Rabu, 24 Februari 2010

Orientasi Pembangunan Ekonomi


Beberapa waktu yang lalu saya dan beberapa teman terlibat diskusi yang relatif serius meskipun tetap informal. Kami berdiskusi tentang visi, arah atau orientasi pembangunan ekonomi negara tercinta ini yang terkesan tidak jelas mau berjalan kearah mana. Pada simpul-simpul pembangunan, masing-masing pemimpin memiliki rencananya sendiri-sendiri. Setiap mereka sepertinya ingin mengukir prasastinya sendiri-sendiri, yang akhirnya akan menjadi pahala sejarah yang dapat dibanggakan dimana saja kapan saja pada masa yang akan datang.

Kondisi seperti ini hampir ada pada semua tingkat pembangunan, semua tingkat kepemimpinan, intinya mereka tidak memiliki kesatuan visi, arah atau orientasi pembangunan. Pembangunan lebih dialamatkan sebagai sebuah prestasi pencapaian pemimpin instead of sebuah upaya pembangunan masyarakat yang berkesinambungan, terencana, sistematis dan terukur. Pembangunan sememangnya tidak bisa dibatasi oleh pemilu yang berlangsung tiap lima tahun sekali. Jika pemimpin baru terpilih pada satu pemilu, maka arah pembangunan akan berubah lagi begitu seterusnya. Akhirnya pembangunan itu sendiri terombang-ambing karena ketidakmenentuan arah pembangunan itu sendiri.

Inilah risiko jika pembangunan bergantung sepenuhnya pada proses demokrasi suara terbanyak. Ketika masyarakat peserta demokrasi masih terbatas kematangannya, kedewasaannya, atau bahkan keimanannya. Maka proses demokrasi suara terbanyak akan memberikan hasil yang penuh dengan manipulasi dan tipu daya. Akhirnya berujung pada kualitas pemimpin-pemimpin yang rendah, dan tentu saja memiliki visi dan taste pembangunan yang kurang layak. Kelemahan sistem politik, hukum dan budaya bergabung dengan kelemahan sistem ekonomi dan keterbelakangan sistem pendidikan membuat masalah visi, arah dan orientasi pembangunan menjadi semakin kacau.

Bagaimana dengan Islam? Sejak awal Islam sudah memberikan arah lewat kewajiban puncak bagi manusia, yaitu dua kalimat syahadat. Syahadat menjadi pedoman arah hidup manusia dan semua kegiatan hidupnya, terlebih lagi bagi upaya-upaya pembangunan manusia dan lingkungannya. Syahadat yang memuat proklamasi sekaligus janji setia kepada Allah sebagai Tuhan menjadi arah hidup dan pedoman hidup. Oleh sebab itu akan terlihat bagaimana konsistensi Islam dalam menempatkan Allah sebagai tujuan hidup dan tujuan mereka berupaya di dunia termasuk pembangunan ekonomi. Syahadat juga yang memberikan petunjuk bahwa cara yang paling mudah dan sederhana dalam menjalankan semua aktifitas hidup adalah mencontoh Nabi Rasulullah SAW.

Singkatnya akidah dan akhlak yang telah digariskan Islam telah menjadi arah awal dari setiap upaya pembangunan kehidupan dalam payung Islam. Orientasi penghambaan kepada Tuhan dan prilaku-prilaku yang luhur menjadi karakteristik dasar pembangunan dalam Islam, termasuk pembangunan ekonomi. Terlebih lagi dengan keberadaan Syariat (prinsip hukum-hukum Islam), orientasi penghambaan tersebut terjaga dengan begitu disiplin. Dengan syariat, pembangunan ekonomi harus mengikuti panduan tertentu yang standard dan baku, dan dengannya pembangunan ekonomi memiliki visi, arah atau orientasi yang semakin tampak jelas.

Prinsip-prinsip kewajiban zakat, pelarangan riba – maysir dan lain sebagainya, menjadi contoh yang sangat nyata, dimana pembangunan ekonomi akhirnya menuju pada satu bentuk perekonomian yang khas. Dengan karakter kuat dari akidah dan akhlak serta dilengkapi dengan prinsip-prinsip syariah, maka akan terlihat elemen-elemen ekonomi yang akan dibangun seperti struktur, infrastruktur, regulasi dan kebijakan akan membentuk menyesuaikan diri dengan akidah, akhlak dan syariah Islam.

Dengan struktur, infrastruktur, regulasi dan kebijakan yang mengacu pada paradigma dan hukum-hukum Islam, dapat dibayangkan apa yang akan terbangun dan menjadi karakteristik dari bangunan-bangunan ekonomi di sektor riil, moneter, publik dan sosial. Menggunakan prinsip Islam, sektor riil menjadi sektor puncak atau muara terakhir dari semua aktifitas ekonomi. sektor riil menjadi landasan semua pergerakan atau aktifitas ekonomi. keberadaan sektor moneter bukanlah sektor sejajar dari sektor riil, tetapi menjadi sektor pendukung kelancaran aktifitas ekonomi sektor riil.

Titik sentral pembangunan ekonomi dalam Islam pada dasarnya terletak pada pembangunan manusia. Pembangunan ekonomi pada hakikatnya hanya menjadi sasaran antara, sementara sasaran puncaknya adalah mengantarkan manusia pada posisi mulia di hadapan Tuhan. Nah pembangunan ekonomi seperti apa yang mampu memuliakan manusia? Itulah arah pembangunan ekonomi yang sebenarnya. Dan tentu saja pembangunan ekonomi yang mengakomodasi kehendak Tuhan menjadi sandaran, yaitu pembangunan ekonomi yang konsisten pada akidah, akhlak dan syariat Islam.

Tidak ada komentar: