Sistem keuangan dunia atau mayoritas di perekonomian semua negara didunia ini menganut sistem berbasis bunga. Dalam ruang lingkup domestik tercipta sebuah sistem keuangan yang menitik beratkan pada kebijakan ekonomi menuju keseimbangan menggunakan instrumen bunga., sehingga bunga menjadi variabel vital dalam penyusunan kebijakan ekonomi baik moneter maupun fiskal. Pada ruang lingkup dunia, perekonomian berbasis bunga membentuk corak interaksi keuangan menjadi khas. Dari perspektif kritis, bunga membuat sistem keuangan dunia menjadi pincang, dimana negara-negara miskin dan berkembang harus terus tergantung secara financial kepada negara maju. Sifat pre-determined return yang dimiliki bunga akan membuat prilaku para pemegang kapital cenderung menggunakan uangnya sebagai alat untuk men-generate pendapatan melalui sektor financial daripada mendapatkan keuntungan melalui aktifitas produktif disektor riil. Kecenderungan ini pada tingkat negara semakin memperdalam kepincangan financial dunia. Negara – negara maju menjadi korban debt adicted, sementara negara – negara miskin dan berkembang tak pernah bisa bebas dari jeratan utang yang terus menggelembung.
Kecenderungan globalisasi yang mengedepankan peran korporasi swasta dalam pengaturan perekonomian, terlihat juga dalam sistem keuangan. Menyerahkan kekuasaan ekonomi pada kekuatan pasar berarti menyerahkan arah kebijakan ekonomi khususnya keuangan kepada para CEO – CEO institusi keuangan besar dunia. Sudah menjadi pemahaman umum, bahwa pasar keuangan begitu rentan diintervensi oleh berbagai kepentingan. Kepentingan-kepentingan yang memanfaatkan sensitivitas pasar keuangan terhadap informasi atau bahkan sekedar rumor. Sehingga penciptaan sebuah informasi yang cenderung bersifat asimetris yang sebenarnya merefleksikan sebuah ketidak-transparannya pasar, menjadi lumrah dalam pasar keuangan. Dan akhirnya, melalui kelemahan ini pemain-pemain pasar keuangan memperoleh peluang untuk mendapatkan keuntungan.
Dalam perspektif lain, Joseph E. Stiglitz menjelaskan kecenderungan yang sama . Stiglitz mengungkapkan bahwa pergeseran corak ekonomi kapitalisme modern dari pertanian kepada manufaktur dan dari manufaktur kegagasan (ditandai dengan munculnya industri-industri maya (dotcom industry) yang membuat wajah dan akselerasi pertumbuhan perekonomian ada pada tingkat yang lebih lanjut, membuat faktor informasi menjadi pusat perhatian aktifitas ekonomi modern. Dengan demikian, siapa yang menguasai informasi merekalah yang berkuasa di pasar, merekalah yang akan menikmati kue profit yang terbesar. Kemudian dengan globalisasi yang bersenjata privatisasi, informasi kemudian dikendalikan para pelaku-pelaku pasar yang berorientasi profit. Dan demi profit mereka melakukan segala hal untuk bisa menguasai informasi, bahakn sampai memanipulasi informasi yang ada, baik dengan memutarbalikkan informasi atau menciptakan informasi yang salah bagi pasar.
Pada akhirnya di sektor financial kepentingan profit yang menjadi motif konsisten bagi para pelaku di pasar financial menghambat kepentingan kolektif yang menginginkan kestabilan sistem keuangan. Kontradiksi ini terlihat jelas dalam kecenderungan mekanisme perekonomian khususnya keuangan dunia modern.
Dengan karakteristik pasar modern yang ada saat ini, pada hakikatnya kejujuran menjadi nilai yang vital dibutuhkan oleh pasar dalam menciptakan sebuah mekanisme pasar yang sehat dan membangun. Karena baik menjaga agar informasi pasar tetap selalu transparan maupun informasi tersebut benar adanya, diperlukan satu nilai kejujuran. Namun prilaku yang jujur harus berhadapan dengan kepentingan profit, dimana keduanya tidak selalunya satu arah dengan tujuan kejujuran seiring dengan perkembangan usaha. Interaksi keduanya inilah yang kemudian membuat wajah ekonomi Klasik yang mendewakan kekuatan pasar tercoreng, karena teori mereka tidak pernah memiliki fakta dalam perekonomian. Yang abadi terjadi adalah asimetris informasi, tidak transparan, misalokasi produksi, dan tidak meratanya distribusi sumber daya.
Apa obat konvensional melihat permasalahan ini? Secara sistemik konvensional tidak memiliki spesifik obat untuk permasalahan ini. Paradigma mekanisme pasar yang menuju pencapaian kepuasan pribadi yang maksimal menggunakan nilai-nilai ego manusia, membuat konvensional tidak memiliki daya tahan secara sistemik mengatasi masalah ini.
Sementara Islam memiliki limitasi sistem yang cenderung menjadi alat untuk mencegah kecenderungan permasalahan di atas muncul. Diantaranya adalah ketentuan pelarangan riba dan judi atau spekulasi. Selain itu Islam memiliki landasan nilai dan norma berupa akidah dan akhlak yang secara awal telah membentengi sistem dengan prilaku pelaku-pelakunya (muslim) yang seiring dengan sistem ekonominya. Bab ini ingin menjelaskan seperti apa prinsip syariah ini mampu mengatur aktifitas ekonomi tanpa perlu berefek samping seperti yang telah dijelaskan diatas. Selain itu selanjutnya akan dijelaskan urgensi absensi riba dan spekulasi dalam perekonomian serta alternatif konsep keuangan Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar