Kamis, 23 September 2010

Belajar dari Manusia Biasa

Saya ingin cerita tentang orang-orang istimewa disekitar saya, yang saya banyak mengambil pelajaran dari mereka. Saya tidak akan sebutkan namanya dan detil tentang mereka, biar kemuliaan mereka tidak terusik atau bahkan terkontaminasi oleh saya. Saya hanya ingin sampaikan pelita-pelita yang hidup dari manusia-manusia yang sangat biasa. Ya sangat biasa, tidak luar biasa. Yang istimewa adalah dalam kesangat-biasaannya, mereka mampu memberikan sesuatu yang dikenang, dipegang dan disayang-sayang oleh manusia lain disekitarnya, manusia lain yang mengenalnya.

Satu kawan saya, seorang anak guru agama yang selalu bersemangat dengan semua kegiatan sekolah. Sepertinya ia memiliki semangat untuk masing-masing kegiatan sekolah, baik di kelas, di lapangan olah raga, laboratoriummaupun di pengajian rutin. Sampai-sampai saya tidak pernah ingat atau bahkan tidak pernah tahu bagaimana rupanya kalau ia dalam keadaan sedih. Suasana sedih, gelisah, putus asanya tidak pernah nampak di hadapan saya, sejak pertama kali saya mengenalnya sampai kami tidak dapat lagi berjumpa.

Semangat itulah pelajaran pertama yang saya ambil darinya. Tapi sampai saat ini pun saya tidak dapat menyamai beliau. Satu pelajaran lain adalah ringan tangannya membantu siapa saja yang membutuhkan, masalah orang lain yang ia ketahui seakan-akan menjadi masalahnya, bahkan mungkin ia lebih sibuk menyelesaikan masalah orang lain daripada masalah dirinya sendiri. Dan pelajaran selanjutnya adalah pelajaran utama yang saya betul-betul pelajari darinya hingga kini terlihat jejaknya pada diri saya, adalah pelajaran membaca Qur’an. Dari beliaulah kemampuan baca Qur’an saya dapatkan.

Kalau saya diminta Tuhan untuk bersaksi atas kawan saya ini, maka saya tidak akan berfikir lama untuk mengatakan beliau adalam manusia baik yang layak mendapatkan kebahagiaan di akhirat. Dan inilah yang saya lirihkan di samping jenazah beliau ketika saya dampingi janazahnya di mobil ambulance menuju pemakaman. Mungkin balas jasa yang saya berikan untuk pelajaran-pelajaran yang beliau berikan hanyalah memanggul jasadnya dan ikut meletakkannya di liang lahat.

Pada waktu yang berbeda saya juga mengenal beberapa kawan yang keistimewaannya identik, yaitu sigap sekali membantu, ia korbankan kepentingan pribadinya; waktu, tenaga dan harta. Ringan bagi mereka untuk memberikan apa saja yang dimilikinya untuk siapa saja yang membutuhkan. Seorang kawan dengan tulusnya membantu saya pada semua masalah saya di kuliah, meski pada saat yang berbeda kami selalu berseteru dalam diskusi-diskusi ekonomi, politik atau agama sekalipun. Tetapi dialektika atau konflik diskusi tidak membuat beliau mengurangi semangatnya untuk membantu saya atau lawan diskusinya. Kekaguman pada mereka intinya terletak pada tingginya kepekaan terhadap masalah orang lain, kelembutan yang membuat dirinya tidak tahan melihat manusia lain susah, kegelisahan hati jika tidak mampu merubah sedih dan suram menjadi senyum dan ceria, atau jeli melihat peluang-peluang amal shaleh dimanapun dan kapanpun. Duh cerita ini semakin membuat saya mengasihani diri sendiri, karena saya sendiri masih jauh dari sikap istimewa seperti itu. Sikap istimewa manusia-manusia biasa, mereka yang dekat dengan saya, mereka yang penuh dengan keistimewaan.

Tapi satu pelajaran lain yang saya ambil dari suguhan-suguhan seperti ini, yaitu belajar dari semua orang adalah satu usaha yang tak ada ruginya. Setiap manusia memiliki keistimewaannya sendiri-sendiri. Dan itu merupakan bagian-bagian puzzle dari rahasia hidup dan kehidupan. Sehingga, padan rasanya usaha belajar itu dengan hikmah yang kita dapatkan nanti.

Tidak ada komentar: