memilih jalur bidang pendidikan keahlian untuk karir di dunia eksakta (fisika, matematika atau biologi), seperti engineering atau kedokteran, namun ternyata kehendak Tuhan berbeda. Sedemikian rupa peristiwa yang melingkupi saya di rangkai oleh Tuhan dengan begitu sempurna untuk “membelokkan” apa yang telah menjadi preseden atas diri dan masa depan saya.
Dari hasil ujian nasional yang tidak memuaskan, tes kemampuan yang memberikan hasil diluar harapan, ketidak-menentuan ekonomi yang menghalangi karir yang diinginkan, motivasi yang menipiskan semangat dan merubah harapan sampai sakit yang memunculkan ikhlas menerima apa saja kehendak Tuhan atas masa depan, semua itu membentuk dan mengarahkan jalan hidup pada periode penting kehidupan saya. Dan sampailah saya pada jalan hidup yang saat ini saya tempuh. Sejarahnya begitu berliku.
Sepintas mungkin kita akan menganggap semua peristiwa-peristiwa itu sebagai suatu kebetulan. Tetapi jika diingat kembali, dan direnungkan lebih dalam mungkin kita akan tersenyum merenungkan apa-apa yang sudah terjadi. Saya masih ingat bagaimana beberapa hasil ujian nasional saya rusak hanya karena ketika itu saya kerjakan dalam keadaan menahan sakit diperut. Siapa yang memberikan sakit itu dan mengapa diberikan pada saat ujian itu? Ketika menjalani tes kemampuan untuk masuk perguruan tinggi, belajar intensif jauh hari sebelumnya ternyata tidak menjamin meluluskan saya untuk masuk pada jurusan yang saya minati. Tetapi untuk tes kelayakan untuk jurusan yang tidak terfikirkan sebelumnya, tanpa belajar saya mampu mendapatkannya. Apa penjelasan rasionalnya?
Ketika ingin mengkoreksi kegagalan mendapatkan jurusan yang saya minati di perguruan tinggi, saya ulangi tes tersebut pada kesempatan berikutnya, tetapi sakit membuat saya tidak maksimal menjalani dan menyelesaikan tes itu. Akhirnya saya harus menerima dan menjalani apa yang ada didepan mata, tanpa lagi menuntut dan “ngotot” dengan apa yang selama ini menjadi keinginan. Setelah sarjana dapat diraih ternyata saya pun tidak bisa langsung bekerja karena situasi krisis yang membuat dunia kerja menjadi sangat sempit untuk begitu banyak lulusan sarjana. Dan kondisi itu kembali memaksa saya mengambil pilihan sekolah kembali tanpa juga punya kebebasan sempurna untuk memilih sekolah apa, yang saya tahu status sebagai mahasiswa (kembali) lebih baik dari pada status pengangguran.
Begitulah cerita singkat, bagaimana Tuhan “menggiring” saya untuk terlibat dalam bidang keilmuan Ekonomi Islam ini. Tidak pernah sekalipun ada dibenak saya ketika sekolah dulu ada di ranah keilmuan dan karir di bidang ini. Namun pelajarannya adalah, saya kehendak Tuhan diatas semua kehendak. Dan Tuhan memberikan skenario hidup yang baik pada saya. Tinggal kini pertanyaannya adalah; mampukah saya membuktikan bahwa saya juga orang baik yang amanah menjalankan kehendak Tuhan ini.
Pastinya anda memiliki cerita dan skenario Tuhan bagi masing-masing anda. Jika begitu, mampukah semuanya berakhir dengan keikhlasan menerima dan menangkap kebaikan-kebaikan Tuhan berupa peristiwa-peristiwa berbentuk musibah atau anugerah.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar